Meski sejumlah daerah masih kekurangan guru, pemerintah tidak akan menurunkan standar kualifikasi guru. Langkah ini untuk menjaga mutu pendidikan.
Sejumlah daerah memang mendesak pemerintah untuk mengangkat guru honorer yang selama ini mengabdi di sekolah untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Guru honorer ini ada yang mengabdi di sekolah sudah belasan hingga lebih dari 20 tahun.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, ada 736.000 guru honorer atau sekitar 28 persen dari total guru di Indonesia. Dari jumlah ini, 12.883 guru honorer yang berusia 35 tahun ke bawah sudah mengikuti tes calon pegawai negeri sipil.
Pemerintah berketetapan, hanya mereka yang lolos seleksi yang akan diangkat menjadi PNS. Guru honorer yang lulus seleksi dengan nilai pas-pasan atau tidak lulus tetapi nilainya mendekati ambang batas akan dibina oleh Kemdikbud.
Pemerintah tidak akan menurunkan standar kualifikasi guru. Seperti ditegaskan Presiden Joko Widodo saat Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 di Depok, Jawa Barat, guru merupakan ujung tombak peningkatan sumber daya manusia. Ada syarat akademik, profesional, pedagogik, karakter, dan sosial yang harus dipenuhi seorang guru.
Sikap tegas semacam ini tentu kita hormati. Namun, langkah seperti ini tidaklah cukup. Pemerintah harus membenahi sistem pendidikan calon guru yang saat ini ditangani lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
Kita tidak menutup mata, diberikannya tunjangan sertifikasi guru yang besarnya satu kali gaji ikut mendorong tingginya minat lulusan SMA/SMK menjadi guru. Memanfaatkan kegairahan ini, jumlah LPTK tumbuh subur menjadi lebih dari 410 LPTK swasta. Padahal, sebelumnya minat menjadi guru tergolong rendah sehingga hanya ada 12 LPTK eks IKIP serta 24 fakultas keguruan dan ilmu pendidikan yang ada di sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta.
Sayangnya, jumlah LPTK yang melimpah ini tidak disertai dengan pemberian izin yang ketat dari pemerintah menyangkut sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum, hingga kualitas tenaga pengajar di LPTK. Akibatnya, mutu LPTK sangat beragam. Ada yang tinggi, tetapi sebaliknya ada pula yang hanya sekadar mengejar jumlah mahasiswa dengan mengabaikan kualitas.
Di sisi lain, tidak ada pula syarat khusus yang sangat ketat untuk menjadi mahasiswa LPTK. Siapa pun bisa menjadi mahasiswa LPTK. Proses seleksinya sama dengan mahasiswa bidang ilmu lainnya. Padahal, semestinya yang menjadi mahasiswa LPTK adalah mahasiswa-mahasiswa terbaik dari sisi akademis, psikologis, dan pedagogik karena mereka akan menjadi guru yang mendidik anak-anak bangsa.
Karena itu, untuk menjaga mutu guru tidak cukup hanya melalui seleksi CPNS. Harus dilakukan pembenahan secara komprehensif sejak saat seleksi calon mahasiswa hingga pembenahan kualitas lembaga pendidik calon guru.