Penataan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia mulai membuahkan hasil dengan kian meningkatnya pengiriman ikan dari Maluku. Hal serupa terjadi di Jawa Timur.
AMBON, KOMPAS Bisnis pengiriman ikan dari Maluku ke sejumlah daerah di Indonesia dan ke luar negeri kian bergairah. Hal ini buah dari penataan sistem pengelolaan sektor perikanan di Indonesia yang gencar dilakukan sejak akhir 2014. Namun, bisnis itu kini terusik mahalnya tarif kargo pesawat.
Data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon menunjukkan, ekspor ikan dari Maluku tahun 2017 sebanyak 1.165 ton, meningkat menjadi 1.538 ton pada 2018. Sementara pengiriman ke wilayah Nusantara tahun 2017 sebesar 17.228 ton, tahun berikutnya menjadi 109.065 ton.
Kepala BKIPM Ambon Ashari Syarief mengatakan, ikan yang dikirim ke daerah lain, seperti Surabaya, Denpasar, dan DKI Jakarta, sebagian juga akan diekspor.
”Kontribusi Maluku terhadap ekspor ikan di Indonesia termasuk yang tertinggi,” katanya, Rabu (13/2/2019), Saat ini ada 15 perusahaan eksportir ikan dari Maluku.
Jumlah itu lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan sebelum penataan sistem pengelolaan perikanan dimulai. ”Pengusaha bergairah mengekspor karena produksi meningkat,” ujarnya.
Volume dan nilai ekspor ikan dari Maluku pada 2018 juga melampaui capaian sebelum tahun 2015 atau sebelum pemerintah melalukan penertiban sektor perikanan di Indonesia. Menurut Ashari, dahulu ekspor banyak dilakukan perusahaan asing dan banyak juga pengiriman secara ilegal.
Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, peningkatan pengiriman ikan dari Maluku itu terjadi setelah kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal diusir dari perairan Indonesia.
Sebelum tahun 2015, Maluku menjadi surga penangkapan ikan secara ilegal. Dari sekitar 10 juta ton potensi perikanan Indonesia, Maluku menyumbang sekitar 30 persen.
Selain itu, pemerintah juga proaktif membentuk tim percepatan ekspor di Maluku. Tim lintas lembaga itu salah satunya merancang kemudahan perizinan. Hasilnya, pendapatan negara dari ekspor ikan tersebut naik hingga 300 persen.
”Ikan sudah banyak. Tinggal (sediakan) fasilitas penunjang agar semua bisa langsung ekspor dari Maluku,” kata Said.
Sebagian besar ikan dari maluku dikirim menggunakan kapal, sebagian lagi menggunakan pesawat. Persoalannya, pengiriman menggunakan pesawat terganjal biaya kargo yang kian mahal.
Sebelum Oktober 2018, biaya bagasi untuk 1 kilogram ikan non-hidup Rp 7.590. Kini, biaya naik menjadi Rp 16.400 per kilogram. Akibatnya, volume pengiriman ikan menggunakan pesawat menurun dari 158 ton pada Oktober 2018 menjadi 10 ton pada Februari 2019.
Secara terpisah, Anjas (50), salah satu nelayan Ambon, mengatakan, meski produksi ikan tangkap cukup tinggi, banyak nelayan lokal yang terkendala alat tangkap dan perahu. Baru sekitar 10 persen dari total 115.000 nelayan di Maluku yang mendapat bantuan alat tangkap dan perahu.
Sementara itu, ekspor perikanan dari Jawa Timur tahun ini diprediksi kembali meningkat. Selama tiga tahun terakhir kinerja ekspor terus meningkat.
Berdasarkan data BKIPM Surabaya 1, ekspor perikanan Jatim tahun 2018 mencapai 264.256 ton, meningkat 16,61 dari tahun sebelumnya. Nilai ekspor mencapai Rp 19,5 triliun, naik 13,33 persen dari tahun sebelumnya. (FRN/NIK)