Penggunaan Merek Rokok dalam Audisi Badminton Dianggap Eksplotasi Anak
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARA, KOMPAS - Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis dipandang sebagai bentuk eksploitasi anak-anak karena menggunakan merek dagang di kaos yang dikenakan oleh peserta audisi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai, kegiatan ini akan mempengaruhi anak untuk merokok. Namun Yayasan Bakti Olahraga Djarum menegaskan, nama Djarum bukan mengacu pada merek rokok tapi pada perkumpulan olah raga.
Selama tiga tahun, Yayasan Lentera Anak telah mengamati kegiatan Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis yang telah diadakan lebih dari 10 tahun dengan melibatkan anak usia 6 sampai 15 tahun. Sejak 2008 hingga 2018, kegiatan ini telah diikuti 23.683 anak. Adapun jumlah anak yang mendapat beasiswa sebanyak 245 orang.
“Jumlah penerima beasiswa dari kegiatan ini sangat timpang, yaitu hanya 0,01 persen. Ini beasiswa atau promosi?” ujar Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/2/2019). Ia mengungkapkan, dalam kegiatan tersebut anak-anak harus memakai kaos bertuliskan Djarum.
Lisda mengatakan, jenis huruf yang digunakan pada kaos yang dikenakan anak-anak mirip dengan logo Djarum pada kemasan rokok. Menurut Lisda, penggunaan tulisan tersebut sebagai bentuk pengenalan merek Djarum pada anak-anak.
“Kami merasa resah karena anak-anak harus menggunakan kaos tersebut selama pertandingan. Tanpa disadari, badan mereka digunakan untuk pengenalan produk tersebut,” tuturnya. Dalam penyelidikannya, Yayasan Lentera Anak menemukan, penggunaan kaos untuk beriklan lebih murah biaya produksinya dibandingkan harus beriklan pakai baliho, spanduk, atau menggunakan media elektronik dan media massa.
Menurut Lisda, beriklan menggunakan kaos tidak dikenakan pajak, tetapi lebih efektif. Anak-anak akan menggunakan kaos tersebut dalam waktu yang lama dan dapat digunakan dimana saja. Dalam survei yang dilakukan secara daring, 68 persen responden menyatakan, bahwa tulisan yang ada di kaos yang dikenakan anak-anak tersebut merupakan merek rokok.
Komisioner Bidang Kesehatan KPAI Siti Hikmawatty menyatakan, industri rokok di Indonesia berkembang dengan pesat, bahkan duduk di peringkat kelima sebagai produsen tembakau tertinggi di dunia.
“Beberapa pertanian tembakau melibatkan anak-anak,” ujarnya. KPAI menemukan, anak-anak tersebut tidak berangkat ke sekolah pada masa panen karena ikut bekerja. Menerut Siti, hal tersebut sangat membahayakan karena mereka berhubungan dengan zat kimia yang berbahaya sehingga mempengaruhi perkembangan otaknya.
Menurut Siti, perusahaan rokok sadar, bahwa mereka tidak akan memasarkan rokok pada orang berumur di atas 60 atau 70 tahun. “Mereka akan menyasar generasi muda untuk mengembangkan produknya,” tuturnya.
Siti mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk eksploitasi pada anak-anak karena mereka tidak sadar, bahwa tubuhnya digunakan untuk promosi produk rokok. Hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran dan Djarum dapat digugat apabila tidak ada perubahan.
Sementara itu, Program Manager Communication Bakti Olahraga Djarum Foundation Budi Darmawan mengatakan, klub bulutangkis Djarum telah ada sejak 1969 dan menggunakan nama PB (Perkumpulan Bulu Tangkis) Djarum. “Awalnya klub ini terbentuk karena karyawan suka bermain badminton. Masa sekarang mau pakai nama lain?” ujar Budi.
Ia menuturkan, olahraga butuh regenerasi dan saat ini Indonesia lemah dalam pembinaan usia dini. Padahal, pada tahun 1950an Indonesia memiliki atlet yang hebat dan mampu juara dunia. Ia menegaskan, nama yang digunakan pada klub PB Djarum bukan merek rokok, melainkan sejak awal menggunakan nama tersebut.
Budi mengatakan, setiap tahun dalam penyelenggaraan audisi selalu menggunakan warna kaos yang berganti-ganti dan bukan mewakili warna merek Djarum, yaitu merah dan hitam. Adapun jenis huruf yang digunakan juga berbeda-beda dengan yang ada pada merek Djarum.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mencari atlet bertalenta. Jika jumlah peserta yang mendapat beasiswa lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pendaftar, hal tersebut adalah wajar karena yang dicari merupakan yang terbaik,” tutur Budi.
Awalnya klub ini terbentuk karena karyawan suka bermain badminton. Masa sekarang mau pakai nama lain
Ia mencontohkan, pada 2018, jumlah peserta di 8 kota mencapai 6.000 orang dan pada akhirnya hanya 25 yang diterima PB Djarum. Ia menegaskan, kegiatan ini diadakan untuk memajukan anak-anak dan bangsa Indonesia.
Budi mengatakan, kegiatan ini tidak ada unsur pemasaran karena tidak ada penjualan produk rokok. Ia menegaskan, Djarum Foundation dibangun untuk memajukan bangsa dan negara.
Alam bawah sadar
Menurut Psikolog Klinis Liza Djaprie, penggunaan merek pada kaos yang dikenakan anak-anak akan mempengaruhi alam bawah sadarnya. “Anak kecil daya analisanya minimalis,” ujar Liza.
Ia mengatakan, anak-anak akan menganggap bahwa Djarum adalah produk yang baik karena telah memberikan beasiswa. Suatu saat produk tersebut akan teringat oleh mereka, sehingga mereka pun mulai merokok.
Ketika hendak merokok, mereka akan teringat dengan merek dan ciri-ciri yang ada di produk tersebut, seperti warna kemasannya. Ia menduga, kegiatan Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis merupakan kegiatan pemasaran sebab tulisan Djarum tidak boleh tertutup nomor peserta.
Kriminolog Hamid Pattilima mengatakan, kegiatan ini merupakan promosi produk yang dilarang. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 disebutkan, adanya larangan melibatkan anak-anak dalam promosi merek dagang dan logo produk tembakau.
Ia berharap, pemerintah tidak lemah dan perlu melindungi anak-anak. Penggunaan anak-anak dalam promosi produk rokok merupakan bentuk eksploitasi pada mereka.