Landas Pemimpin Baru Jatim “Brang Wetan”
Selasa (12/2/2019) merupakan hari terakhir masa bakti Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Mereka akan digantikan oleh Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak.
Soekarwo-Saifullah, dijuluki KarSa, telah memimpin provinsi berpenduduk hampir 40 juta jiwa ini selama dua periode atau sedasarwa. Di satu sisi, kepemimpinan KarSa ada capaian atau boleh dibilang keunggulan. Namun, tiada gading yang tak retak. Di sisi lain, KarSa juga punya sejumlah pekerjaan yang belum terselesaian atau bisa disebut kekurangan.
Yang terang, Khofifah, mantan Menteri Sosial, dan Emil, Bupati Trenggalek, itu akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan KarSa sejak Rabu (13/2/), sesuai rencana pelantikan mereka oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta. Khofifah-Emil, dijuluki KaMil saat kontestasi 2018, bisa meneruskan berbagai keunggulan sekaligus menambal lubang kekurangan kebijakan rezim sebelumnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim melansir data, provinsi berjuluk Brang Wetan oleh Kesultanan Mataram ini, memiliki luas wilayah hampir 47.790 kilometer per segi (Km2). Itu mendekati 37 persen dari luas Pulau Jawa yang terdiri dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jatim. Di antara enam provinsi, Jatim bermotto Jer Basuki Mawa Beya yang terluas dengan terdiri dari 38 kabupaten/kota, 666 kecamatan, dan 8.501 desa/kelurahan.
Populasi di Jatim 39,5 juta jiwa atau mendekati 40 juta jiwa (di bawah Jabar) dengan hampir 98 persen penduduk beragama Islam. Rerata laju pertambahan penduduk 0,56 dengan angka fertilitas total 1,9 (di bawah nasional). Kondisi ini diduga terkait dengan pandangan bahwa pasangan usia subur di Jatim mayoritas bekerja atau membatasi diri memiliki banyak anak; lebih dari dua atau lebih dari tiga.
Mari melihat fondasi perekonomian. BPS mencatat, produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) 2018 mencapai Rp 2.199 triliun. Kontribusinya terhadap PDRB nasional 14,7 persen atau di bawah Jakarta yang 17,5 persen). PDRB Jatim terutama ditopang oleh industri (30 persen), perdagangan (19 persen), dan pertanian (12 persen).
Pertumbuhan ekonomi kurun 2009-2018 berada di kisaran 5,01 persen-6,64 persen. Pertumbuhan tahun lalu 5,5 persen. Pertumbuhan terendah 5,01 persen pada 2009. Yang tertinggi 6,64 persen pada 2012. Patut dicatat, pertumbuhan ekonomi Jatim selalu berada di rata-rata angka nasional. Bagaimana dengan inflasi? Kurun waktu yang sama, inflasi di Jatim berada dalam rentang 2,86 persen-8 persen. Inflasi terendah terjadi tahun lalu sedangkan yang tertinggi pada 2013.
Perdagangan dalam negeri dan luar negeri selalu surplus. Pada 2012, perdagangan luar negeri Jatim surplus Rp 62,8 triliun dan melonjak menjadi Rp 208,1 triliun pada tahun lalu. Perdagangan dalam negeri juga surplus Rp 50,4 triliun pada 2012 dan tahun lalu menembus Rp 95,2 triliun. Di perdagangan dalam negeri, Jatim menguasai hampir 21 persen pasar domestik.
Industri mikro kecil menengah (IMKM) menjadi penopang perekonomian Jatim dengan kontribusi terhadap PDRB 2018 mencapai 52,8 persen. IMKM di Jatim berkembang amat pesat. Berdasarkan survey 2008, di Jatim terdapat 4,2 juta IMKM. Hasil penilikan 2012 menunjukkan, di Jatim ada 4,12 juta IMKM pertanian dan 2,71 juta IMKM nonpertanian. Dari pencacahan 2016, di Jatim terdapat 7,5 juta IMKM pertanian dan 4,67 juta IMKM nonpertanian.
KaMil yang segera memulai pemerintahan punya modal bahwa pertumbuhan ekonomi di Jatim 5,5 persen dan inflasi cuma 2,86 persen. Selain itu, perdagangan nasional dan internasional yang surplus. Mereka juga mendapat warisan bahwa struktur ekonomi di Jatim ternyata lebih banyak ditopang oleh IMKM. Sektor ini, sebenarnya tahan digempur krisis ekonomi. Namun, saat ini, IMKM mendapat tantangan besar terkait dengan perkembangan teknologi digital. Hidup mati IMKM akan turut bergantung pada kepiawaian Khofifah-Emil membuat program terobosan di era disrupsi ekonomi ini.
