Menjaga Jakarta, Menjaga Rumah Bersama
Saat resmi menjabat Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, akhir Januari lalu, Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono seperti pulang kembali ke rumah. Segudang pekerjaan menunggu, termasuk turut menyukseskan pesta demokrasi pemilihan umum dan menjaga kestabilan keamanan serta ketertiban Ibu Kota.
Senin (11/2/2019), Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono berbincang dengan Kompas di kantornya di Lantai 3 Gedung Promoter, Kompleks Polda Metro Jaya. Ia banyak menjelaskan bagaimana jajarannya melihat tugas menjaga Jakarta dan sekitarnya pada tahun politik 2019 ini sebagai tantangan. Gatot menegaskan kebutuhan polisi untuk bersinergi dengan semua pihak agar bisa menjawab tantangan itu.
Berikut petikan perbincangan dengan Irjen Gatot Eddy Pramono. Laporan lengkap wawancara dapat dibaca di Kompas.id, hari ini.
Bagaimana rasanya kembali bertugas di Jakarta?
Jakarta ini rumah bagi saya. Kebetulan, sejak perwira menengah dan perwira tinggi ini, saya banyak bertugas wilayah di Polda Metro. Setidaknya, karakteristik, kondisi sosial masyarakatnya, saya cukup paham.
Jelang pilpres, ada persiapan khusus?
Pemilu, ya? Saya selalu menyampaikan, pemilu adalah bagian dari implementasi demokrasi. Pemilu 2019 berbeda dengan Pemilu 2014. Ini pemilihan serentak anggota legislatif, sekaligus presiden-wakil presiden. Tentu ada potensi kerawanan yang dulu bisa muncul lagi, dan mungkin ada hal-hal baru, ini kami antisipasi.
Kita berharap, pada pertarungan ini, yang diadu adalah ide, gagasan, program, termasuk masyarakat bisa melihat track record masing-masing. Ini yang diadu. Janganlah menggunakan black campaign, berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian.
Masyarakat yang akan menilai pemilu ini berkualitas, demokrasi yang berkualitas. Suatu demokrasi sesuai yang diharapkan masyarakat.
Lalu, apa yang sudah, sedang, dan terus dilakukan?
Ada Cipta Kondisi melalui Satgasda (Satuan Tugas Daerah) Nusantara—saya (masih) sebagai Kepala Satgas Nusantara. Satgasda ini bertugas meminimalkan isu-isu provokatif, terkait isu primordialisme, isu SARA, supaya tidak berkembang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi, politik itu boleh memanas, masyarakat boleh terpolarisasi. Ini dilegitimasi, dibolehkan. Yang tidak boleh, sampai overheat hingga meledak. Polarisasi boleh, tetapi tidak boleh terjadi gesekan.
Caranya bagaimana, kita harus menjadi cooling system. Ya, TNI, Polri, dan pemangku kepentingan terkait, dan seluruh komponen masyarakat. Kuncinya, kita bersinergi. Harus bersama-sama, KPU, Bawaslu, pemangku kepentingan lainnya, bekerja bersama menjadi sistem pendingin. Artinya, kita semua, termasuk media.
Langkah lainnya?
Langkah berikutnya adalah Operasi Mantap Brata. Ini operasi untuk tugas pengamanan pada setiap tahapan pemilu. Mulai pengamanan tempat pemungutan suara (TPS) yang polanya sudah diatur. Ada TPS kurang rawan, rawan, sangat rawan. Pengamanan obyek-obyek vital. Personel yang terlibat sekitar 153.000 dari unsur gabungan ini (bersama TNI dan lainnya).
Kalau kerawanan terkait pemilu?
Kami ingin menunjukan, Polri itu dekat dan bagian dari masyarakat. Karena konsep pemolisian kita sekarang itu, yang disebut democratic policing, yaitu bagaimana polisi bisa memahami apa yang menjadi harapan masyarakat, sekaligus mampu mengantisipasi perkembangan potensi kerawanan di dalam alam demokrasi, dengan adanya arus globalisasi, demokrasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Democratic policing dilakukan dengan proactive policing. Artinya, ketika ada fenomena sosial, walaupun masih embrio, yang dapat menimbulkan gangguan kamtibmas apa saja, langsung kita rendam. Kemudian, langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah langkah terakhir.
Kasus-kasus kecil selama bisa diselesaikan, ya, diselesaikan dengan community policing. Dengan para babinkamtibmas, lurah, babinsa, dan tokoh masyarakat. Selesaikan di sana, tidak perlu dibawa ke ranah hukum, kecuali tidak bisa ketemu baru dibawa ke ranah hukum.
Terorisme masih ancaman di DKI Jakarta?
