Polisi Periksa Kejiwaan Remaja yang Mengamuk Seusai Ditilang
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Polisi memeriksa kondisi psikologis AS (21), tersangka yang diduga membeli motor hasil penggelapan di Tangerang Selatan. Alasan dari pemeriksaan psikologis itu adalah AS mengamuk dengan menghancurkan motornya sendiri saat ditilang polisi pada Kamis (7/2/2019).
Kasatreskrim Polres Tangerang Selatan Ajun Komisari Alexander Yurikho mengatakan, AS dibawa ke Bagian Psikologi Biro SDM Polda Metro Jaya. Ia tidak mau berspekulasi atas kelanjutan kasus AS jika ia terbukti mengalami gangguan jiwa.
”Ya, belum toh, kan butuh beberapa hari untuk pemeriksaan. Saya tidak mau berandai-andai, ditunggu saja hasilnya,” kata Alex, Selasa (12/2), di Tangerang Selatan.
AS diduga membeli sepeda motor hasil penggelapan pada Desember 2018 melalui media sosial Facebook, lewat orang tidak dikenal, seharga Rp 3 juta. Sepeda motor jenis Honda Scoopy itu merupakan milik Nur Ichsan.
Sekitar enam bulan lalu, Nur menggadaikan sepeda motornya kepada D dengan nilai gadai Rp 6 juta. Nur menyerahkan sepeda motor beserta STNK kepada D. Ketika hendak menebus, D menghilang.
Sepeda motor itu kemudian dilego di media sosial Facebook. Sepeda motor inilah yang dibeli oleh AS. Hingga kini, D belum tertangkap.
Kasus penjualan sepeda motor hasil penipuan itu terungkap setelah AS mengamuk dengan menghancurkan motornya sendiri saat ditilang pada Kamis (7/2) di Jalan Letnan Soetopo atau di depan Pasar Modern BSD Serpong, Tangerang Selatan. Polisi mengecek kelengkapan dokumen kendaraan tersebut. Ternyata, pelat nomor kendaraan yang terpasang tidak sesuai dengan STNK.
AS terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun atas perbuatannya itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 327 KUHP, Pasal 378 KUHP juncto Pasal 480 KUHP, Pasal 233 KUHP, dan Pasal 406 KUHP.
Sebelumnya, Kompas menelusuri tempat kerja AS di Pasar Modern BSD Serpong. AS bekerja sebagai karyawan kopi gerobak di kawasan itu. Dari sini diketahui AS bertingkah sebagaimana remaja biasa.
Yayat dan Bayu, karyawan toko gorden pintu yang berada di sebelah gerobak AS, menuturkan, AS sama halnya dengan mereka. Di waktu senggang, mereka ngobrol soal kerjaan masing-masing. Sekali waktu, mereka main gim bersama sembari minum kopi.
Sundari (24), kakak perempuan AS yang tinggal di Kelurahan Rawa Mekar Jaya, Serpong, mengaku kaget ihwal adiknya yang mengamuk ketika ditilang polisi. Menurut dia, AS termasuk anak pendiam dan tidak pernah marah-marah kepada keluarga. Bahkan, AS menjadi tulang punggung keluarga dengan membiayai kedua orangtua mereka yang indekos di samping rumah Sundari.
Kasus AS menjadi bahan pembicaraan warga di sekitar rumah Sundari. Ada yang mengatakan AS sok jagoan. ”Pas ditilang ngamuk-ngamuk. Eh, waktu ditangkap nangis,” celetuk warga. Saat konferensi pers di Kantor Polres Tangerang Selatan, Jumat (8/2), AS meminta maaf atas perbuatannya sambil meneteskan air mata.
Dihubungi secara terpisah, kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, berpendapat, pemeriksaan psikologis terhadap AS tidak akan meringankan ancaman hukuman yang diberikan kepadanya. Menurut Meliala, hal yang dapat meringankan itu adalah ketika pelaku sakit jiwa dalam kadar tidak mampu lagi bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya. Hal itu termaktub dalam Pasal 44 KUHP.
”Dalam kasus AS, itu jauh dari ranah Pasal 44 KUHP. Artinya, dia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Meliala. (INSAN AL FAJRI)