Muhammadiyah Usung Gagasan Keberagamaan yang Mencerahkan
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
Sidang tanwir Muhammadiyah akan digelar pada 15-17 Februari mendatang. Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan diundang sebagai tokoh nasional untuk memaparkan pandangan mereka.
JAKARTA, KOMPAS – Kehidupan beragama belakangan ini yang kental diwarnai oleh dinamika politik mengakibatkan terjadinya pembelahan sosial. Pembelahan ini membuat keberagamaan menjadi tidak nyaman, penuh kecurigaan, dan tidak dibarengi dengan semnagat suka-cita. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak spirit keberagamaan warga bangsa, dan menimbulkan keterbelahan bangsa di banyak aspek, utamanya dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.
Untuk menyikapi kondisi kebangsaan, keumatan, dan keagamaan itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengusung tema “Beragama yang Mencerahkan” dalam sidang tanwir kedua dalam periode kepemimpinan pengurus Muhammadiyah hasil Muktamar ke-47. Rencananya, sidang tanwir yang digelar pada 15-17 Februari 2019 di Bengkulu itu menghadirkan dua calon presiden selaku tokoh nasional untuk membawakan pandangan mereka mengenai gagasan “Beragama yang Mencerahkan.”
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Senin (11/2/2019) dalam konferensi pers di Jakarta, mengatakan, sidang tanwir yang merupakan permusyawaratan tertinggi di bawah muktamar akan mengusung empat agenda besar yang berkaitan dengan persoalan organisasi, keumatan, dan kebangsaan. Terkait dengan persoalan organisasi, Muhammadiyah dalam tanwir di Bengkulu akan membahas mengenai perubahan anggaran rumah tangga (ART). Kedua, terkait dengan persoalan keumatan, Muhammadiyah akan menyampaikan pokok-pokok pikirannya soal keumatan dan kebangsaan.
Selain itu, untuk agenda ketiga, tanwir diisi dengan ceramah dari para tokoh nasional, antara lain Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Mu’ti menegaskan, keduanya diundang selaku tokoh nasional, dan tidak dalam kapasitas mereka sebagai calon presiden. Kempat, tanwir akan diisi dengan permusyawaratan yang berkaitan dengan perkembangan dan dinamika persyarikatan Muhammadiyah di tingkat nasional maupun wilayah.
“Tanwir akan dihadiri seluruh ketua dan sekretaris majelis lembaga di tingkat pusat maupun daerah. Para peninjau, dan tokoh-tokoh yang secara khusus kami undang, juga akan hadir dalam tanwir. Menurut rencana tanwir dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla,” kata Mu’ti yang didampingi oleh dua Ketua PP Muhammadiyah, yakni Bahtiar Effendy dan Hajriyanto Y Thohari di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Terkait dengan tema tanwir kali ini, Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah ingin menyampikan pemikiran dan gagsan tentang bagaimana mengangkat dan menempatkan agama sesuai jalan Muhammadiyah. Tema itu sekaligus sebagai respons atas kondisi dan realitas sosial kebangsaan terkini menjelang Pemilu 2019, di mana ditengarai ada gejala spiritualisasi agama, politisasi agama, dan komodifikasi agama.
“Muhammadiyah akan menyampaikan dan mengafirmasi manhaj (jalan/arah yang terang) Muhammadiyah tentang makna dan kedudukan, serta fungsi agama. Kedua, ada beberapa pokok pikiran yang dulu pernah disampaikan Pak Haedar Nashir kepada kedua calon, yakni Pak Jokowi dan Pak Prabowo, tentang garis besar pemikiran Muhammadiyah di masa depan. Pokok pikiran itu akan dielaborasi secara substantif dan lebih luas lagi sesuai masukan sidang tanwir,” kata Mu’ti.
Sejumlah poin akan menjadi penekanan dalam garis besar pemikiran Muhammadiyah itu, yakni peneguhan dan penguatan Pancasila sebagai dasar negara dikaitkan dengan pentingnya menegakkan kedaulatan negara, serta upaya menyelesaikan persoalan ekonomi, peran Indonesia di tingkat global, posisi agama dalam diplomasi Indonesia, dan penguatan kebangsaan.
Atasi pembelahan sosial
Bahtiar menambahkan, dinamika politik yang mewarnai kehidupan beragama di Tanah Air pada tingkatan tertentu baik, karena kemerdekaan Indonesia juga didukung oleh faktor-faktor keagamaan. Dasar negara Pancasila juga menekankan dimensi keagamaan dalam kandungannya.
“Namun, saat ini seolah-olah dinamika agama itu menjadi penyebab pembelahan sosial yang tidak sehat. Dalam banyak hal yang seperti itu memunculkan populisme. Munculnya populisme itu sendiri merupakan reaksi terhadap berkembangnya politik yang dirasa sangat liberal,” kata Bahtiar.
Dihadirkannya dua tokoh nasional yang sekaligus kandidat presiden, menurut Bahtiar, diharapkan bisa memberikan pandangan tentang keagamaan yang mencerahkan. Sesuai jadwal, Jokowi akan diundang untuk memberikan pemaparan mengenai tema keberagamaan yang mencerahkan itu pada Sabtu, 16 Februari, sedangkan Prabowo pada Jumat, 15 Februari.
“Bagaimana kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama bisa bersatu, dan keberagamaan itu tidak menjadi sumber pembelahan sosial politik. Beragama yang mencerahkan sebagaimana menjadi tema tanwir kali ini ingin menumbuhkan spirit keagamaan yang nyaman, senang, dan bergembira. Dalam konteks ini, tidak hanya komitmen warga negara yang ditagih untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetapi juga warga negara juga harus dilindungi oleh NKRI,” ujar Bahtiar.