Begini, potensi ancaman itu tetap kita antisipasi. Kami berkoordinasi dan bersinergi dengan Detasemen Khusus 88 Polri, melakukan langkah-langkah. Ada langkah pencegahan dan pola-pola untuk mengantisipasi kelompok ini dengan cara kontraradikalisasi. Kami bekerja sama dengan Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Tentu tidak bisa Polri sendiri. Polri bekerja sama dengan tokoh agama, Menristek dan Dikti, Mendikbud, semua memberikan pencerahan, sehingga mereka yang berpotensi terpapar menjadi tidak terpapar.
Kalau penanganan kejahatan umum, apa yang dilakukan?
Kami memiliki tiga kebijakan promoter. Pertama, peningkatan kinerja; kedua, perubahan kultur; ketiga, manajemen media. Di dalam peningkatan kinerja, ada satu poin di situ, pemeliharaan kamtibmas. Kami ingin memastikan konflik sosial tidak terjadi.
Kalau terjadi konflik sosial akan pengaruh sekali, apalagi kalau meluas, investor takut ke sini. Karena itu, kami betul-betul menjaga masalah ini. Apalagi, di tingkat provinsi ada tim penanganan konflik sosial terpadu. Kami bersama-sama di situ. Kami fokus menanganinya, tetapi tidak mengabaikan hal lain, seperti kejahatan jalanan atau konvensional. Nanti, kalau ini diabaikan, bisa terjadi orang takut keluar rumah malam hari. Muncul fear of crime. Jangan sampai terjadi.
Bagaimana terkait kebijakan penindakan tegas, termasuk penembakan kepada pelaku kejahatan?
Salah satu langkah pencegahan adalah dengan pemasangan CCTV. Kami sudah punya command center CCTV itu. Kami sudah koordinasi dengan pemda. Di samping itu, kami melakukan kegiatan rutin yang ditingkatkan di daerah rawan, seperti patroli dan razia senjata tajam dan bahan peledak.
Apakah kami akan melakukan tindakan keras? Itu semua sudah diatur dalam regulasi. Aturan-aturannya sudah jelas, ada Pasal 48, 49, 50, 51 dalam KUHP. Kalau membahayakan orang lain atau membahayakan petugas polisi, bisa melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai SOP yang ada.
Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia di Polda Metro Jaya?
Semua kami benahi. Kami ada profesional, modern, dan outcome-nya adalah tepercaya. Dengan keterbatasan anggaran, kami melakukan terobosan-terobosan, dengan coaching clinic, mendatangkan pakar dari internal dan eksternal Polri. Peningkatan kualitas keterampilan rutin, baik itu reserse, sabara, maupun lalu lintas.
Kedua, modernitas. Reserse harus dilengkapi alat-alat scientific crime investigation sehingga bukti-bukti di peradilan betul-betul bukti yang didukung ilmu pengetahuan.
Penerapan teknologi juga dilakukan dalam pelayanan publik. Hal itu akan mengurangi pelanggaran yang dilakukan anggota dan untuk meminimalkan budaya koruptif. Perkembangan ilmu pengetahuan memunculkan the new dimension of crime. Kejahatan jenis baru, bahkan modus operandi baru. Kami sudah antisipasi. Mudah-mudahan kami lebih dulu daripada mereka.
Ada kasus menarik perhatian publik, seperti kasus anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi korban. Bagaimana perkembangan penanganannya?
Kalau kasus itu, sudah dibentuk tim. Kita tunggu hasil tim itu. Nanti ada juru bicaranya. Ada dari pakar, penyidik Polri, penyidik KPK. Mereka sedang bekerja, nanti tim yang akan menyampaikan.
Untuk kasus lain, kalau dipersentase, hampir 60 persen kasus terungkap. itu harus diapresiasi. Tidak mungkin Polri bisa mengungkap 100 persen karena keterbatasan personel atau kendala lain. Tetapi, Polri akan selalu profesional.
Bagaimana Kapolda melihat Jakarta?
Jakarta ini adalah ibu kota negara. Pusat segalanya, pusat ekonomi, pendidikan, politik. Apabila ada gangguan di sini, implikasinya ke nasional, bahkan internasional.
Saya mengimbau, ayo kita jaga Jakarta. Kita jaga keamanannya. Ada permasalahan, ayo selesaikan bersama. Jakarta juga punya kearifan lokal untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Jangan menyelesaikan dengan cara anarkistis yang dapat menimbulkan konflik sosial.
Yakin dan percaya, Polri dan TNI bersama komponen masyarakat akan memberikan pelayanan keamanan yang terbaik kepada masyarakat. Kita bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait sehingga semua merasa aman, nyaman, masyarakat bisa beraktivitas, roda ekonomi bergerak, kesejahteraan meningkat.