Selain membiayai uang kuliah dan pengeluaran lainnya, orangtua lazim memberikan uang saku untuk anaknya. Bagi mahasiswa, uang saku digunakan untuk keperluan pribadi. Sebagian dari mereka merasa cukup dengan uang saku dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian lagi merasa kurang. Lalu, banyak mahasiswa yang mencari berbagai peluang untuk menambah uang saku.
Meskipun merasa cukup atau kurang itu relatif bagi setiap orang, kita sebaiknya bisa mengelola uang saku yang diberikan orangtua secara harian, mingguan, atau bulanan. Apalagi kalau tidak tahan menghadapi godaan untuk mengikuti tren gaya hidup “zaman now”. Misalnya, nongkrong di kafe, nonton film, belanja secara daring atau beli gawai terbaru, yang jika dilakukan secara berlebihan, tentu menguras uang saku.
Ichsani Ratna Nauraini atau Nana, mahasiswa Diploma III Program Bahasa Korea, di Universitas Pancasila, Jakarta, mengaku belajar mengontrol penggunaan uang saku dari orangtuanya. Dia mendapat uang saku harian sebesar Rp 20.000. Dalam kesehariannya, uang sebesar itu dirasakan cukup, malah masih bisa menabung.
Apalagi Nana punya impian untuk bisa ikut program pertukaran mahasiswa ke Korea Selatan, negara impiannya. Alhasil, dia pun mengusir jauh-jauh sifat boros supaya dapat memiliki tabungan yang bisa dipakai membantu orangtua untuk mewujudkan mimpinya merasakan kehidupan langsung di negeri ginseng.
Nana menghemat uang saku dengan mengurangi biaya transportasi ke kampus. Dari rumahnya di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan ke kampusnya, Nana memilih mengendarai sepeda motor. Selain itu, dia lebih memilih makan dulu dari rumah sebelum berangkat ke kampus atau tempat lain. “Jarang deh ngabisin uang untuk makan di luar. Paling jajan ringan aja kalau ngumpul-ngumpul dengan teman. Jadi, uang saku selalu bisa aku sisain untuk tabungan,” ujar Nana.
Meskipun orangtua Nana menyanggupi untuk membiayai program pertukaran mahasiswa dirinya ke Korea Selatan, Nana tetap punya tekad untuk mencari uang tambahan. Dia pun mencoba bekerja paruh waktu sebagai tutor Bahasa Korea secara daring.
“Di semester tiga aku coba part time untuk tutor online Bahasa Korea. Aku ngatur waktu datang ke kantor di daerah Bintaro untuk bikin video ngajar. Sayang, cuma tahan tiga bulan. Pembuatan video diulang-ulang. Lumayan capek. Akhirnya, ya berhenti deh,”kata Nana.
Dengan menghemat uang saku, Nana bisa membayar tiket dan pengurusan visa ke Korea, beberapa waktu lalu. Selebihnya, memang orangtua yang menanggung biaya program sekitar Rp 45 juta. Dia puas karena kebiasaan menanbung uang jajan sejak kecil ternyata digunakan untuk mewujudkan mimpinya.
“Senang banget, akhirnya bisa ke Korea dan mempraktikkan Bahasa Koreaku tiap hari secara langsung. Apalagi aku dipuji mereka bagus bahasanya. Aku jadi semakin semangat untuk lulus," ujarnya.
Sementara itu, Sabila Reformasita Arianti, mahasiswa Jurusan Jurnalisitik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung, ingat pesan ibu dan ayahnya,supaya tidak boros. Apalagi sejak kuliah, dia tinggal di kos.
“Harus bisa mengelola uang yang diberi ortu dengan baik. Uang saku, ya mesti dicukup-cukupi. Soalnya kan, ada pengeluaran lain untuk bayar kos dan lain-lain,” ujar gadis yang akrab disapa Bila.
Bila mendapat informasi soal Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada semester dua, dia mengajukan, dan berhasil lolos. Kini, Bila senang bisa membayar uang kuliah dan membeli buku dari jatah beasiswa yang ditransfer setahun sekali.
“Ada untuk beasiswa mahasiswa berprestasi. Yang penting coba saja, selain IPK bagus, buat esai dan nanti ada wawancara,” ujar Bila yang sekarang sudah semester enam.
Banyak peluang
Ahli Keuangan Prita Hapsari Ghozie mengatakan, mengontrol uang, menyimpan, hingga berinvestasi, penting diajarkan sejak dini, yang kelak berguna bagi anak, termasuk ketika jadi mahasiswa. "Perlu terus melatih diri untuk memisahkan uang untuk kepentingan tertentu dan menggunakannya untuk kebutuhan kelak," katanya.
Selain bisa menghemat uang saku, mahasiswa juga bisa mencari penghasilan tambahan. Pendiri dan CEO Bahaso Tyovan Ari Widagdo mengatakan, peluang mahasiswa untuk mencari tambahan uang saku sekarang ini semakin terbuka lebar. Cukup banyak perusahaan yang memberikan pekerjaan paruh waktu untuk mahasiswa.
“Mahasiswa juga bisa mencari uang tambahan dengan menggunakan layanan-layanan online, pilihannya banyak sekali. Terutama bagi mahasiswa yang memiliki skill, di mana pekerjaanya bisa dilakukan di mana saja, maka kesempatan itu menjadi semakin lebar,” kata Tyo yang sudah bekerja sejak di bangku sekolah.
Tyo merancang Bahaso, aplikasi Bahasa asing, bukan hanya untuk tempat belajar. “Kami butuh para mahasiswa untuk jadi tutor online di program live tutoring. Dari rumah atau tempat kos, mereka bisa jadi tutor. Saat ini, kami butuh mahasiswa yang punya kemampuan mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin. Nanti terus berkembang ke bahasa lainnya,” ujar Tyo.
Tyo menyebut penghasilan yang lumayan, bisa berkisar Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per bulan dari pekerjaan sebagai tutor online. Tak ada salahnya, kata Tyo, mahasiswa yang punya skill, seperti menguasai bahasa pemrograman komputer, desain, menulis atau membuat konten kreatif melirik peluang untuk kuliah sambil kerja.