SURABAYA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum meyakini partisipasi pemilih dari kelompok generasi milenial tinggi. Transparansi tahapan pemilihan umum yang mudah diakses melalui teknologi digital dinilai mampu menarik generasi milenial berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
”Perkembangan teknologi sangat luar biasa dan ini amat memengaruhi tahapan pemilu yang membuat tahapan pemilu mudah diakses masyarakat,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman saat Festival Milenial Memilih, di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (15/2/2019).
Dia menuturkan, semua tahapan pemilu, mulai dari perencanaan hingga rekapitulasi penghitungan suara, bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat, terutama generasi milenial yang akrab dengan teknologi. Begitu pula dengan data calon yang akan dipilih, seperti calon anggota legislatif hingga calon presiden, semua disediakan lengkap oleh KPU melalui kanal https://infopemilu.kpu.go.id/
Transparansi yang dilakukan oleh KPU, lanjut Arief, merupakan bagian untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas. Selain itu, penggunaan teknologi ini dekat dengan kalangan milenial sehingga mereka mudah mengaksesnya.
”Kalau dulu ada anggapan pemilu itu seperti membeli kucing dalam karung, kini tidak lagi karena semua informasi mengenai pemilu sudah disediakan oleh KPU,” ujarnya.
Kalau dulu ada anggapan pemilu itu seperti membeli kucing dalam karung, kini tidak lagi karena semua informasi mengenai pemilu sudah disediakan oleh KPU.
Kemudahan mengakses informasi terkait dengan pemilu ini diharapkan bisa meningkatkan pemilih dari kalangan milenial. Jika mereka sudah mengenal pemilu, diharapkan akan berpartisipasi dan menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, generasi milenial merupakan penentu masa depan bangsa. Anak-anak muda yang sadar politik harus menggunakan hak pilihnya sebagai bagian dari kepedulian terhadap masa depan bangsa ini.
Menurut dia, pemilih dari kalangan generasi milenial cukup menentukan dalam kontestasi Pemilu 2019. Dari jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 192 juta pemilih, ada sekitar 84 juta di antaranya merupakan pemilih dari kalangan generasi milenial.
Budiman mengingatkan anak-anak muda agar tidak larut dalam pertikaian di media sosial dalam memberikan dukungan kepada pilihannya. Sebab, antara panggung di depan dan belakang dunia politik bisa berbeda. Jika di media sosial bisa saling bertikai, hal itu belum tentu terjadi ketika mereka saling bertemu.
”Pilihlah calon yang bisa memperjuangkan aspirasi. Jangan memuja dan membenci secara berlebihan,” ujarnya.
Pilihlah calon yang bisa memperjuangkan aspirasi. Jangan memuja dan membenci secara berlebihan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan, generasi milenial memiliki tanggung jawab terhadap masa depan bangsa melalui pemilu. Partisipasi dalam pemilu merupakan kontribusi dari generasi milenial dalam menentukan masa depan bangsa ini. ”Anak muda sudah saatnya menjadi humasnya pemilu,” katanya.
Ketua Aliansi Pelajar Surabaya Seno Bagaskoro menilai, generasi milenial bukanlah kelompok apolitis. Sehari-hari mereka disisipi dengan informasi tentang pemilu melalui media sosial dan media arus utama. ”Namun, setiap kali membaca berita soal pemilu, isinya tidak sesuai yang diharapkan,” katanya.
Direktur NU Online Savic Ali mengatakan, ruang demokrasi saat ini membuat generasi muda lebih sadar politik. Meskipun minat politik generasi ini dinilai masih rendah, ketertarikannya lebih tinggi dibandingkan dengan generasi X dan baby boomers. ”Pada generasi X, sulit menemukan anak usia 18 tahun yang membicarakan soal pemilihan presiden,” kata Ali.