Warga Diminta Waspada
Warga di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Karangetang diminta tetap waspada. Ada potensi guguran lava pijar dan awan panas pada zona bahaya yang ditetapkan.
YOGYAKARTA, KOMPAS Sejak 29 Januari 2019, Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah mengeluarkan lima kali awan panas guguran. Masyarakat yang beraktivitas di lereng Merapi diminta meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi potensi bahaya.
”Merapi ada guguran dan awan panas sehingga perlu peningkatan kewaspadaan dari semua pihak,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta Biwara Yuswantana, Selasa (12/2/2019), di Yogyakarta.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Selasa pukul 00.00 hingga 18.00, Merapi tercatat mengalami 38 kali guguran lava dengan durasi 10-83 detik.
Dari jumlah itu, dua guguran lava bisa teramati secara visual. Dua guguran itu mengarah ke hulu Kali Gendol, Kabupaten Sleman, DIY, dengan jarak luncur 200 meter.
Senin pukul 08.58, Merapi mengeluarkan awan panas guguran selama 105 detik dengan jarak luncur 400 meter menuju hulu Kali Gendol. Itu merupakan awan panas guguran kelima sejak 29 Januari 2019. Seluruh awan panas guguran mengarah ke Kali Gendol, jarak luncur terjauh 2 kilometer.
Menurut Biwara, status Merapi masih Waspada (Level II). Zona bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga masih radius 3 kilometer dari puncak Merapi. Masyarakat diminta tidak melakukan aktivitas di zona bahaya. Di luar zona bahaya, masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa.
Petambang waspada
Karena guguran lava dan awan panas guguran di Merapi mengarah ke hulu Kali Gendol, masyarakat yang beraktivitas di sekitar aliran sungai mesti meningkatkan kewaspadaan. Dalam hal ini para petambang pasir dan batu yang bekerja di sekitar aliran Kali Gendol.
”Petambang harus meningkatkan kewaspadaan dengan mengikuti informasi perkembangan Merapi,” kata Biwara.
Jika terjadi hujan deras di puncak Merapi dalam waktu cukup lama, para petambang mesti mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir lahar.
Kepala Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Heri Suprapto mengatakan, penambangan pasir dan batu di sekitar aliran Kali Gendol masih berlangsung. Namun, para pengelola dan petambang selalu memantau informasi terkini mengenai Merapi. Mereka juga terus memantau informasi cuaca di puncak Merapi.
”Kalau di atas (puncak Merapi) hujan, penambang biasanya berhenti untuk mengantisipasi kemungkinan banjir lahar,”
ucap Heri.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, aktivitas vulkanik di Merapi masih fluktuatif. Hal itu ditandai dengan jumlah guguran yang naik turun. ”Kondisinya fluktuatif. Rata-rata guguran 40-50 kali per hari,” katanya.
Pada periode 1-5 Februari 2019, jumlah guguran di Merapi tak pernah lebih dari 40 kali per hari. Namun, 6 Februari 2019, jumlahnya naik menjadi 54 guguran per hari. Kemudian naik lagi menjadi 136 guguran per hari pada 7 Februari 2019. Setelah itu, jumlah guguran menurun menjadi puluhan kali per hari.
Perlu bantuan heli
Terkait erupsi Gunung Karangetang, Sulawesi Utara, Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) terus waspada. Hingga Selasa, guguran lava pijar masih berjatuhan dari puncak kawah dua di sebelah utara. Saat ini gunung api tersebut berstatus Siaga (Level III).
Kepala BPBD Kabupaten Sitaro Bob Wuaten mengatakan, aktivitas Karangetang berfluktuasi setiap saat. ”Hari ini mungkin berkurang, tetapi guguran lava pijar dari kawah dua masih terlihat,” katanya.
Menurut Bob, kerugian akibat erupsi Karangetang Rp 30 miliar, antara lain dari rusaknya jalan sepanjang 1 kilometer dan jembatan yang menghubungkan Desa Batubulan dengan Desa Kawahang.
Kedua infrastruktur itu baru selesai dibangun dengan dana APBD Kabupaten Sitaro tahun 2018 dan kini tertimbun material erupsi Karangetang. Tinggi material dari Karangetang mencapai 50 meter.
Kerugian lain dialami warga yang kebun kelapa dan palanya rusak akibat guguran lava pijar. Total pengungsi 217 orang ditampung di beberapa lokasi di Paseng dan Ondong.
Yudi Tatipang, petugas pengamat Gunung Karangetang, menyatakan, berdasarkan pemantauan pada Senin, asap dari puncak kawah dua tidak teramati, tetapi masih tercatat kegempaan sebanyak satu kali dengan gerak amplitudo 10 milimeter.
”Aktivitas agak menurun dibanding tiga hari lalu, di mana terjadi guguran lava pijar cukup banyak,” katanya. Meski demikian, ujar Yudi, masyarakat harus mewaspadai sejumlah potensi ancaman dari Karangetang, antara lain awan panas guguran dan hujan abu.
Beberapa waktu lalu, pihaknya meminta 453 warga Desa Batubulan yang terisolasi untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
Terkait hal itu, Bob Wuaten mengatakan, Pemkab Sitaro telah menyiapkan sejumlah langkah jika terjadi erupsi dahsyat. Warga yang terisolasi telah diminta menjauhi radius 200 meter dari jalur guguran lava pijar.
Menurut Bob, pihaknya telah menunjuk sejumlah titik aman bagi warga sebagai tempat mengungsi jika terjadi erupsi diikuti awan panas.
Wakil Bupati John Palandung mengatakan, pihaknya mengharapkan bantuan pinjaman helikopter dari Basarnas atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk evakuasi warga ataupun mengirim logistik makanan ke wilayah terisolasi.
Selama ini, Desa Batubulan yang terisolasi sulit dijangkau melalui darat. Sementara dari laut terhadang gelombang tinggi. Rombongan Pemkab Sitaro baru dapat menjangkau daratan Batubulan menggunakan kapal pada Senin lalu setelah dua hari gagal.
”Bantuan logistik berupa beras dan air bersih diangkut dengan perahu nelayan yang dapat bermanuver pada gelombang tinggi,” katanya.
Menurut Palandung, pihaknya tengah menjajaki pembukaan jalan baru yang dapat dilewati sepeda motor dari Batubulan menuju Nameng sejauh 3 kilometer untuk membuka wilayah terisolasi.(HRS/ZAL)