Orientasi Nilai (2): Seberapa Konservatif Generasi Milenial Kita?
Konservatif dalam politik, namun moderat dalam memandang ekonomi. Itulah gambaran orientasi nilai yang dipegang oleh generasi milenial, khususnya yang termasuk ke dalam kategori Generasi Milenial Muda.
Generasi tersebut adalah mereka yang berada dalam kelompok usia 22-30 tahun. Mereka tergolong ke dalam kelompok usia yang sedang berada di masa transisi, antara selesai menempuh pendidikan tinggi hingga anak-anak muda yang baru mulai memasuki dunia kerja dan belum mapan dalam karir.
Gambaran tersebut muncul dari hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan rendahnya skor orientasi nilai politik kelompok Generasi Milenial Muda dibanding rata-rata kelompok usia lainnya.
Baca juga: Orientasi Nilai (1): Inilah Kadar Konservatisme Kita
Jika diukur dalam skala 0 – 2, di mana 0 menunjukkan sikap konservatif dan 2 menunjukkan sikap modernisme, orientasi nilai kelompok ini memiliki skor 1,58. Nilai tersebut relatif lebih rendah daripada generasi di bawahnya maupun generasi di atasnya. Generasi Z (≤22 tahun) misalnya memiliki skor 1,60.
Sementara itu, Generasi Milenial Tua (31-40 tahun) dengan skor 1,62 tahun, justru menjadi generasi yang paling modernis dalam pemikiran politik dibanding generasi-generasi lainnya. Generasi ini adalah orang-orang dalam kelompok umur yang sudah mulai mapan bekerja atau memiliki kepastian yang lebih jelas dalam menekuni karir.
Orientasi Nilai Ekonomi
Berbeda dengan dalam ranah politik, dalam dimensi ekonomi justru sebaliknya, Generasi Milenial Muda menunjukkan kecenderungan yang lebih modernis dibanding kelompok-kelompok usia lainnya. Skor orientasi nilai untuk generasi ini adalah 1,69 atau lebih besar daripada generasi di bawahnya maupun di atasnya.
Hal ini bisa dipahami, mengingat generasi ini adalah kelompok umur yang sedang banyak melakukan coba-coba atau penjajakan terhadap berbagai kemungkinan pekerjaan. Bidang-bidang ekonomi baru sangat menarik perhatian mereka.
Sebaliknya, skor yang paling rendah, 1,65, terdapat pada Generasi Bisu (Silent Generation) yang berusia di atas 71 tahun, artinya generasi ini lebih konservatif dibanding kelompok umur lainnya dalam memandang ekonomi. Mereka cenderung mempertahankan keberlangsungan apa yang sudah ada daripada mencoba hal-hal yang baru.
Orientasi Nilai Sosial
Dalam memaknai kehidupan sosial, rata-rata masyarakat Indonesia terlihat lebih konservatif daripada ketika memandang aspek-aspek politik dan ekonomi. Skor rata-rata untuk orientasi nilai sosial adalah 1,52 atau lebih rendah dari rata-rata di bidang politik yang 1,61 dan bidang ekonomi yang 1,67.
Meskipun kecenderungan konservatif relatif tersebar merata pada semua kelompok umur, namun paling menonjol terlihat pada Silent Generation. Kalangan paling tua dalam kelompok umur tersebut memiliki skor 1,44 yang berarti paling konservatif daripada kelompok umur lainnya.
Pandangan terhadap Ancaman
Semakin muda usia, semakin kental pandangan terhadap kehadiran ancaman dan perlunya menghadapi situasi ini dengan sikap yang tegas. Sebaliknya, semakin tua usia, semakin kuat pandangan terhadap keamanan Indonesia. Pada generasi muda, ancaman terhadap krisis harus dihadapi dengan kepemimpinan nasional (presiden) yang tegas bertindak. Sementara, pada generasi tua saat ini lebih dibutuhkan presiden yang mengayomi semua kalangan, karena mereka memandang saat ini Indonesia aman dan damai.
Pandangan terhadap Pembaruan
Hal-hal baru selalu lebih menarik perhatian bagi kalangan muda dibanding bagi kalangan tua. Sikap moderat dalam politik ini tergambar paling kuat pada Generasi Z yang merupakan pemilih pemula.
Sebanyak 52,9 persen generasi ini berpandangan bahwa mereka cenderung memilih pemimpiin yang memiliki ide baru untuk penyelesaian masalah bangsa, darpada memilih pemimpin yang lebih berpengalaman dalam pemerintahan.
