JAKARTA, KOMPAS — Dua bulan menjelang Pemilihan Umum 2019, pengetahuan masyarakat tentang pemilu, khususnya pemilihan legislatif, dinilai masih rendah. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mulai dari tatap muka hingga aksi yang bersifat massal.
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, di Jakarta, Selasa (12/2/2019), menilai, pengetahuan pemilih mengenai Pemilihan Legislatif 2019 dan para calon anggota legislatif yang berkontestasi di dalamnya pada tahun ini cenderung rendah. Hal itu karena perhatian masyarakat lebih besar pada pemilihan presiden karena sistem pemilu serentak.
”Kita perlu berupaya agar penyelenggara dapat mengingatkan bahwa pemilu kali ini lebih rumit dan masyarakat perlu waktu lebih untuk mengetahui para caleg DPR dan DPRD provinsi atau kabupaten. Untuk itu, penyelenggara harus betul-betul menyediakan informasi dengan lebih optimal,” ujar Hadar.
Berkaca pada hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, sebanyak 55,4 persen publik belum mengetahui nomor urut partai politik peserta Pemilu 2019 yang akan dipilih. Sementara 41,3 persen menjawab telah mengetahui dan 3,3 persen lainnya menjawab tidak tahu. Jajak pendapat dilakukan pada 28-29 November 2018 dengan total 489 responden.
Hadar menilai, untuk meningkatkan pengetahuan pemilih terhadap caleg yang akan dipilihnya nanti, KPU harus membuka akses informasi yang seluas-luasnya bagi para pemilih.
”Jadi, tentang riwayat hidup (caleg) itu harus didorong untuk dibuka semuanya, termasuk tentang caleg yang dalam proses pidana. Jangan berlama-lama karena masyarakat perlu mengetahuinya. Pengumuman ini juga harus dipublikasikan secara luas,” kata Hadar.
Selain penyelenggara pemilu, peserta pemilu, yakni partai politik, menurut Hadar, juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik para pemilih. Langkah pertama yang dapat dilakukan parpol adalah dengan cara tidak melakukan politik uang.
”Kalau caleg partainya benar yang terbaik, ingatkan pemilih untuk jangan memilih caleg partai lain yang membeli suara,” ungkapnya.
Pada Pemilu 2019, KPU menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 192.828.520 orang. Adapun KPU menargetkan sebesar 77,5 persen masyarakat ikut berpartisipasi memberikan hak suara.
Sosialisasi pemilu
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU telah melakukan sosialisasi mengenai pemilu secara tatap muka kepada para pemilih. Sosialisasi itu dilakukan melalui gerakan yang bersifat massal seperti jalan sehat bersama dan mengunjungi sekolah, pesantren, serta perguruan tinggi di sejumlah daerah.
”Kami bertemu dengan komunitas-komunitas terbatas sampai dengan jumlah yang massal. KPU juga membuat iklan melalui media massa cetak dan elektronik. Jadi, kami pada 2019 ini kami akan tingkatkan kuantitasnya,” katanya.
Selain itu, KPU juga terus mengumpulkan hasil riset dan survei dari media ataupun lembaga riset lainnya terkait dengan pengetahuan masyarakat di sejumlah daerah tentang pemilu.
Dengan bekal data itu, KPU akan bergerak lebih intens dan masif untuk menyosialisasikan hal-hal terkait dengan pemilu. Salah satunya sosialisasi tata cara memilih pada surat suara di daerah-daerah yang tingkat pengetahuan pemilihnya masih rendah.
Arief menambahkan, selain penyelenggara pemilu, partai politik sebagai peserta pemilu DPR dan DPRD juga harus melakukan pendidikan politik kepada konstituennya. ”Jangan hanya pasangan capres-cawapres yang bergerak melakukan kampanye. Peserta pemilu yang lain juga harus berkampanye dan memberikan informasi kepada publik,” katanya.