JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum akan memeriksa kemungkinan adanya kesalahan pada sistem informasi pencalonan pemilu atau silon. Hal ini untuk mengetahui dan memastikan ada atau tidaknya kesalahan teknis yang membuat data pribadi calon anggota legislatif tidak dapat dibuka.
“Nanti akan kami lihat, apakah kesalahan ada di tempat kami atau dari caleg. Karena pada dasarnya data di silon itu mereka (caleg) sendiri yang mengisi,” ujar Ketua KPU Arief Budiman di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Berdasarkan catatan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), caleg yang paling banyak tidak bersedia mempublikasikan data pribadinya berasal dari Partai Demokrat (99,30 persen), Partai Hanura (99,06 persen), PKPI (97,08 persen), Partai Garuda (94,69 persen), dan Partai Nasdem (58,09 persen).
Sementara caleg yang paling banyak bersedia mempublikasikan data pribadinya berasal dari Partai Golkar (99,83 persen), Partai Berkarya (99,46 persen), PPP (97,83 persen), PAN (94,26 persen), dan Partai Perindo (94,01 persen).
Menanggapi hal ini, Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon menilai, terdapat semacam kesalahan teknis dari pihak atau situs KPU sehingga beberapa profil caleg tidak dapat dibuka. Ia mengungkapkan bahwa profilnya juga tidak dapat dibuka di situs KPU.
“Saya justru ingin profil saya dibuka. Lagipula saya tidak pernah menandatangani dokumen apapun yang menyatakan bahwa saya melarang profilnya dibuka,” ujar Jansen, yang maju sebagai caleg DPR Daerah Pemilihan Sumatera Utara III.
Selain itu, Jansen menegaskan bahwa pihak Partai Demokrat tidak pernah melarang profil para calegnya untuk dibuka ke publik. “Diterima masuk DCT artinya sudah lengkap semua syaratnya. Jadi ada kesalahan teknis itu berarti. Bukan karena kami melarang profil kami dibuka,” katanya.
Hak merahasiakan
Sebelumnya, Anggota KPU Ilham Saputra meyebutkan sebanyak 2.049 orang dari 8.037 caleg tidak bersedia membuka profil atau data pribadinya ke publik. Data mengenai profil caleg tersebut dapat diakses melalui situs resmi KPU.
Adapun data yang dipublikasi antara lain jenis kelamin caleg, usia, riwayat pendidikan, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, status khusus (mantan terpidana/bukan mantan terpidana), alasan menjadi caleg, dan target atau sasaran jika terpilih menjadi anggota legislatif.
Meski demikian, caleg juga memiliki hak untuk merahasiakan data pribadinya ke publik yakni saat mengisi formulir bakal calon (BB2) yang diserahkan saat pendaftaran. Dalam formulir tersebut, setiap caleg diperkenankan untuk mempublikasikan atau tidak mempublikasikan profil dan data dirinya.
Selain itu, KPU juga tidak dapat membuka data caleg yang tidak bersedia mempublikasikan riwayat dan profil dirinya. Sebab, setiap data pribadi tidak dapat disebarluaskan tanpa persetujuan yang bersangkutan karena menyangkut hak konstitusional seseorang sebagai warga negara. Hal ini juga sesuai aturan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Arief mengatakan, KPU tetap mengimbau semua caleg agar bersedia mempublikasikan profil dan data pribadinya ke publik. Hal ini bertujuan agar pemilih memiliki referensi mengenai caleg di daerah pemilihannya masing-masing yang nantinya menjadi pertimbangan dalam memilih.