Soal ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan Pemilu Presiden 2019, dengan Jokowi sebagai petahana dan Prabowo Subianto sebagai penantang. Figur Jokowi, bisa dipandang dari dua sisi, sebagai sosok pembaharu sekaligus sebagai petahana yang punya konotasi bertahan.
Bagi generasi yang lebih tua, yang mengalami dan melihat proses naiknya Jokowi ke puncak kekuasaaan, mungkin Jokowi adalah sosok pembaharu yang banyak mendobrak sistem pemerintahan model lama. Implikasinya, model kepemimpinan Jokowi harus dilanjutkan, terlebih karena Ia juga berpengalaman memerintah mulai dari walikota, gubernur, hingga presiden.
Namun, di sisi lain, bagi generasi muda sosok Jokowi bisa dipandang sebagai figur yang melekat pada sebuah tatanan lama manakala diperbandingkan dengan sosok penantang baru.
Kuatnya dukungan kalangan ini kepada Prabowo dan Sandiaga Uno adalah cerminan dari sikap yang secara alamiah memang selalu menginginkan berada di sisi yang baru.
Dalam survei ini, Prabowo-Sandi didukung oleh 45,1 persen Generasi Z (yang baru akan memilih dalam pemilu nanti) dan Jokowi-Ma’ruf Amin didukung oleh 39,2 persen. Pilihan politik kaum belia ini berbeda dengan generasi-generasi di atasnya, terutama mereka yang berusia di atas 30 tahun.
Kepercayaan kepada Otoritas
Meskipun secara umum pandangan moderat lebih mengemuka dalam menilai otoritas politik, namun cukup banyak pandangan konservatif yang mengimbanginya. Rata-rata, 57,2 persen responden berada dalam posisi moderat dengan menaruh perhatian yang cukup tinggi kepada keahlian sebagai basis berdirinya sebuah otoritas politik. Pandangan ini sangat kuat pada Generasi Z dengan persentase 70,6 persen.
Namun demikian, sejumlah 42,1 persen lebih memilih berada dalam sebuah otoritas yang memberi mereka perlindungan keagamaan. Mereka lebih memilih sosok presiden ideal adalah yang didukung oleh tokoh-tokoh agama daripada yang didukung oleh orang-orang yang ahli dibidangnya. Konservatisme dalam memandang otoritas paling menonjol terlihat pada Generasi Baby Boomers (53-71 tahun).
Mereka generasi adalah yang terlahir atau mengalami masa remaja ketika Indonesia mengalami keemasan yang tercipta dari penambangan minyak bumi tahun 1970-an, ketika sumber daya alam itu sedang booming dan berdampak pada munculnya gaya hidup baru. Saat itu penetrasi kekuasaan Orde Baru sedang mulai berkembang.
Ukuran Moralitas
Generasi Milenial Muda memperlihatkan diri sebagai generasi yang paling konservatif dalam memandang kepemimpinan politik sejauh berkaitan dengan penerapan nilai-nilai moral. Dibanding generasi di atasnya yang sudah lebih lama bersentuhan dengan tradisi dan gaya hidup, Generasi Milenial Muda lebih keras dalam membentuk visinya untuk menolak kepemimpinan yang membiarkan keberadaan kaum homoseksualitas dan waria. Sebanyak 51,6 persen lebih memilih untuk menolak pemimpin yang membiarkan eksistensi kaum tersebut.
Sebaliknya, generasi Baby Boomers merupakan kelompok umur yang paling toleran dalam memandang aneka budaya dan komunitas yang berbeda. Sebanyak 63,4 persen generasi ini lebih memilih pemimpin yang melindungi semua kelompok masyarakat.
Langkah Proteksi
Meskipun terlihat keras dalam beberapa hal, namun Generasi Milenial Muda terlihat lebih lunak dalam memandang permasalahan internasional. Generasi yang sedang berada dalam masa-masa penjajakan atas segala kesempatan berusaha atau berkarir ini lebih bersikap luwes dalam menghadapi risiko yang dapat mempersempit peluang mereka berusaha.
Terganggunya hubungan antarnegara dapat berimplikasi pada menyempitnya peluang meraih usaha, sehingga tidak berlebihan jika 90,6 persen generasi ini lebih suka mengambil langkah-langkah perundingan jika ada permasalahan dengan pihak asing. Sebagai perbandingan, hanya 77,8 persen dari Silent Generation yang sependapat dengan langkah itu. (LITBANG KOMPAS)
Metode Penelitian
Survei tatap muka ini diselenggarakan Litbang "Kompas" dari tanggal 24 September – 5 Oktober 2018. Sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi Indonesia. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, “margin of error” penelitian +/- 2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.