Derajat kesehatan masyarakat di sejumlah daerah perlu ditingkatkan. Hal itu penting dilakukan karena kualitas kesehatan berpengaruh besar pada pembangunan sumber daya manusia.
TANGERANG, KOMPAS —Faktor kesehatan berpengaruh pada peningkatan mutu sumber daya manusia. Karena itu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajaran pemerintah daerah agar memperbaiki mutu layanan kesehatan di wilayah mereka.
”Infrastruktur dan sumber daya manusia merupakan syarat mutlak agar kita bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan melompat ke negara maju,” kata Presiden Joko Widodo, dalam pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2019, di Tangerang, Selasa (12/2/2019). Acara itu dihadiri sekitar 2.000 peserta, antara lain, pejabat dinas kesehatan dari sejumlah daerah.
Menurut Presiden, kesehatan adalah aspek dasar dalam menyiapkan manusia unggul. Namun, Indonesia menghadapi masalah kesehatan mendasar antara lain, tingginya angka tengkes (stunting atau tubuh pendek karena kurang gizi kronis) dan tingginya angka kematian ibu.
Prevalensi anak balita tengkes Indonesia 2014 adalah 37 persen. Tahun 2017, angkanya turun menjadi 29,6 persen. Sementara angka kematian ibu pada 2012 mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pada 2015, angkanya turun jadi 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Meski trennya menurun, Presiden mengingatkan levelnya masih tinggi. Untuk itu, pemerintah berkomitmen menurunkan angka tengkes dan angka kematian ibu. Untuk itu, Presiden menginstruksikan semua kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota berkonsentrasi pada persoalan itu.
”Tolong hal sangat basis ini diperhatikan. Negara lain lebih maju dengan meningkatkan teknologi, sedangkan kita berkutat dengan stunting serta kematian ibu,” kata Presiden.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, pemerintah akan terus mendukung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Pada awal Februari lalu, pemerintah pusat mengucurkan dana bagi BPJS Kesehatan Rp 6,38 triliun dan awal Maret nanti diberikan Rp 2,1 triliun.
Awal April, pemerintah menyuntikkan dana Rp 5,3 triliun bagi BPJS Kesehatan. ”Pemerintah selalu membayar kebutuhan PBI (penerima bantuan iuran) di depan,” ujarnya.
Defisit terbesar BPJS sering terjadi pada peserta mandiri yang bekerja di sektor informal dan bukan pekerja. Presiden menuturkan, dalam kunjungannya ke beberapa rumah sakit, didapati sejumlah tunggakan. Masalah itu harus ditangani bertahap dan terus menjalankan program itu karena bermanfaat bagi banyak warga.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, cakupan kesehatan semesta tak hanya pencapaian jumlah peserta JKN-KIS, melainkan rangkaian holistik, strategis, dan integral dari semua upaya pembangunan kesehatan pada semua siklus kehidupan manusia.
Cakupan kesehatan semesta juga terkait tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Dalam SDGs disebutkan, pada 2030 ditargetkan tak ada satu orang pun tak menikmati hasil pembangunan berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, perlu kolaborasi pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan mutu fasilitas kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta JKN-KIS.
Dalam pertemuan itu, Presiden berdialog dengan beberapa pejabat dinas kesehatan. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kutai Barat Barnabas menuturkan, wilayahnya kekurangan tenaga medis. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna Rizal Rinaldi menyatakan, layanan kesehatan terhambat kondisi geografis yang sulit dijangkau. (PDS/LAS)