Data Perusahaan di Bantaran Citarum Jadi Pegangan Penegakan Hukum
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Inventarisasi izin usaha menjadi prioritas penegakan hukum dalam tahun kedua Program Citarum Harum. Pendataan mulai dari aspek legalitas hingga proses pembuangan limbah pabrik-pabrik.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai Komandan Satuan Tugas Citarum Harum menyatakan, inventarisasi ini bertujuan mendata perusahaan yang berada di sekitar Sungai Citarum. Rencana aksi dibutuhkan sehingga menjadi pegangan komandan sektor dan penegak hukum dalam pengawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Kamil memaparkan, hingga saat ini belum ada rencana aksi yang ditetapkan sehingga komandan sektor menggunakan kebijakan masing-masing. Ia mengatakan, dalam waktu dekat rencana aksi akan dibukukan dan dijadikan standar operasional setiap wilayah.
”Saya mohon ini jadi prioritas Kelompok Kerja Penegakan Hukum (Pokja Gakum). Sekarang datanya belum jelas. Siapa yang berizin dan siapa yang belum. Ini menjadi patokan Gakum dalam penertiban,” kata Kamil dalam Diskusi Penguatan Koordinasi Penegakan Hukum di DAS Citarum, di Bandung, Jumat (15/2/2019).
Setelah inventarisasi, setiap petugas wilayah dan penegak hukum dapat bertindak sesuai dengan kerangka kerja di dalam rencana aksi. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Raja Nafrizal, penegakan hukum bagi pelanggar di DAS Citarum masih menggunakan penindakan sesuai dengan aturan yang ada.
Harus ada trik jitu agar ada efek gentar sehingga tidak ada yang berani. Bisa saja perusahaan yang melanggar dibangkrutkan jika banyak pelanggaran yang dilakukan.
Menurut Raja, harus ada penindakan tegas dan berat agar tidak ada perusakan lingkungan. Raja mencontohkan, salah satu upaya penegakan hukum di ranah lingkungan dapat menggunakan multidoor, yaitu penegakan hukum menggunakan berbagai hukuman sesuai dengan kewenangan aparat. Pelaku kejahatan diadili dengan sanksi kumulatif.
”Harus ada trik jitu agar ada efek gentar sehingga tidak ada yang berani. Bisa saja perusahaan yang melanggar dibangkrutkan jika banyak pelanggaran yang dilakukan,” ujarnya.
Selain untuk penegakan hukum, inventarisasi perusahaan juga menjadi bahan pertimbangan pemerintah memberikan rekomendasi perusahaan pindah ke lokasi yang disediakan. Kamil berujar, pemerintah telah menyediakan kawasan Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan sebagai tempat relokasi pabrik dengan sistem pengelolaan limbah komunal sehingga meringankan perusahaan.
”Sudah ada bandara di Kertajati, pelabuhan di Patimban, dan akses tol. Upah kerja juga kompetitif. Jika mereka pindah, tidak ada lagi sumber limbah. Imajinasi saya, Citarum bisa menjadi permukiman dan pusat budaya,” ujarnya. Kamil menambahkan, untuk merealisasikan hal tersebut, perlu kajian mendalam dan akan dilaksanakan tahun ini.
Wacana pemindahan industri akan dikaji dengan multidisiplin ilmu karena tidak hanya berhubungan dengan ekonomi, tetapi juga sosial masyarakat.
Dewan Pembina Citarum Institute Dini Dewi Heniarti mengatakan, wacana pemindahan industri akan dikaji dengan multidisiplin ilmu karena tidak hanya berhubungan dengan ekonomi, tetapi juga sosial masyarakat.
”Bapak Gubernur telah menugaskan kami mengkaji wacana tersebut. Kami akan melihat sejauh mana efek yang ditimbulkan jika relokasi pabrik dilaksanakan,” katanya.
Dimulai pada Februari 2018, program Citarum Harum diharapkan memulihkan Sungai Citarum dari hulu ke hilir sejauh 297 kilometer hingga tujuh tahun ke depan. Pelaksanaannya dibagi lewat 22 satuan tugas (satgas).
Koordinator setiap satgas dipimpin perwira berpangkat kolonel dari Kodam III/Siliwangi. Citarum memiliki peran strategis mendukung kehidupan masyarakat Jabar. Untuk penghijauan, dari target kebutuhan 125 juta bibit pohon untuk ditanam pada 80.000 hektar lahan kritis kini telah ditanam 869.184 bibit pohon di lahan seluas 556,3 hektar.