Kesinambungan
Dalam pisah sambut di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (11/2) malam, Soekarwo berharap kepemimpinan Khofifah-Emil meneruskan dan mengembangkan berbagai program yang diyakini baik dan bermanfaat bagi warga Jatim. Jika ada program yang kurang terlihat, KaMil diharapkan mampu membuat terobosan berarti.
Secara terpisah, Saifullah mengatakan, meski dua periode mendampingi Soekarwo memimpin Jatim tetapi rezim ini dirasa tidak meninggalkan “warisan” nyata. Yang dimaksud ialah pembangunan sesuatu yang belum pernah ada menjadi ada tetapi bermanfaat bagi warga Jatim dalam kurun waktu lama.
Saifullah mengakui hubungannya dengan Soekarwo merenggang karena kontestasi 2018. Soekarwo yang Ketua Demokrat Jatim berada di kubu Khofifah-Emil. Padahal, klaim Saifullah, Demokrat pernah berkomitmen akan mendukung Saifullah jika maju dalam pemilihan gubernur. Berpasangan dengan Anggota DPR Puti Guntur Soekarno, Saifullah kalah oleh Khofifah-Emil.
Meski begitu, Saifullah telah menerima kekalahan bahkan berkunjung ke kediaman Khofifah pada Minggu (10/2) malam untuk silaturahim. Kecemasan publik terhadap munculnya gesekan antara Saifullah dan Khofifah di masa depan diyakini tidak terwujud. Selepas berpolitik, Saifullah mengaku ingin bertani.
Khofifah mengatakan, telah menerima berbagai masukan dari Soekarwo dan Saifullah untuk memulai pemerintahan bersama Emil. Mereka akan melanjutkan program pemerintahan KarSa yang baik sekaligus menyinergikan dengan janji politik yakni Nawa Bhakti Satya dalam program ke depan. KaMil memiliki program 99 hari pertama pemerintahan yang terbagi dalam tiga tahap. “Yang pertama kali akan kami lakukan ialah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pencegahan dan pengentasan kasus-kasus korupsi di sini,” katanya.
Jika benar, langkah Khofifah itu strategis. Di era KarSa, ada 15 bupati/wali kota yang dijerat oleh KPK. Sampai saat ini, ada beberapa bupati/wali kota yang masih menjalani persidangan. Itu belum termasuk korupsi yang menjerat anggota DPRD kabupaten/kota, provinsi, dan pejabat teras pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Jika ditotal, tersangka sampai terhukum kasus korupsi di Jatim yang dijerat oleh KPK saja bisa lebih dari 100 orang di era kepemimpinan KarSa.
Hukum dan HAM
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi mengingatkan, dalam isu lingkungan hidup, KarSa punya banyak warisan yang tak mengenakkan. Yang terutama pencemaran limbah B3 di Lakardowo (Mojokerto), pencemaran oleh popok bekas di Daerah Aliran Sungai Brantas hingga pantai-pantai, timbunan sampah plastik dan B3 di bantaran Sungai Brantas, dan kasus-kasus pencemaran oleh pabrik-pabrik.
Di era KarSa pula, lanjut Anggota Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim Purnawan Dwikora Negara, terjadi pembunuhan terhadap petani pelestari lingkungan Salim Kancil di Lumajang. Selain itu, kriminalisasi terhadap pegiat lingkungan Budi Pego di Banyuwangi yang menolak tambang emas. Juga pencabutan izin tambang di Jember.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abd Wachid Habibullah mengingatkan, juga di era KarSa terbit regulasi diskriminatif terhadap kelompok masyarakat. Yang dimaksud ialah Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/94/Kpts/013/2011 tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jatim. Selain itu, Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jatim. “Aturan ini setelah kami kaji tidak memiliki landasan hukum yang kuat sehingga seharusnya dicabut,” katanya.
Sampai saat ini, lebih dari 300 jiwa warga Syiah dari Karanggayam, Omben, Sampang, Pulau Madura, masih mengungsi di Rumah Susun Jemundo, Sidoarjo. Mereka adalah korban penyerangan dan pengusiran pada Desember 2011 yang berulang pada Agustus 2012. Pekerjaan rumah untuk Khofifah-Emil ternyata banyak dan terobosan mereka ditunggu.