Suparto Wijoyo Tak Sreg Jadi Panelis Debat Calon Presiden
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Wijoyo menyampaikan alasan pengunduran diri dari tim panel debat II calon presiden.
“Pertama, saya masih terlibat dalam lembaga pemerintahan, Kedua, saya merasa kebebasan akademik dibatasi,” ujar Suparto saat dihubungi di Surabaya, Selasa (12/2/2019).
Suparto dikenal sebagai pengajar hukum lingkungan. Selain itu, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Unair. Suparto juga menjabat Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah dan Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Unair.
Saat ditanya lembaga pemerintah mana yang dimaksud, Suparto menolak memberikan jawaban. Suparto pernah menjadi tenaga ahli pada DPRD Jawa Timur dan asisten ahli Menteri Lingkungan Hidup. “Saya masih terlibat di lembaga pemerintahan. Akan sulit bagi saya menjadi panelis,” katanya.
Suparto menyatakan, berterima kasih kepada Komisi Pemilihan Umum yang telah menunjuk dirinya sebagai tim panel debat II calon presiden. Debat akan dilaksanakan pada Minggu (17/2). Debat ini berbeda dengan sebelumnya karena hanya melibatkan kandidat pemimpin nasional yakni Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Debat bertema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan infrastruktur. Adapun pengunduran diri Suparto terkonfirmasi saat tidak hadir dalam penandatanganan pakta integritas, Sabtu (9/2) di Jakarta di hadapan Ketua KPU Arief Budiman.
KPU diketahui tidak akan mencari pengganti Suparto. Tim panel debat II menjadi tujuh orang yakni Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Joni Hermana, Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pengembangan Agraria Dewi Kartika, pakar pertambangan Institut Teknologi Bandung Irwandy Arif, pakar lingkungan hidup Universitas Diponegoro Sudharto Hadi, dan pakar energi Universitas Gadjah Mada Ahmad Agustiawan.
Suparto mengatakan, para panelis dalam merumuskan pertanyaan untuk debat II dilakukan secara tertutup. Di sisi lain, Suparto dikenal aktif menulis esai dan artikel di media cetak, media siber, dan media sosial. Semangat menjaga kerahasiaan pertanyaan untuk debat, lanjut Suparto, membatasi kebebasan akademik dirinya untuk selalu menyampaikan pandangan dan kritik.
“Justru ketika berada di luar panel, saya masih bisa tetap melancarkan kritik kepada kandidat,” ujar Suparto. Misalnya, kritik terhadap penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menjadi KLHK. Suparto menilai, kegiatan KLHK saat ini lebih mengedepankan kegiatan sosial melalui sertifikat perhutanan sosial. Program itu dikritik karena tak menjamin kedaulatan ekologi atau kelestarian hutan itu sendiri.