JAKARTA, KOMPAS — Satuan Tugas Operasi Tinombala mengidentifikasi bergabungnya anak laki-laki dari Santoso alias Abu Wardah ke kelompok Mujahidin Indonesia Timur yang dipimpin Ali Kalora. Saat ini, jumlah anggota kelompok tersebut menjadi 15 orang.
Ali Kalora merupakan petinggi yang tersisa dari kelompok yang berbasis di Poso, Sulawesi Tengah. Ali menjadi petinggi sejak Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan pada 2016 dan diringkusnya Basri alias Bagong sebagai pentolan kelompok tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo di Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (14/2/2019), mengatakan, satgas telah mengidentifikasi bergabungnya anak dari Santoso alias Abu Wardah ke kelompok Ali Kalora. Hal ini sekaligus menambah daftar pencarian orang (DPO) terkait dengan kelompok Ali Kalora. Dengan bergabungnya anak dari Santoso, DPO bertambah menjadi menjadi 15 orang.
”Terkait bergabungnya anak kandung Santoso sebagai anggota, masih dalam proses penelusuran. Direkrut atau inisiatif sendiri, masih didalami. Nanti akan segera diterbitkan DPO baru,” katanya.
Dedi menyebutkan, satgas juga menangkap seorang kurir logistik dan sedang diperiksa. Kurir tersebut membawa beras, mi, dan telur yang disimpan dalam karung. Ia ditangkap di jalur hutan dengan akses motor terbatas.
”Satgas terus menyisir ke titik-titik yang dicurigai. Titik itu adalah Parigi Moutong, Poso, dan sekitar areal Gunung Biru. Kurir ditangkap di Parigi Moutong,” kata Dedi.
Satgas berupaya memutus jalur logistik karena wilayah hutan yang cukup luas. Jalur diputus menjadi empat jalur, khususnya pada area masyarakat berkebun, mencari rotan, menjerat babi, dan menambang emas. Masyarakat juga diimbau tidak membawa perbekalan yang berlebihan dan mencolok karena rawan dimanfaatkan oleh kelompok Ali Kalora.
Polri sudah menyiapkan deteksi dini dan penggalangan ke keluarga agar membujuk kelompok Ali Kalora untuk menyerahkan diri dan mengikuti proses hukum.
”Mempersempit ruang gerak. Ada tim penyekat dan preventif yang menjaga keluarga serta masyarakat. Petugas terus melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak terpapar paham radikal,” ucapnya. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)