Data Pangan Terperinci Jadi Dasar Kebijakan Stabilisasi Harga
JAKARTA, KOMPAS - Salah satu evaluasi dalam stabilisasi harga ialah akurasi data pangan. Oleh sebab itu, kebijakan stabilisasi harga pangan dalam lima tahun ke depan yang dibawa oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden mesti memperhatikan data yang akurat dan terperinci.
Untuk menjaga kestabilan harga pangan pada 2018, pemerintah mengimpor sejumlah komoditas. Jumlah impor untuk pengadaan cadangan beras pemerintah atau CBP pada 2018 berkisar 1,8 juta ton.
Selain beras, pemerintah juga mengimpor jagung sebanyak 100.000 ton pada akhir 2018 untuk kebutuhan pakan ternak. Komponen pakan ternak memiliki andil di atas 50 persen terhadap pembentukan harga telur dan daging ayam.
Sebagai langkah stabilisasi harga pangan, kedua importasi tersebut terlambat karena dilakukan saat harga kedua komoditas telah melambung dari acuan yang sebesar Rp 4.000 per kilogram (kg) untuk jagung dan Rp 9.450 per kg di tingkat konsumen. Secara garis besar, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud berpendapat, keterlambatan itu disebabkan data yang menjadi acuan kebijakan tidak tersistem dengan baik.
Akibatnya, tidak ada sinkronisasi antara produksi dan kebutuhan, terutama saat musim panceklik. "Misalnya jagung. Kami terlambat mengukur kekurangan saat musim panceklik sehingga baru memenuhi kebutuhan peternak pada saat-saat akhir," kata Musdhalifah dalam diskusi yang diadakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Oleh sebab itu, kerangka kebijakan berbasis data menjadi penting untuk stabilisasi harga dalam lima tahun ke depan. Tak hanya akurat, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi berpedapat, data pangan mesti terperinci dan segmentasi.
Pemerincian dan segmentasi data pangan itu harus dilakukan dari hulu ke hilir. Bayu mengatakan, dengan memanfaatkan teknologi pada revolusi industri 4.0, pendataan tersebut dapat berjalan secara masif, terintegrasi, dan real time.
Baca juga : Data Pangan Valid Bantu Stabilisasi Harga
Adapun data yang dipantau terdiri dari, pergerakan harga, jumlah kebutuhan, dan jumlah produksi. Bayu mengatakan, data-data tersebut diperinci hingga mencakup segmentasi konsumen, jenis yang mayoritas dikonsumsi, serta tempat pembelian komoditas pangan, baik di pasar tradisional, ritel, maupun pasar dalam jaringan (daring).
Untuk beras, Bayu menyarankan, pengendalian harga di hilir fokus pada konsumen yang masuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. "Pergerakan harga di kelompok menengah ke atas tidak perlu menjadi prioritas. Jika daya beli mereka mampu membeli beras di atas harga eceran tertinggi, petani turut menikmati harga yang tinggi," katanya dalam kesempatan yang sama.
Sementara di hulu, pengendalian harga gabah di tingkat petani tak bisa lepas dari peningkatan produktivitas dan nilai tambah dari produk sampingan seperti sekam, jerami, dan menir. Bayu mengatakan, tingkat rendemen gabah menjadi beras yang saat ini berkisar 55 persen perlu dinaikkan sebanyak 5 persen.
Pergerakan harga di kelompok menengah ke atas tidak perlu menjadi prioritas. Jika mereka mampu membeli beras di atas harga eceran tertinggi, petani turut menikmati harga yang tinggi
Untuk jagung, Bayu mengimbau, pemerintah menyoroti pergerakan harga jagung pakan di tingkat petani, pabrik, dan peternak. Pengendalian harga jagung berimbas pada harga telur dan daging ayam.
Terkait dengan kebijakan pangan berbasis data dalam lima tahun ke depan, Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma\'ruf Amin Johnny G Plate mengatakan, pasangan capres-cawapres dengan nomor urut 1 akan melakukan revalidasi data gudang. Namun, infrastruktur untuk pertanian akan menjadi fokus dalam bidang ketahanan pangan.
Baca juga : Koreksi Menyeluruh Data Pangan
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis sekaligus anggota tim ekonomi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga dengan spesialisasi keuangan dan pertanian menyatakan, pasangan nomor urut 2 akan fokus membangun infrastruktur pemenuhan air untuk menopang pertanian. Pasangan ini juga memiliki program pertanian digital.
Kedua belah pihak belum memaparkan secara rinci strategi dalam bidang pangan untuk lima tahun mendatang. Adapun pangan menjadi salah satu topik debat capres-cawapres pada 17 Februari 2019 mendatang.
Evaluasi penyimpanan
Adanya data yang terintegrasi dari hulu ke hilir juga akan menjadi dasar kebijakan penyimpanan dan pergudangan pangan. Musdhalifah menyatakan, jumlah produksi yang timpang pada panen raya dan masa panceklik menjadi tantangan dalam penyediaan pangan nasional.
Dengan adanya pendataan produksi dan kebutuhan sepanjang tahun, Musdhalifah berpendapat, tata kelola penyimpanan saat panen raya dapat diatur. Dampaknya, ketersediaan suplai pada musim panceklik terjamin.
Terkait dengan peningkatan kapasitas penyimpanan, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pihaknya tengah menambah jumlah silo untuk jagung dan penggilingan padi. Anggarannya berkisar Rp 2 triliun.