Harga Beras dan Telur Naik, Cirebon Gelar Pasar Murah
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon bersama Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menggelar pasar murah pada Kamis-Jumat (14-15/2/2019) di depan Pasar Kramat, Cirebon. Kegiatan tersebut untuk mengantisipasi kenaikan harga di tengah tingginya permintaan bahan pangan.
”Berdasarkan pantauan kami selama dua pekan terakhir, sejumlah harga bahan pangan, seperti beras dan telur ayam, mengalami kenaikan,” ujar Kepala Perwakilan BI Cirebon Abdul Majid Ikram saat meninjau pasar murah, Kamis.
Berdasarkan survei pasar di Kota Cirebon, harga beras medium Rp 11.000 per kilogram (kg) atau naik sekitar Rp 500 beberapa hari terakhir. Padahal, harga eceran tertinggi beras medium adalah Rp 9.450 per kg. Sementara harga telur Rp 22.000 per kg atau naik Rp 500 dibandingkan hari sebelumnya.
Harga bahan pokok di pasar murah lebih rendah dibandingkan pasar tradisional di Cirebon. Harga beras medium ukuran 5 kg yang dipasok Bulog, misalnya, Rp 43.000. Telur ayam ras dijual Rp 20.000 per kg. Adapun daging ayam dijual Rp 29.000 per kg di pasar murah. Ini lebih rendah dibandingkan harga pasaran yang mencapai Rp 34.000.
Komoditas lain yang dijual adalah cabai merah keriting seharga Rp 15.000 per kg, cabai rawit merah Rp 16.000 per kg, cabai rawit hijau Rp 14.000 per kg, bawang merah Rp 15.000 per kg, dan daging Rp 75.000 per kg. Gula pasir dan minyak goreng masing-masing dijual Rp 10.000 per kg.
”Kami ingin konsumen memiliki alternatif harga bahan pangan,” ujar Majid. Pasar murah tersebut juga didukung oleh Bank Jabar Banten dan Perum Bulog Subdivre Cirebon. Pada 2018, pasar murah juga beberapa kali digelar, antara lain di depan Pasar Perumnas.
Menurut Majid, tingkat inflasi di Kota Cirebon mencapai 0,2 persen pada Januari tahun ini. Jumlah tersebut di bawah inflasi nasional, yakni 0,32 persen. ”Ini angka inflasi terendah dalam lima tahun terakhir. Biasanya, pada Januari, inflasi mencapai 0,75 persen,” ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya mewaspadai gejolak kenaikan harga pada Februari. Indikasinya terjadi pada beras dan telur. Apalagi, saat ini, sentra padi di Cirebon dan Indramayu masih dalam masa tanam. Adapun panen pada Maret dan April.
”Sementara permintaan bahan pangan diprediksi bertambah, terutama dari restoran dan hotel di Cirebon. Untuk itu, kami berupaya mengantisipasi kenaikan harga. Jangan sampai daya beli masyarakat turun,” ujar Majid. Terdapat 107 hotel dan 400 restoran serta rumah makan di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut.
Beras selama ini kerap menyumbang inflasi. Berdasarkan catatan Kompas, beras berkontribusi terhadap inflasi bulanan sebesar 0,05-0,08 persen. Artinya, pengeluaran terbesar masyarakat di antaranya untuk membeli beras.
Kepala Perum Bulog Subdivre Cirebon Dedi Apriliyadi mengatakan, kenaikan harga beras bukan karena kekurangan stok, tetapi akibat ada beberapa jenis beras yang tidak didapatkan oleh konsumen.
Pihaknya menargetkan penyerapan tahun ini hingga 74.000 ton.
Saat ini, stok beras di Perum Bulog Subdivre Cirebon tercatat 48.000 ton. Stok itu dinilai cukup untuk wilayah Cirebon, Kuningan, dan Majalengka hingga 2020.
”Jumlah ini masih akan bertambah karena Maret panen. Januari ini, kami telah menggelontorkan 14.500 ton beras ke sejumlah pasar dan mitra Bulog,” ujar Dedi. Pihaknya menargetkan penyerapan tahun ini hingga 74.000 ton.
Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati mengapresiasi pasar murah yang diinisiasi Kantor Perwakilan BI Cirebon. ”Ini penting karena tahun 2019 kami menargetkan kunjungan 2 juta wisatawan. Usaha mikro, kecil, menengah juga bertumbuh. Kebutuhan bahan pangan perlu disiapkan,” ujarnya.