JAKARTA, KOMPAS – Partai Golongan Karya mengadakan acara diskusi kelompok terarah terkait tema debat presidensial kedua, 17 Februari mendatang. Selain mengulas pencapaian pemerintahan lima tahun terakhir, partai berlambang pohon beringin itu juga menyampaikan pandangannya terkait apa yang harus dilakukan pemerintahan selanjutnya.
Acara tersebut diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar) di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (14/2/2019). Adapun tema diskusi sesuai tema debat presidensial kedua, yakni terkait energi, lingkungan hidup, pangan, sumber daya alam, infrastruktur, dan pemerintahan.
“Acara ini bagian dari tanggung jawab ke publik, untuk menyampaikan apa yang dilakukan legislator partai Golkar selama ini, dalam hal pengawasan dan legislasi. Itu perlu disampaikan ke publik, untuk masukan ke tim pendukung Jokowi juga,” tutur Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang menghadiri acara tersebut.
Diskusi tersebut diisi pembicara dari anggota partai yang berkompetensi di bidang terkait tema debat mendatang. Mereka seperti Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Widya Yudha, Anggota Komisi V DPR Muhidin M Said, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin, Ekonom Senior Raden Pardede, serta Ketua Balitbang Golkar Umar Juoro sebagai moderator.
“Kader-kader partai Golkar ini sudah mumpuni, bahkan sudah menelurkan lebih dari lima undang-undang, masing juga sudah jadi pimpinan komisi di DPR. Mereka sudah punya kompetensi untuk berbicara hal ini, tentunya yang sifatnya optimistis untuk mendukung keberlanjutan presiden (Joko Widodo),” lanjut Airlangga.
Ia mengatakan, Golkar mendukung pemimpin Indonesia untuk menyejehterakan dan memajukan rakyat pada 2045, sebagaimana cetak biru (blueprint) yang pernah dibuat Golkar. Adapun hal itu juga telah menjadi visi misi pemerintah untuk menghadirkan Indonesia Emas pada 2045. “Misi presiden saat ini ‘Kerja, kerja, kerja’, hasilnya ‘karya, karya, karya’. Jadi, cocok dengan filosofi Partai Golkar,” ujarnya.
Paradigma ketahanan
Untuk menjadikan Indonesia sukses sebagai negara dengan perekonomian terbesar di 2045, pemimpin Indonesia diharapkan mau mengubah paradigma ketahanan. Itu dapat dilakukan dengan memerhatikan jaminan pasokan, ketersediaan infrastruktur, dan kemampuan masyarakat untuk membayar, dan keberlanjutan.
“Golkar telah mengubah paradigma ketahanan agar tidak lagi business as usual, tetapi berkeadilan dan berkelanjutan,” ujar Satya Widya. Dalam hal energi, misalnya, Indonesia perlu mengantisipasi hambatan dalam meningkatkan cadangan energi.
Menurut Satya, hambatan itu ada dalam investasi. Dalam lima tahun ke depan, hal itu dapat diperbaiki dengan memperbaiki iklim investasi, baik dari sisi kebijakan yang mengatur sistem hingga infrastruktur investasi.
Raden Pardede memuji fokus pemerintah saat ini dalam membangun infrastruktur. Ia merekomendasikan agar pemerintah selanjutnya fokus pada hal yang sama untuk menaikkan angka pertumbuhan ekonomi Indoneisa.
“Manufaktur yang berperan dalam meningkatkan perekonomian, tidak bisa jalan sendiri tanpa infrastruktur. Kita buat studi, ini bisa ke angka sembilan persen (5,17 persen pada 2018). Golkar bisa mengawal ini,” ujarnya.
Ia juga merekomendasikan agar pemerintah Indonesia selanjutnya mempercepat pembangunan infrastruktur untuk menuai penghasilan yang lebih berdampak positif. Pemerintah juga perlu mempertajam skema pembiayaan. Baik industri infrastruktur maupun sinergi dengan asing, bisa bersama pemerintah menyusun skema kerja sama positif dalam melanjutkan pembangunan infrastruktur. (ERIKA KURNIA)