Rikolto Bantu Pengembangan Rumput Laut di Nusa Penida
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri menerima kerja sama Rikolto, lembaga nonpemerintah. Mereka bekerja sama untuk mengembangkan perekonomian pedesaan melalui potensi setiap desa mulai 2017 hingga 2020.
Pengembangan ini dilakukan di 28 kota/kabupaten pada delapan provinsi, yaitu Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Di Bali, Rikolto tertarik mengembangkan budidaya dan produksi rumput laut di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Alasannya, rumput laut di Nusa Penida, berdasarkan riset Rikolto, merupakan yang terbaik setelah Nusa Tenggara Timur. Hanya saja, beberapa tahun belakangan meredup dan kurang diberdayakan.
”Karena itu, Rikolto datang dengan menawarkan teknologi yang memodifikasikan modernitas dengan kearifan lokal setempat. Ada sekitar 60 petani di Nusa Penida yang bakal dibina hingga tahun 2020. Sejak tahun 2017, Rikolto masuk dan terus memetakan potensi serta memberdayakan warga setempat,” tutur Direktur Regional Rikolto di Indonesia Dominique Vanderhaeghen, di Denpasar.
Dominique mengatakan hal itu seusai menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Optimalisasi Kemanfaatan dan Menyinergikan Program Kerja Sama dengan Program Prioritas Nasional dan Daerah, di Hotel SwissBelresort Watu Jimbar, Sanur, Kota Denpasar, Bali, Kamis (14/2/2019).
Menurut Dominique, rumput laut Nusa Penida memiliki potensi yang belum tergarap maksimal. Petani setempat juga memerlukan pendampingan agar benar-benar mandiri.
Ia menyadari, beberapa pendampingan pernah dilakukan beberapa lembaga nonpemerintah dan pemerintah dengan petani rumput laut Nusa Penida. Hanya saja, berdasarkan survei yang dilakukan Rikolto, pendampingan yang pernah ada tidak berkelanjutan sehingga alat serta potensinya terhenti karena petani seperti kehilangan pegangan tanpa pendampingan.
Rikolto datang dengan menawarkan teknologi yang memodifikasikan modernitas dengan kearifan lokal setempat. Sekitar 60 petani di Nusa Penida bakal dibina hingga 2020. Sejak 2017, Rikolto masuk dan terus memetakan potensi serta memberdayakan warga setempat.
Bali menjadi salah satu produser terbesar rumput lain selain Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi rumput laut di Bali pada 2011 sebanyak 168.525 ton. Tahun 2015 menjadi 277.014 ton. Pada 2015, Nusa Penida menyumbang 75.872 ton atau 27 persen.
Dominique menambahkan, Rikolto yang sebelumnya bernama Veco sudah lebih dari 10 tahun membangun kerja sama dengan Pemerintah Indonesia. ”Rikolto masih melihat peluang dan kesempatan yang dapat berkembang di Nusa Penida. Sayang jika adanya pendampingan yang pernah ada tidak berlanjut. Rikolto mencoba membangkitkan kembali semangat petani di sana dengan akses-akses yang Rikolto punyai,” ujarnya.
Kerja sama antara Kementerian Dalam Negeri dan Rikolto di Indonesia pada periode 2017-2020 difokuskan untuk mengembangkan perekonomian desa melalui peningkatan kapasitas kelembagaan desa.
Di kedelapan provinsi tersebut, Rikolto membantu kementerian untuk mengembangkan kapasitas pemerintah agar berwawasan sosial dan lingkungan, menyediakan dukungan teknis melalui pembangunan sistem pangan yang inklusif, serta mengembangkan rantai nilai yang melibatkan kelembagaan desa.
Fokus ke desa
Kepala Pusat Fasilitasi Kerja Sama Setjen Kementerian Dalam Negeri Nelson Simanjuntak mengatakan, pembangunan desa termasuk dalam prioritas agenda nasional, yang terdapat dalam Program Nawacita.
”Pemerintah Indonesia tidak mungkin bergerak secara parsial untuk mewujudkan desa-desa yang tangguh dan sejahtera. Untuk itu, pemerintah membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya dengan Rikolto,” katanya.
Dominique berkomitmen membantu Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan desa yang sejahtera. Ia mengedepankan pendekatan inklusif dalam kegiatan mereka, dengan melibatkan desa dan juga petani sebagai aktor utama dalam pembangunan.
Rikolto adalah organisasi jaringan internasional yang berpusat di Belgia. Di Indonesia, Rikolto bekerja dengan petani kecil agar mereka berperan aktif dalam pengentasan warga miskin di desa, sekaligus memberi makan populasi dunia yang terus tumbuh.
Salah satu binaan Rikolto yang berhasil mandiri ialah Koperasi Cahaya Sehati (KCS) Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Koperasi ini adalah salah satu produsen kakao. Selama ini, bibit kakao didatangkan dari daerah lain yang membuat petani harus mengalokasikan biaya transportasi pengiriman kakao dan mengambil risiko bibit mati dalam perjalanan.
Mereka menyadari peluang untuk mengembangkan usaha pembibitan benih kakao di Luwu Timur. Pada saat yang sama, tahun 2017, Pemkab Luwu Timur melaksanakan program peremajaan kakao dengan memberikan bantuan bibit sambung pucuk kakao sebanyak 354.716 bibit kepada petani kakao.
KCS lalu mengambil inisiatif untuk menjalin kerja sama dengan Pemda Luwu Timur sebagai penyedia bibit. Bibit ini ditangkar oleh petani penangkar binaan KCS.
Untuk mendukung usaha pembibitan, KCS mengajukan permohonan izin usaha produksi benih kepada Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan. Dokumen ini harus didapatkan demi legalitas usaha pembibitan. Setelah mendapatkan izin, KCS dapat memproduksi dan menyebarkan bibit kakao dan menjualnya kepada petani di Luwu Timur.
Selain menguntungkan koperasi, kini petani kakao di Luwu Timur tak perlu lagi membeli kakao ke luar daerah mereka. Pengalaman ini menunjukkan, koperasi yang kreatif dan inovatif melihat peluang bisnis dapat bertahan dan berkelanjutan.