JAKARTA, KOMPAS— Sinergi antara sukarelawan, elite parpol, dan tim sukses sangat menentukan efektivitas kampanye pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden. Namun, selama masa kampanye Pemilu 2019, koordinasi di antara tiga komponen penting itu masih kerap terputus.
Hal ini, antara lain, terlihat dari gerakan sukarelawan yang kerap tidak berbarengan atau tak berkoordinasi dengan parpol pendukung atau dengan tim sukses capres. Dengan koordinasi yang minim itu, baik sukarelawan maupun partai pendukung belum tentu maksimal memenangkan capres-cawapres.
Ali Sya’roni, Sekretaris Jenderal Gerakan Relawan untuk Demokrasi (Garuda), kelompok sukarelawan pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (12/2/2019), mengatakan, sukarelawan cenderung berkampanye di daerah tanpa koordinasi dengan partai politik. Hal itu terjadi karena mesin partai pendukung di daerah macet.
Hanya beberapa calon anggota legislatif yang bersedia mengampanyekan Jokowi ketika sedang berkampanye untuk dirinya sendiri. Ali mencontohkan, ada caleg yang tidak berani memasang foto Jokowi di spanduk dan alat peraga kampanyenya.
Hal ini khususnya ditemukan di sejumlah wilayah yang merupakan basis suara Prabowo Subianto.
Dalam beberapa kasus, seperti ditemukan di tim Prabowo- Sandiaga, sinergi terjalin antara sukarelawan dan caleg partai pendukung. Namun, sukarelawan capres-cawapres harus ikut membantu kampanye caleg partai pendukung demi mendapat logistik dari caleg itu. Hal ini terjadi karena logistik dari tim sukses ke sukarelawan sangat minim pada pemilu kali ini.
Panglima Relawan Roemah Djoeang Pius Lustrilanang mengatakan, cakupan luas meliputi seluruh wilayah Indonesia memaksa sukarelawan berpikir taktis. Mereka fokus di ibu kota provinsi atau kabupaten/kota tempat caleg DPR atau DPRD yang didukung Roemah Djoeang.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo- Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan, partai mengampanyekan Prabowo-Sandiaga seiring upaya pemenangan partai di pemilu legislatif, sedangkan sukarelawan bergerak bagi kemenangan Prabowo-Sandiaga. ”Keduanya bergerak di bawah koordinasi BPN. Koordinasi tetap kami lakukan dengan baik,” ujarnya.
Partai politik
Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Maman Imanulhaq, mengatakan, TKN berusaha menyinergikan gerak parpol dengan sukarelawan agar kampanye efektif. Sinergi, misalnya, dilakukan dengan berbagi pemetaan hasil survei guna mengatur strategi elektoral.
Namun, ia mengakui, koordinasi tak mudah dilakukan karena sukarelawan mempunyai gaya kampanye berbeda-beda, fokus isu beragam, dan sifat dukungan yang cair.
Dia juga menilai ada persoalan sehingga sebagian sukarelawan tak semilitan saat Pemilu 2014. ”Dulu, militansi sukarelawan lebih kuat karena posisi kami sebagai penantang, bukan petahana. Hari ini, yang ada berebut klaim-klaiman. Masih ada sukarelawan yang berdesak-desakan hanya untuk bertemu Jokowi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, masa depan demokrasi tetap terletak pada partai. Sukarelawan hanya menjadi unsur pendukung dalam kontestasi politik yang berpatok pada figur politik sebagai daya tarik terbesar.
Ia menyayangkan kondisi partai di Indonesia belum ideal untuk menjadi kekuatan politik yang dapat diandalkan optimal. Hal itu terjadi karena kaderisasi dan pendidikan politik oleh partai tak berjalan baik. (AGE/REK/SAN/NTA/E21)