Kementerian Kelautan dan Perikanan menandatangani kerja sama dengan TNI untuk memperkuat pengamanan dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
JAKARTA, KOMPAS — Komitmen tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Penguatan Ketahanan Pangan dan Pengamanan Sektor Kelautan dan Perikanan yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (11/2/2019).
Kerja sama itu antara lain melalui pengerahan kekuatan armada dan infrastruktur untuk menangkap kapal-kapal pencuri ikan dan biota laut lain. Kerja sama berlaku dalam jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Dengan berlakunya nota kesepahaman itu, kesepakatan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut tentang Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan pada 1 Desember 2014 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Hadi menyatakan, pihaknya akan bersinergi dengan KKP menjaga sumber daya kelautan dan perikanan. TNI memiliki infrastruktur yang dibutuhkan KKP dan bisa digelar di mana saja.
Indonesia dinilai kaya sumber daya ikan. Jika sumber daya itu bisa dijaga dan dikelola dengan baik, tidak hanya masyarakat pesisir yang merasakan manfaatnya, tetapi juga industri perikanan nasional.
”TNI akan mendukung KKP menjaga laut agar bisa dikelola dengan baik tanpa gangguan dari dalam dan luar (negeri). Kami siap menggelar kekuatan jika diperlukan, mulai dari menangkap pelaku pencuri benur, biota laut, flora, dan fauna,” ujarnya.
Menurut Susi, kerja sama KKP dengan TNI selama ini sudah berjalan dengan baik melalui Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Satgas 115). Nota kesepahaman kedua institusi itu merupakan upaya memastikan sumber daya kelautan dan perikanan tetap terjaga. TNI mengemban tugas membantu KKP secara langsung dalam hal kedaulatan, penegakan hukum, dan kemampuan untuk menangkap dan memastikan sumber daya kelautan dan perikanan berkelanjutan untuk generasi mendatang.
”Laut masa depan bangsa sebagai slogan dan visi pemerintah tidak mungkin terlaksana jika TNI tidak bersama KKP menjaga (laut),” kata Susi yang juga Komandan Satgas 115.
Kapal pencuri
Susi menambahkan, pemerintah melarang pemakaian alat tangkap cantrang, pukat harimau (trawl), dan sejenisnya yang tidak ramah lingkungan meskipun masih memberikan kelonggaran pemakaian alat tangkap tersebut. Dari 960 kapal cantrang, sebanyak 200 kapal di pantai utara Jawa telah beralih alat tangkap dan bergeser wilayah tangkapan ke Laut Arafura.
Saat ini, kapal-kapal Indonesia telah mengisi Laut Arafura yang sebelumnya didominasi kapal ikan asing. Namun, tidak dimungkiri kapal ikan asing terus berusaha masuk ke perairan Indonesia. Kapal-kapal asal China dan Thailand, misalnya, membangun pangkalan di Papua Niugini, Timor Leste, dan sekitar Laut Natuna.
Sementara itu, alih muatan ikan atau transshipment di laut lepas dekat zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) masih berlangsung. Kemampuan armada pengawasan KKP tidak sebesar TNI dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan. Sepanjang tahun ini, KKP akan mengerahkan kapal pengawas dengan jumlah hari operasional 84 hari, kapal cepat 30 hari, dan pengawasan udara 84 hari.
Alih muatan ikan atau transshipment di laut lepas dekat zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) masih berlangsung.
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa menambahkan, manfaat kerja sama sangat besar bagi Satgas 115. ”Kunci dari kesepahaman ini adalah bantuan penggunaan kekuatan untuk pengamanan dan pengawasan,” katanya.
Tren jumlah kapal ikan ilegal yang tertangkap petugas, menurut data KKP, cenderung turun, yakni dari 102 kapal pada 2015 menjadi 163 kapal pada 2016, lalu 132 kapal pada 2017 dan 109 kapal pada 2018. Namun, pencurian ikan masih terjadi dan kapal-kapal ikan ilegal yang ditangkap didominasi dari negara-negara tetangga.