JAKARTA, KOMPAS – Budaya mengunjungi museum belum berkembang di masyarakat Indonesia, apalagi pada generasi muda. Pemahaman museum sebagai sumber budaya dan pendidikan karakter bangsa justru semakin memudar karena pergeseran nilai di era digitalisasi saat ini.
Sejarawan yang juga Ketua Komunitas Jelajah Budaya Kartum Setiawan menilai, generasi muda perlu dipaksa agar mau berkunjung ke museum. Kesadaran dan keinginan untuk datang ke museum belum muncul dari dalam diri sendiri.
“Kondisi ini jadi tantangan tersendiri untuk mendorong generasi muda mau berkunjung ke museum. Pengelolaan museum seharusnya bisa mengikuti perkembangan zaman dengan menampilkan inovasi terkini di dalam museum,” ujarnya di sela-sela acara Wisata Kota Tua bertajuk “Jejak Memori Perbankan di Batavia” di Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Menurutnya, museum bisa menjadi salah satu media yang menyenangkan untuk menanamkan karakter bangsa pada diri generasi muda. Berbagai kisah dan nilai bangsa tersimpan di dalam museum sehingga bisa menjadi jembatan peradaban bangsa.
Sayangnya, keberadaan museum saat ini masih sebatas tempat menyimpan benda koleksi yang minim inovasi. Museum seakan benda mati yang tidak menarik untuk dipelajari. Padahal, jika didalami, museum bisa menjadi benda hidup yang mengulas berbagai kisah yang berharga.
“Contohnya saja di Kawasan Kota Tua Jakarta. Perubahan zaman bisa dikisahkan dari satu titik ini. Kota Tua yang pernah menjadi pusat pemerintahan, kemudian menjadi pusat perekonomian punya kisah tersendiri bagi perkembangan di DKI Jakarta. Namun, kondisi sekarang, sebagian orang lewat kawasan ini sekadar untuk berlibur tanpa tahu apa yang pernah terjadi sebelumnya,” ujar Kartum.
Kurang menariknya museum untuk dikunjungi disampaikan oleh Nathania (17) siswa SMK Santa Theresia Jakarta. Ia merasa, museum membosankan, menyeramkan, dan kurang menyenangkan. “Kalau ada waktu luang lebih pilih pergi ke mal daripada museum. Mau belajar sejarah juga sekarang bisa lewat Youtube atau cari di internet, lebih gampang,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan Dea Adinda (16) siswa SMK Negeri 27 Jakarta. Ia tidak pernah secara sengaja datang ke museum selain ada kewajiban dari sekolah. Museum dinilai sebagai tempat yang kuno. "Paling isi museum kan barang-barang kuno, foto pahlawan, atau gambar sejarah," ucapnya.
Meski begitu, ia tidak pernah menolak jika ada acara kunjungan ke museum dari sekolahnya. Berkunjung ke museum menjadi lebih menarik karena bersama teman-teman.
Publikasi
Kartum menambahkan, tantangan lain bagi para pengelola museum yaitu publikasi ke masyarakat. Para pengelola perlu lebih gencar mengenalkan museum secara lebih luas melalui berbagai acara dan kegiatan yang kreatif dan dinamis. Melalui cara yang menyenangkan, paradigma masyarakat mengenai museum sebagai tempat menyeramkan dan membosankan bisa dihilangkan.
Upaya itulah yang saat ini mulai dilakukan oleh Museum Kesejarahan Jakarta. Berbagai acara rutin diselenggarakan untuk menggaet masyarakat, terutama generasi muda untuk datang ke museum.
Kepala Satuan Pelayanan Museum Sejarah Jakarta Galih Hutama mengakui, membudayakan masyarakat untuk berkunjung ke museum tidak mudah. Untuk itu, interaksi dengan komunitas dan masyarakat perlu lebih masif dilakukan. Salah satu cara yang telah dilakukan yakni lewat kegiatan Wisata Kota Tua. Kegiatan ini dibukan untuk umum yang diisi dengan kunjungan tematik ke museum-museum di sekitar Kota Tua.
“Kami kerja sama dengan beberapa sekolah agar mengirimkan siswanya ikut dalam acara ini. Harapannya, setelah mereka mengunjungi museum dan menyadari asyiknya belajar dan berwisata ke museum, generasi muda ini akan terbiasa datang ke museum. Publikasi lewat media sosial juga terus dilakukan," ujarnya.