Lebih dari 60 Persen Pasien Asing yang Berobat ke Malaysia Berasal dari Indonesia
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat. Di Malaysia, misalnya, angka itu diperkirakan tumbuh hingga dua digit per tahun. Indonesia menjadi salah satu pasar utama penyedia layanan kesehatan di Malaysia.
Chief Commercial Officer dari Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) Nik Yasmin Nik Azman mengungkapkan, pada 2018, dari sekitar 1 juta pasien asing yang berobat di Malaysia, 60 persen lebih di antaranya berasal dari Indonesia. Tahun lalu pasien asal Indonesia yang berobat ke rumah sakit di Malaysia jumlahnya lebih dari 670.000 orang. Sisanya berasal dari China, Vietnam, Myanmar, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. MHTC adalah badan bentukan Pemerintah Malaysia yang mengelola pariwisata kesehatan di Malaysia.
Jumlah pasien Indonesia yang berobat ke negeri jiran itu meningkat 12-18 persen per tahun. Kualitas layanan kesehatan di Malaysia diklaim setara dengan kualitas di negara maju dan biayanya lebih murah atau terjangkau. Pada 2018, jumlah total pengeluaran pasien asing untuk layanan kesehatan di Malaysia mencapai 1,3 miliar ringgit Malaysia atau Rp 4,5 triliun.
”Peran utama MHTC adalah untuk mempromosikan Malaysia Healthcare secara global, dengan Indonesia sebagai salah satu pasar utama kami. Kesamaan budaya dan kedekatan geografis di antara kedua negara tersebut menjadi alasan kuat mengapa Malaysia menjadi tujuan layanan kesehatan yang populer bagi masyarakat Indonesia,” tutur Yasmin saat acara peluncuran pameran Malaysia Healthcare Expo 2019 di Mal Central Park, Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Sebagian besar pasien Indonesia berobat ke rumah sakit swasta di Kuala Lumpur, Penang, dan Malaka. Masalah kesehatan utama pasien Indonesia di sana adalah yang terkait dengan jantung, kanker, ortopedi, estetik, dan bayi tabung atau fertilisasi in vitro.
Rata-rata biaya yang dikeluarkan pasien asing untuk layanan kesehatan di Malaysia sekitar 1.200 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 4,2 juta. Namun, angka tersebut tidak merepresentasikan biaya semua pasien secara tepat.
Biaya untuk layanan gigi, misalnya, sekitar ratusan ringgit Malaysia. Sementara itu, biaya untuk pengobatan kanker mencapai ribuan ringgit Malaysia. Dibandingkan dengan biaya di sejumlah negara maju, harga layanan kesehatan di Malaysia diklaim bisa hingga tiga kali lipat lebih murah.
”Kami menawarkan pengalaman end-to-end yang menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan dengan biaya terjangkau. Ini menjadi keunggulan MHTC yang selaras dengan visi kami untuk menjadi tujuan wisata kesehatan unggulan di dunia,” ucap Yasmin.
MHTC yang didirikan sejak 2009 itu kini memiliki kantor perwakilan di sejumlah pasar utamanya, yaitu Indonesia, Vietnam, Myanmar, China, dan India. Saat ini ada sekitar 200 rumah sakit swasta di Malaysia. MHTC bekerja sama dengan 76 rumah sakit swasta yang kualitasnya dinilai paling tinggi.
Dalam artikel yang ditulis pada 22 Mei 2018 di harian Kompas oleh Djoko Santoso, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, disampaikan bahwa peningkatan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri sudah merupakan hal yang lazim. Dari sebuah laporan pada 2013, jumlah pasien Indonesia yang berobat ke Malaysia sekitar 300.000 orang dan ke Singapura 226.200 orang. Jadi, jumlah pasien yang berobat ke Malaysia pada 2018 meningkat dua kali lipat dibandingkan pada 2013.
”Malaysia, Singapura, dan Thailand sukses menjual layanan ’wisata kesehatan’ bagi warga asing yang datang ke negaranya. Di beberapa RS di Singapura dan Malaysia, pasien asing mayoritas berasal dari Indonesia!” ujar Djoko.
Ia menambahkan, ”Kita (Indonesia) masih sangat kekurangan dokter dan tenaga medis pendukungnya. Karena kekurangan itulah, ada lubang besar yang menjadi sasaran serbuan tenaga medis asing.”
Di Provinsi Papua, misalnya, baru ada 47,8 persen puskesmas yang memiliki dokter umum, berdasarkan laporan pada 2018. Rasio dokter di Papua sebesar 26,2 per 100.000 penduduk.