SIDOARJO,KOMPAS - Daftar kepala daerah di Jawa Timur yang melanggar pakta integritas karena terbukti korupsi semakin panjang. Pengadilan tindak pidana korupsi Surabaya, Kamis (14/2/2019) menjatuhkan vonis bersalah terhadap Bupati Tulungagung nonaktif Syahri Mulyo dan menghukumnya dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Agus Hamzah juga menjatuhkan pidana denda Rp 700 juta, subsider enam bulan kurungan. Selain itu dalam amar putusannya, majelis hakim memberikan pidana tambahan membayar uang ganti kerugian negara sebesar Rp 28,836 miliar.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 12 Ayat 1 huruf b undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primer,” ujar Agus.
Tidak hanya itu, majelis hakim yang beranggotakan tiga orang itu dalam amar putusannya menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik yakni hak untuk dipilih atau menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokoknya.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim menyatakan sebagai kepala daerah, terdakwa tidak memberikan teladan yang baik bagi masyarakat. Bahkan sebagai penyelenggara negara, perbuatan menerima suap yang dilakukan terdakwa bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang tengah digiatkan oleh pemerintah.
Korupsi Berlanjut
Majelis hakim mengatakan, Syahri Mulyo melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno dan pihak swasta yang menjadi perantara suap Agung Prayitno. Perbuatan itu dilakukan berkelanjutan dalam kurun waktu 2014-2018.
Syahri Mulyo dan Sutrisno meminta fee sebesar 15 persen kepada pengusaha rekanan Pemkab Tulungagung. Pemberian fee itu dilakukan secara bertahap yakni 10 persen sebelum pelaksanaan pekerjaan dan 5 persen setelah pekerjaan selesai. Permintaan fee itu antara lain disampaikan ke Susilo Prabowo, Sony Sandra, Dwi Basuki serta para pengusaha kecil yang tergabung dalam asosiasi.
Sebagai penyelenggara negara, perbuatan menerima suap yang dilakukan terdakwa bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang tengah digiatkan oleh pemerintah.
Total fee yang diterima Sutrisno berdasarkan fakta persidangan sebesar Rp 145 miliar. Sebagian uang itu diserahkan kepada terdakwa Syahri Mulyo untuk kepentingan pribadi maupun keperluan lain seperti memperlancar pembahasan APBD Tulungagung dan ‘mengunduh’ proyek fisik dari Pemerintah Provinsi Jatim maupun pemerintah pusat.
Atas perbuatannya itu, Sutrisno dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 71,5 miliar dengan memperhitungkan uang yang sudah dikembalikan Rp 675 juta dan aset berupa sembilan bidang tanah atau bangunan yang telah disita.
Sementara itu terdakwa Agung Prayitno dipidana dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 350 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa Agung telah menyerahkan uang Rp 2,1 miliar kepada penyidik KPK. Uang itu merupakan fee untuk Syahri Mulyo.
Menanggapi vonis majelis hakim, terdakwa Syahri Mulyo, terdakwa Sutrisno, dan terdakwa Agung Prayitno menyatakan pikir-pikir. Kuasa hukum Syahri Mulyo, Hakim Yunizar mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan kliennya. Namun menurut dia, ada hal mendasar dari putusan majelis hakim yang berbeda dengan tuntutan jaksa yakni terkait nilai uang pengganti.
Pihaknya juga berharap jaksa KPK tidak berhenti menangani perkara suap di Tulungagung sebab masih ada Rp 45 miliar uang yang mengalir ke pejabat Pemprov Jatim dan pemerintah pusat yang belum terungkap.
Tanggapan serupa juga disampaikan jaksa KPK Eva Yustisiana. Alasan pihaknya masih pikir-pikir karena putusan tidak sama dengan tuntutan yang diajukan. Jaksa menuntut terdakwa Syahri Mulyo agar dihukum 12 tahun dan denda Rp 700 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, dia dijatuhi pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 77 miliar paling lambat sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Bupati Tulungagung Syahri Mulyo merupakan kepala daerah ke-10 di Jatim yang terkena operasi tangkap tangan KPK dan divonis Pengadilan Tipikor Surabaya dalam kurun waktu sejak 2017-2019.
Sementara terdakwa Sutrisno dituntut pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 9,5 miliar paling lambat sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Perbedaan nilai uang pengganti ini yang membuat jaksa harus mendiskusikan dengan pimpinan KPK apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan,” ucap Eva.
Bupati Tulungagung Syahri Mulyo merupakan kepala daerah ke-10 di Jatim yang terkena operasi tangkap tangan KPK dan divonis Pengadilan Tipikor Surabaya dalam kurun waktu sejak 2017-2019. Sebelumnya, ada Wali Kota Madiun Bambang Irianto, Wali Kota Batu Edy Rumpoko, Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, Wali Kota Malang Mohammad Anton, Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar, Bupati Sumenep Achmad Syafi’i, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, dan Bupati Mojokerto Muhammad Kamal Pasa.
Saat ini masih ada dua kepala daerah yakni Wali Kota Pasuruan Setiyono dan Bupati Malang Rendra Kresna yang berkas perkaranya akan segera dilimpahkan oleh KPK kepada Pengadilan Tipikor Surabaya.