Sekat Eceng Gondok dan Dilema Baik Buruk Dampaknya
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
Sekat eceng gondok uji coba yang berada di Kali Penghubung Bisma Inlet 3, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, jebol pada akhir Januari lalu. Mencegah kejadian serupa, Satuan Pelaksana Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Wilayah Jakarta Utara menggandakan jumlah sekat berbahan polietilena berdensitas tinggi (HDPE) tersebut.
”Tadinya, kan, sekat satu baris, sekarang jadi dua baris masing-masing,” ucap Kepala Satuan Pelaksana Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Wilayah Jakarta Utara Lambas Sigalingging, Rabu (13/2/2019).
Terdapat dua area untuk menumbuhkan eceng gondok di Kali Phb Bisma Inlet 3, masing-masing sepanjang 40 meter dan lebar 11 meter. Jarak antara kedua area 150 meter. Eceng gondok pada kedua area disekat dengan sekat HDPE di kanan dan kirinya.
Kali Phb Bisma Inlet 3 menyalurkan air limbah dari permukiman ke Waduk Cincin, yang merupakan bagian dari Taman BMW (Bersih, Manusiawi, Berwibawa), calon lokasi pembangunan stadion bertaraf internasional. Kali ini memiliki panjang 700 meter dan lebar 11 meter.
Pada akhir Januari, sekat di area eceng gondok 2 (yang berdekatan dengan Waduk Cincin) jebol karena pengoperasian pompa di waduk tersebut. Lambas mengatakan, pompa wajib dioperasikan agar debit air di Waduk Cincin pas. Pasokan air sedang tinggi karena musim hujan sehingga pompa bekerja mengalirkan air ke laut sehingga volume air di waduk berkurang.
Konsekuensinya, tanaman-tanaman eceng gondok yang hanya berupa tanaman mengambang dan sekat HDPE yang hanya diikatkan pada sempadan kali ikut tertarik saat pompa beroperasi. Pada 29 Januari malam sampai 30 Januari pagi, hujan turun sehingga mau tidak mau pompa dihidupkan. Sekat pun jebol sehingga sebagian eceng gondok masuk ke Waduk Cincin.
Waktu itu, sekitar 30 petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan enam unit ponton mengumpulkan sampah bercampur eceng gondok di Waduk Cincin. Hasilnya, sampah dan eceng gondok terkumpul 1,5 ton atau satu bak truk, lalu ditampung di tempat pembuangan sementara Waduk Cincin.
Dengan penggandaan jumlah sekat HDPE dan penguatan tali pengikat sekat, Lambas yakin sekat tidak jebol lagi. Pemasangan HDPE dengan cara tersebut biasa dipakai di sungai-sungai berarus deras.
Namun, pihaknya juga siap jika sekat jebol lagi karena memiliki berky, kendaraan penangkap sampah yang efektif untuk mengumpulkan eceng gondok di permukaan air. ”Untuk Waduk Cincin, ada satu unit berky selalu bersiaga di sana,” ujarnya.
Namun, karena sebagian eceng gondok di area 2 terbawa arus, jumlah tanaman berkurang. Untuk itu, petugas UPK Badan Air setiap tiga hari sekali mengambil sebagian eceng gondok dari area 1 untuk ditanam di area 2. Ini agar uji coba bisa tetap berlanjut.
Satuan Pelaksana UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Wilayah Jakarta Utara melakukan uji coba penggunaan eceng gondok untuk mengurangi pencemaran kali. Setelah rangkaian pengujian selesai, hasil akan jadi bahan evaluasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempertimbangkan strategi serupa dalam mengurangi pencemaran di kali dan saluran lain.
Pengujian secara ilmiah untuk memastikan efektivitas uji coba belum selesai. Namun, menurut Lambas, fakta di lapangan menunjukkan, terdapat perbaikan kualitas air kali. Aroma tidak sedap sudah berkurang dan warga yang memancing di kali serta waduk meningkat. Bertambahnya jumlah ikan menunjukkan mutu air membaik.
Anggota tim media sosial UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI, Teten Mahmudin, menyebutkan, dua pemancing mendapatkan ikan mas di Waduk Cincin pada waktu yang berbeda. Ikan mas tergolong sensitif pada kualitas air. ”Tidak seperti ikan mujair yang lebih mudah hidup, ikan mas hanya bisa hidup di air dengan sirkulasi oksigen baik dan polutan rendah,” katanya.
Sebelumnya, pakar limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Gadis Sri Haryani, menuturkan, eceng gondok memang bermanfaat untuk menurunkan pencemaran pada air, tetapi ia tetap merekomendasikan solusi eceng gondok tidak untuk jangka panjang karena besarnya risiko terhadap lingkungan.
Eceng gondok bersifat invasif, mampu mengolonisasi habitat secara masif. Apabila menutupi permukaan air secara luas, eceng gondok bisa mengurangi kadar oksigen di air yang dibutuhkan hewan atau tumbuhan lain. Jumlah eceng gondok yang terlalu banyak bisa memicu pendangkalan.
Air menjadi jernih karena akar eceng gondok mengikat lumpur dan lumpur mengendap, tetapi dampaknya, endapan lumpur di dasar kali menjadi bertambah. Jika mati, tanaman ini akan tenggelam dan menjadi sedimen serta mampu menambat kotoran yang halus sehingga semakin lama juga semakin mendangkalkan kali (Kompas, 4/12/2018).