JAKARTA, KOMPAS — Jadwal ground breaking atau peletakan batu pertama untuk pembangunan gardu induk moda raya terpadu (MRT) fase II masih saja belum jelas. Meski begitu, PT Mass Rapid Transit Jakarta terus bergerak sesuai jadwal dengan memulai proses lelang kontrak paket (CP) 201-203 dan ditargetkan pembangunan infrastruktur dimulai pada 2020.
William P Sabandar, Direktur Utama PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Rabu (13/2/2019), seusai acara penandatanganan perjanjian hibah daerah atas hibah MRT Jakarta fase II di Balai kota DKI Jakarta mengatakan, ground breaking bisa dilakukan kapan saja. Namun, ada jadwal pekerjaan fase II yang mesti dipenuhi, yaitu memulai lelang pengadaan konstruksi untuk fase II.
”Ini kami segera memulai lelang paket kontrak (contract package/CP) 201, 202, dan 203. Lelang dimulai 2019 ini,” ujar William.
Seperti diberitakan, trase fase II MRT Jakarta yang merupakan kelanjutan dari fase I MRT (Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia), sesuai studi kelayakan, direncanakan terbentang dari Bundaran Hotel Indonesia ke Kampung Bandan sejauh 8,3 kilometer. Dalam perkembangan, status lahan Kampung Bandan belum jelas.
Agar tidak mengganggu proses pembangunan fase II, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan penetapan lokasi jalur trase fase II. Jalur trase pembangunan fase II adalah dari Bundaran Hotel Indonesia ke Kota. Hal itu ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1728 Tahun 2018 tentang penetapan lokasi untuk pembangunan jalur MRT koridor Bundaran Hotel Indonesia-Kota. Penetapan lokasi itu sekaligus untuk memastikan bahwa pekerjaan fase II terus berlangsung meski masalah depo MRT fase II belum jelas. Untuk pekerjaan, paket dibagi menjadi enam paket (CP).
Tuhiyat, Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta, menuturkan dengan lelang pengadaan yang dimulai 2019 ini, konstruksi fisik fase II bisa dimulai pada 2020. Dalam perencanaan PT MRT Jakarta, CP 201 adalah konstruksi untuk Stasiun Sarinah dan Monas. CP 202 untuk konstruksi Stasiun Harmoni, Sawah Besar, dan Mangga Besar. Adapun CP 203 untuk konstruksi Stasiun Glodok dan Kota. Fase II MRT Jakarta, sesuai penetapan lokasi tersebut, akan berbentuk konstruksi bawah tanah.
Terkait dengan konstruksi fase II CP 201, khususnya Stasiun Monas, PT MRT dan Pemprov DKI Jakarta masih menunggu rekomendasi dari Kementrian Sekretariat Negara (Setneg). Itu karena Stasiun Monas bersama dengan receiving substation (RSS) fase II akan dibangun di kawasan Medan Merdeka, tepatnya di kawasan Monumen Nasional (Monas).
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, menyampaikan, dari rapat koordinasi dengan Setneg, DKI memang masih menunggu rekomendasi dari Setneg. ”Dari koordinasi, DKI dan MRT sudah menyerahkan dokumen dari mulai aspek keamanan lalu lintas, juga penjelasan mengenai teknis bangunan, kepada Setneg. Semua sudah di mereka dan ternyata banyak kementerian terkait. Pihak Setneg mengatakan bahwa mereka juga masih menunggu jawaban dari badan-badan, dari kementerian yang memiliki hak untuk menentukan jawaban, tidak bisa sendirian,” tutur Anies.
Meski begitu, DKI tetap berkoordinasi dengan Setneg mengenai penggunaan kawasan Monas untuk pembangunan stasiun dan RSS.
Serah terima hibah
Sama seperti pembangunan MRT fase I, dana untuk pembangunan fase II juga berasal dari pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Untuk fase II ini, MRT Jakarta melalui Kementrian Keuangan dan Bappenas mengajukan pinjaman Rp 22,5 triliun dan untuk pembiayaan pekerjaan tambahan (variation order) fase I senilai Rp 2,6 triliun. Jadi, total pinjaman yang diajukan adalah Rp 25,1 triliun atau setara 217 miliar yen.
Dalam berita Kompas, Oktober 2018, setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pinjaman yang diajukan disetujui Pemerintah Jepang. Hal itu ditandai dengan penandatanganan pertukaran dokumen (exchange note)antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia di Kementerian Luar Negeri pada 24 Oktober 2018. Pemerintah Jepang diwakili Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii. Pemerintah Indonesia diwakili Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya.
Penandatanganan exchange note itu diikuti penandatanganan perjanjian pinjaman (loan agreement) di Kementerian Keuangan, Rabu siang.
Penandatanganan exchange note itu untuk pinjaman senilai 70,2 miliar yen atau sekitar Rp 9 triliun (kurs disesuaikan). Dana itulah yang pada Rabu siang kemarin dihibahkan langsung oleh Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti kepada Gubernur DKI Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta.
Astera Primanto Bhakti mengatakan, dana hibah ini telah disepakati sejak 24 Oktober 2018 dan surat pemerian hibah dari Menteri Keuangan pada tanggal 25 Desember 2018. ”Pemberian dana hibah ini merupakan langkah pemerintah pusat dalam melakukan percepatan karena proyek MRT ini masuk dalam program strategis nasional,” ujarnya.
Anies menambahkan, dana hibah sebesar 70,21 miliar yen itu tidak hanya untuk pembangunan MRT Fase II, tetapi juga untuk penuntasan pembangunan MRT fase I. ”Kita tahu, per hari ini, MRT sudah hampir tuntas, sudah mencapai 98,6 persen. Di akhir Februari, insya Allah, jalan sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin sudah kembali lurus dan rata dan Maret akan siap operasinya,” kata Anies seusai penandatanganan pemberian dana hibah.
Menurut dia, penandatanganan pemberian dana hibah merupakan tonggak penting untuk pelaksanaan pembangunan MRT fase II. Dengan begitu, diharapkan PT MRT Jakarta akan bisa langsung bekerja untuk memanfaatkan dana itu dalam pelaksanaan pembangunan di lapangan.
Ia merinci, dana hibah 70,21 miliar yen itu terdiri dari 59,108 miliar yen untuk pekerjaan sipil, 6,311 miliar yen untuk jasa konsultasi, serta 4,6 miliar yen untuk dana tak terduga.
Tuhiyat menambahkan, pemberian pinjaman dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, pinjaman diberikan sebesar 70,21 miliar yen atau sekitar Rp 9 triliun. Dana itu sudah dihibahkan Rabu kemarin.
Adapun sisa pinjaman Rp 16,6 triliun akan diberikan setelah progres serapan dana pinjaman tahap I mencapai 60-70 persen. Untuk mendapatkan pencairan dana tahap kedua, Pemprov DKI, PT MRT Jakarta, dan Kementerian Keuangan mengajukan proposal pinjaman dana tahap kedua untuk fase II.