Industri Petrokimia Diperkuat untuk Kurangi Impor Bahan Baku Tekstil
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Meskipun tekstil menjadi salah satu unggulan ekspor, bahan baku untuk industri tekstil masih mengandalkan impor. Oleh sebab itu, pemerintah berencana memperkuat industri petrokimia dalam negeri sebagai jalan keluar impor bahan baku tersebut.
Salah satu produk industri petrokimia ialah nilon yang dapat menjadi bahan baku industri tekstil. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, penguatan industri petrokimia dalam negeri menjadi salah satu langkah yang menopang hulu industri tekstil agar tak bergantung impor.
Adapun bentuk penguatan tersebut ialah mendorong investasi. “Industri tekstil menjadi salah satu produk prioritas dari sektor manufaktur dalam 5 tahun mendatang. Penguatan sektor ini menjadi penting, terutama dalam rantai nilai global,” tutur Bambang saat ditemui di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Harapannya, penguatan di hulu industri tekstil dapat meningkatkan daya saing produk di pasar global. Bambang mengatakan, industri tekstil sebagai salah satu prioritas manufaktur turut dibahas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024.
Sepanjang 2015 – 2017, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat, pergerakan ekspor tekstil cenderung diikuti oleh peningkatan impor bahan baku. Nilai ekspor 2015-2017 secara berturut-turut berkisar, 12,28 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada 2015; 11,83 miliar dollar AS pada 2016; dan 12,54 milar dollar AS.
Adapun nilai impornya secara berturut-turut berada di angka 7,98 miliar dollar AS pada 2015; 8,16 miliar dollar AS pada 2016, dan 8,8 miliar dollar AS pada 2017. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy mengatakan, impor tersebut didominasi oleh bahan baku dan bahan penolong industri tekstil.
Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja berpendapat, seharusnya pemerintah telah memperhatikan penguatan industri hulu sejak 5 tahun lalu.
“Industri petrokimia menghasilkan beragam produk turunan, salah satunya nilon sebagai bahan baku untuk tekstil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Achmad mengatakan, bentuk penguatan industri petrokimia berupa investasi untuk menambah kilang (refinery). Dia menilai, pemerintah yang mesti melakukan investasi ini karena bersifat jangka panjang dan risiko tinggi.
Adapun jangka waktu rata-rata investasi tersebut, menurut Achmad, sekitar 10 tahun. Sepanjang lima tahun pertama biasanya merupakan perencanaan industri.
Selain itu, penguatan industri petrokimia mesti menyeluruh, dari hulu ke hilir. “Pemerintah juga mesti memikirkan integrasi industri. Kajian perencanaannya harus mencakup kondisi industrialisasi nasional,” katanya.