BANDA ACEH, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Aceh mengeluarkan surat imbauan kepada dinas-dinas dan pemerintah kabupaten/kota supaya memprioritaskan penggunaan produk lokal dalam setiap kegiatan pemerintahan. Langkah itu disambut positif oleh pelaku usaha lokal karena pasar kian terbuka dan produksi akan tumbuh.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh Muhammad Raudhi, Selasa (12/2/2019), di Banda Aceh, mengatakan, surat imbauan itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada 25 Januari 2019. Surat itu telah didistribusikan kepada dinas, badan, pemkab/pemkot, dan instansi vertikal yang ada di Aceh.
Raudhi mengatakan, kebijakan itu dijalankan sebagai upaya mendukung pertumbuhan industri kecil menengah di Aceh. Saat ini pertumbuhan industri kecil menengah di Aceh sangat baik, mulai dari produk sabun, parfum, kuliner, minuman kemasan, hingga kerajinan tangan. ”Mulai sekarang, kegiatan pemerintah akan menggunakan produk lokal,” ujarnya.
Raudhi mencontohkan, dalam setiap rapat dan acara pemerintahan, bagian umum pasti membelanjakan makanan dan air mineral kemasan. Selama ini, air mineral kemasan sering digunakan produk pabrikan luar yang sudah terkenal di pasaran. Namun, kini akan diganti dengan air kemasan produksi lokal.
”Saat ini, saya sedang melakukan pendataan jumlah produksi air kemasan di Aceh,” kata Raudhi.
Kebijakan itu harus dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku industri lokal dengan cara meningkatkan kualitas produk. Kini produk lokal mulai mampu bersaing dengan produk pabrikan. Salah satu contoh, lanjut Raudhi, produk sabun cuci piring berbahan baku belimbing yang pada bulan lalu mendapat penghargaan di London, Inggris.
Pemilik usaha sabun cuci piring Mak Rah Pireng yang berpusat di Banda Aceh, Zahrul Mirza, menuturkan, kebijakan pemerintah mengutamakan penggunaan produk lokal sangat positif bagi dunia industri kecil menengah di Aceh. Sebab, lanjutnya, serapan produk di pasaran akan meningkat dan citra produk lokal juga semakin baik.
Kebijakan pemerintah mengutamakan penggunaan produk lokal sangat positif bagi dunia industri kecil menengah.
”Jika warga Aceh mau menggunakan produk lokal, dengan sendirinya produk kita akan mampu bersaing dengan produk pabrikan skala besar,” kata Mirza.
Mak Rhah Pireng saat ini juga sudah memiliki kontrak dengan beberapa hotel dan rumah makan di Banda Aceh, artinya produk ini kian mendapat tempat di pasaran.
Tantangan selanjutnya, kata Mirza, pihaknya harus meningkatkan produksi, mempertahankan kualitas produk, menjaga kepercayaan konsumen, dan mengembangkan perusahaan.
Menurut Mirza, butuh investasi Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar untuk membangun tempat produksi, gudang, dan pengadaan peralatan produksi. Pihaknya membuka diri untuk bekerja sama dengan investor.
Dosen Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saifullah Muhammad, menuturkan, kebijakan itu akan membuka pasar yang besar bagi produk lokal. Selama ini, produk lokal kalah bersaing dengan produk pabrikan skala besar.
”Kebijakan itu merupakan bentuk perlindungan dan keberpihakan pemerintah terhadap industri kecil dan menengah di Aceh,” kata Saifullah.
Namun, ujarnya, kebijakan itu harus dibarengi juga dengan pembinaan dan akses permodalan. Sebab, tanpa pengembangan sumber daya manusia dan alat kerja, produk lokal tetap akan sukar bersaing dengan produk pabrikan.