Real Madrid menunjukkan cengkeramannya yang tidak lekang zaman di Liga Champions saat menundukkan Ajax Amsterdam 2-1, Kamis dini hari WIB. Mentalitas juara itu diasah lewat serangkaian penderitaan di lapangan.
AMSTERDAM, KAMIS — Zinedine Zidane, mantan Pelatih Real Madrid, pernah berkata, kompetisi Liga Champions Eropa seolah mengalir di nadi klub raksasa Spanyol itu. Maka itu, ”El Real” selalu menemukan cara untuk selamat, bahkan berjaya, sesulit apa pun kondisinya di kompetisi elite itu.
Duel Ajax Amsterdam kontra Real di Johan Cruyff Arena, Kamis (14/2/2019) dini hari WIB, menjadi pembuktian terakhir tentang kuatnya cengkeraman DNA klub asal Spanyol itu di Liga Champions. Sempat ditekan habis-habisan oleh tuan rumah yang tampil militan, Real menang 2-1. Mereka pun hanya butuh hasil imbang dalam laga kedua di Spanyol pada 5 Maret mendatang untuk lolos ke perempat final.
Jika laga itu diibaratkan matematika, kemenangan Real itu tidak bisa dilogika. Media Inggris, The Telegraph, misalnya, menggambarkan laga itu bak balapan mobil antik Rolls-Royce dengan mobil sport terbaru keluaran Ferrari.
Mobil antik itu kalah cepat di putaran pertama. Namun, entah bagaimana, ia kemudian melesat dan finis terdepan. Real membuat 13 tendangan, sementara Ajax 19 kali di laga itu.
Penuh sesak
Pada laga itu, Johan Cruyff Arena memang bak gedung pameran yang gemerlap dan penuh sesak penonton. Publik setempat penasaran melihat Ajax, tim para bintang muda yang telah 13 tahun absen di fase gugur Liga Champions. Fans Ajax yang kehabisan tiket bahkan menyerbu Ziggo Dome, gedung berkapasitas 14.000 orang yang menjadi salah satu lokasi nonton bareng di Amsterdam.
”Kami bisa dengan mudahnya mengisi tiga kali kapasitas Arena Amsterdam (Stadion Johan Cruyff) untuk laga ini,” tulis perwakilan klub Ajax menggambarkan antusiasme publik Amsterdam dalam laga melawan sang juara bertahan.
Tak heran, Real sempat ditekan hebat di babak pertama laga itu. Pemain veteran El Real, seperti Toni Kroos dan Luka Modric, kewalahan menghadapi permainan energik, menekan, dan meledak-ledak pasukan belia Ajax yang dikomandoi bek Matthijs de Ligt. Real, yang terkepung di babak pertama, terpaksa memainkan bola-bola panjang yang sama sekali bukan ciri khas mereka
Tekanan kian menjadi-jadi berkat kehebohan penonton. Mereka bersiul keras setiap kali bola dikuasai lebih dari satu detik oleh Real. Sebaliknya, saat bola direbut para pemain Ajax, seisi stadion sontak bersorak. Bagi Sergio Ramos, kapten sekaligus bek Real, suasana di laga itu bak medan perang.
”Kami tahu bakal menderita. Kami tidak dalam kondisi terbaik. Untuk itu, kami harus kompak dan bersatu,” ujarnya.
Meskipun tampil di bawah standar, Real kejam memanfaatkan peluang yang dimiliki. Mereka menang berkat gol dari Karim Benzema dan pemain pengganti, Marco Asensio.
Kebengisan dan efesiensi gol itu juga diperlihatkan Real di musim lalu. Meskipun tampil kurang meyakinkan, mereka mampu menjadi juara. Di perempat final kontra Juventus misalnya, mereka lolos berkat penalti Cristiano Ronaldo di menit terakhir injury time.
Lalu, di laga puncak, mereka menghabisi tim yang tidak kalah agresif dari Ajax, yaitu Liverpool FC. Menurut Zidane, Real bak batu karang. Seiring waktu, alias pengalaman yang panjang di kompetisi itu, mereka kian kokoh dan tajam ditempa ombak penderitaan. Manajer boleh berganti, karakter itu tetap hidup pada diri pemain seperti Ramos dan Modric.
”Kami paham caranya bermain, bekerja keras, bahkan menderita saat diperlukan. Hal itu menunjukkan kekuatan (mental) pemain dan tim ini,” tutur Manajer Real Madrid Santiago Solari mengapresiasi keteguhan para pemainnya.
Kontroversi VAR
Di kubu sebaliknya, laga itu bak pisau tajam yang menyayat. Meskipun tampil bagus dan menuai pujian dari banyak pengamat, Ajax kini terancam gagal lolos ke perempat final.
Mereka mengira bakal menang saat bek sayap Nicolas Tagliafico mencetak gol lewat sundulan kepala di menit ke-38. Namun, gol itu dianulir wasit Damir Skomina akibat campur tangan video wasit (VAR), teknologi yang mulai diadopsi di babak gugur Liga Champions musim ini.
Insiden itu pun tercatat dalam sejarah sebagai gol pertama di Liga Champions Eropa yang dianulir oleh VAR. Menurut harian Marca, gol itu seharusnya sah. Namun, UEFA membela Skomina yang berargumentasi bahwa Dusan Tadic, pemain Ajax lainnya, berada pada situasi offside dan menghalangi kiper Real, Thibaut Courtois, saat gol itu terjadi.
”Hal seperti itu (VAR) sering menguntungkan klub besar,” ujar Frenkie de Jong, gelandang muda Ajax. (AFP)