JAKARTA, KOMPAS — Sektor jasa Indonesia memiliki potensi dan peluang besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Kontribusi sektor jasa bisa lebih besar dari sektor konstruksi, pertanian, dan perdagangan yang selama ini menjadi andalan.
Ekonomi tumbuh 5,17 persen pada 2018. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), sumber pertumbuhan ekonomi dari sektor jasa mencapai 0,71 persen. Angka itu lebih tinggi dari kontribusi sektor perdagangan 0,66 persen, konstruksi 0,61 persen, dan pertanian 0,49 persen.
BPS membagi sektor jasa ini dalam lima kelompok, yaitu jasa keuangan dan asuransi, jasa perusahaan, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta jasa lainnya, seperti jasa perjalanan wisata.
Berdasarkan data Bank Dunia, sektor jasa pada 2017 berkontribusi 43,6 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau senilai Rp 5.924,7 triliun. Kontribusi sektor jasa merupakan yang terbesar dibandingkan dengan sektor manufaktur (21 persen) dan pertanian (13 persen).
Sektor jasa pada 2017 berkontribusi 43,6 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau senilai Rp 5.924,7 triliun.
Analis kebijakan dari Indonesia Services Dialogue, M Syarif Hidayatullah, mengatakan, kontribusi sektor jasa terhadap PDB kini lebih tinggi dari industri ekstraktif dan manufaktur. Penyerapan tenaga kerja di sektor jasa juga mencapai 55 persen dari total pekerja Indonesia. Artinya, ekonomi Indonesia mulai bertransformasi dari agrokultur dan manufaktur menjadi berbasis jasa.
”Ketika sekarang kontribusi sektor manufaktur terus merosot, atau disebut deindustrialisasi prematur, kita seharusnya tidak perlu khawatir karena sektor jasa punya potensi menjadi daya ungkit ekonomi,” kata Syarif yang dihubungi Kompas, Kamis (14/2/2019), di Jakarta.
Pada era revolusi industri 4.0, lanjut Syarif, sektor jasa Indonesia akan diuntungkan karena lebih banyak jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Misalnya, jasa konsultasi, animasi, dan aplikasi digital. Sebaliknya, pengembangam industri manufaktur lebih menantang karena beberapa jenis pekerjaan akan tergantikan mesin-mesin canggih.
Neraca perdagangan jasa juga membaik meskipun masih defisit sebesar 7,1 miliar dollar AS pada 2018. Pada 2017, neraca perdagangan jasa defisit 7,4 miliar dollar AS.
Defisit neraca jasa menurun karena ekspor jasa meningkat dalam tiga tahun terakhir, dari 23,32 miliar dollar AS pada 2016 menjadi 25,32 miliar dollar AS pada 2017 dan 27,92 miliar dollar AS pada 2018.
Menurut Syarif, selama ini masih banyak potensi jasa yang belum tercatat, salah satunya jasa animator. Salah satu perusahaan animasi di Bali membuat konten iklan untuk produk jam tangan asal Swiss. Kegiatan itu seharusnya masuk ekspor jasa yang turut menyumbang cadangan devisa. India sebagai salah satu eksportir jasa terbesar di dunia sudah menyusun peta jalan pengembangan sektor jasa sejak tahun 2000-an.
Kendati memiliki potensi dan peluang besar, pengembangan sektor jasa Indonesia masih menghadapi tantangan regulasi. Daya saing ekspor jasa relatif rendah karena pengenaan pajak berganda di dalam dan negara tujuan. Rencana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nol persen terhadap ekspor jasa hingga saat ini belum terealisasi.
Saat ini PPN jasa sebesar nol persen hanya berlaku untuk sektor jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, serta jasa konstruksi. Nantinya, PPN jasa nol persen akan berlaku untuk semua sektor jasa ekspor. Adapun sektor jasa dalam negeri tetap dikenai PPN 10 persen.
Secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, ketidakpastian global akibat perang dagang Amerika Ssrikat-China akan berdampak pada industri manufaktur dan perdagangan barang. Oleh karena itu, pemerintah mulai menilik potensi perdagangan jasa yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi.
Pengembangan sektor jasa ini memerlukan penanaman modal asing. Sebelumnya, kebijakan pemerintah merelaksasi daftar negatif investasi untuk industri penerbangan dan bioskop terbukti positif. ”Saat ini industri bioskop tumbuh 20 persen per tahun dari sebelumnya hanya 1-2 persen per tahun,” kata Thomas.
BKPM kini sedang mengkaji relaksasi daftar negatif investasi untuk pendirian universitas swasta dan pembangunan rumah sakit. Investasi pendirian universitas swasta, menurut rencana, akan dibuka hingga 100 persen untuk asing. Adapun investasi terbuka untuk pembangunan rumah sakit masih dalam kajian lebih lanjut.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri, menambahkan, selama ini beberapa sektor jasa Indonesia masih dimonopoli oleh BUMN yang berdampak pada rendahnya daya saing. Penanaman modal asing tetap dibutuhkan untuk memacu produktivitas industri sehingga defisit neraca perdagangan bisa diperbaiki.
”Di sektor jasa, BUMN cenderung tidak memiliki pesaing yang setara sehingga bisa mengeksploitasi konsumen,” ujar Faisal.