Keberanian dan kecerdikan seorang pelatih menjadi kunci untuk melawan kemustahilan. Pelatih Paris Saint-Germain Thomas Tuchel membuktikannya di Stadion Old Trafford.
MANCHESTER, RABU—Paris Saint-Germain tumbuh semakin dewasa bersama pelatih Thomas Tuchel. Datang tanpa dua pemain kunci ke Stadion Old Trafford, Rabu (13/2/2019) dini hari WIB, Tuchel berhasil menemukan cara untuk melibas Manchester United, 2-0. Skuad ”Les Parisiens” ini sudah tidak lagi cengeng.
Sebelum laga pertama babak 16 besar Liga Champions itu, sebagian besar analis sepak bola sudah memprediksi kemenangan MU. Prediksi yang mudah diambil karena MU belum terkalahkan dalam 11 laga terakhir sejak ditangani pelatih sementara Ole Gunnar Solskjaer. Apalagi MU bermain di kandang sendiri.
Sebaliknya, PSG datang ke Old Trafford tanpa pemain termahal mereka, Neymar, dan striker utama Edinson Cavani, yang masih cedera. Mirip musim lalu ketika Neymar juga cedera sebelum laga kedua kontra Real Madrid, pada fase yang sama. Namun, waktu itu Kota Paris berduka, menangis bersama meratapi sirnanya harapan menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya.
Namun, malam kemarin, Tuchel tidak mau meratap. Para pemain juga demikian. ”Sudahi cerita menyeramkan itu. Kita harus berhenti takut,” kata penyerang muda PSG, Kylian Mbappe.
Tuchel memilih sibuk memikirkan alternatif untuk membongkar pertahanan MU dengan pemain yang ada. Tanpa Neymar dan Cavani, mantan pelatih Borussia Dortmund itu memasang Mbappe sebagai striker murni dan menempatkan Angel Di Maria serta Julian Draxler, mendukung di kedua sisi. Tuchel juga menempatkan dua bek sayap, Dani Alves dan Juan Bernat, lebih maju.
Strategi itu belum membuahkan hasil pada babak pertama, karena pertahanan MU dengan formasi 5-4-1 atau 4-5-1 cukup rapat. Para pemain PSG belum bisa mendapat celah untuk menusuk pertahanan tim ”Setan Merah”.
Namun, MU harus membayar mahal permainan apik mereka pada babak pertama itu ketika kedua penyerang, Jesse Lingard dan Anthony Martial harus diganti karena cedera. MU kehilangan lini serang yang punya kecepatan. Celakanya, cara bertahan MU pada babak kedua juga berubah, sehingga Draxler maupun Alves punya ruang untuk menciptakan peluang gol.
Kekuatan PSG yang tidak dimiliki MU malam itu adalah kecepatan. Gol pertama PSG menit ke-53 menunjukkan bagaimana Presnel Kimpembe dengan mudah menyambut tendangan pojok Di Maria setelah berlari kencang dari belakang. Gol kedua menit ke-60 juga terjadi karena Mbappe berlari tanpa bisa dikejar bek MU.
”Mbappe bisa membaca permainan, dan yang membedakannya dengan pemain muda hebat lainnya adalah dia itu seperti mesin,” kata gelandang MU Paul Pogba seperti dikutip The Telegraph. Pogba sangat paham, karena berkat Mbappe pula tim nasional Perancis bisa mengangkat trofi Piala Dunia Rusia 2018.
Jika MU tidak bisa menghentikan Mbappe, maka PSG bisa menghentikan Pogba. Itulah faktor lainnya yang membuat MU kehilangan kreativitas. Tuchel meminta Marquinhos untuk membatasi ruang gerak Pogba. Lebih dari berhasil, strategi itu membuat Pogba frustrasi hingga melakukan pelanggaran, berujung dua kartu kuning dan dikeluarkan pada menit-menit akhir laga.
Belum berakhir
Setelah menang di Old Trafford, Tuchel berusaha menahan diri. ”Kami tahu MU punya kemampuan untuk menang di Paris (pada laga kedua). Ini baru separuh jalan,” kata Tuchel.
Solskjaer sadar, semakin sering ia menang, semakin berat ekspektasi yang harus dipikul. Dia segera menyatakan, kekalahan ini adalah kenyataan yang harus dihadapi.
”Kami belum sampai di level ini. Kami selalu tampil bagus, tetapi ini adalah sebuah langkah besar,” kata Solskjaer, yang punya peluang besar untuk menjadi pelatih tetap MU ini.
Solskjaer tahu akan ada gunung tinggi yang harus didaki pada laga kedua di Paris. Namun, ia wajib mengingat ungkapan Sir Alex Ferguson, mantan pelatihnya saat dia masih menjadi pemain Setan Merah. Ferguson pernah mengatakan, ”Selama masih ada laga yang harus dimainkan. Ini belum berakhir.” (AFP/REUTERS)