Masyarakat punya harapan besar dua capres ”bertarung” program secara mendalam di debat presidensial kedua.
Jalannya debat presidensial pertama yang diselenggarakan pada 17 Januari 2019 masih jauh dari ekspektasi publik karena eksplorasi program dan gagasan dari kedua kandidat belum memadai. Debat kedua yang akan berlangsung pada 17 Februari berada di tengah ekspektasi publik yang tinggi. Selain karena perubahan format, hal ini karena kedua kandidat akan mengungkap isu yang selalu menjadi perdebatan di publik.
Belum puasnya publik pada debat presidensial pertama tecermin dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 23-24 Januari dengan melibatkan 392 responden di 16 kota besar di Indonesia. Dari 64,5 persen responden yang menyatakan menonton debat, 60,1 persen responden menilai penyampaian program kerja oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden belum jelas. Selain itu, pengaturan debat dinilai publik perlu diperbaiki agar debat bisa memeras gagasan pasangan calon.
Menanggapi masukan publik, Komisi Pemilihan Umum mengubah format debat presidensial kedua. Perubahan itu antara lain dengan merancang segmen khusus bagi setiap kandidat untuk saling bertanya, menanggapi, dan mengeksplorasi pernyataan tanpa terpotong durasi waktu. Pada debat pertama, ruang waktu pertanyaan ataupun tanggapan kedua kandidat masih terbatas.
Perubahan format ini diharapkan dapat mempertajam substansi melalui ”kontestasi” argumen dan gagasan.
Dalam dialog Satu Meja The Forum bertajuk ”Jelang Babak Kedua, antara Fakta dan Retorika” yang ditayangkan di Kompas TV, Rabu (13/2/2019) malam, pengamat komunikasi politik Effendi Gazali mengatakan, perubahan format debat kedua akan membuat kedua capres lebih bebas dan terbuka dalam memberikan jawaban.
Turut hadir sebagai pembicara dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo itu, antara lain, Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Aria Bima; Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi- Ma’ruf, Bahlil Lahadalia; Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Priyo Budi Santoso; anggota Dewan Pakar BPN Prabowo-Sandi, Dradjad Wibowo; pengamat komunikasi politik Effendi Gazali; dan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.
Effendi menilai, suasana debat juga akan ”memanas” karena kedua capres akan saling mengungkap isu yang sering menjadi perdebatan, seperti kebocoran anggaran, utang luar negeri, hingga kebijakan impor. Hal ini tidak terlepas dari tema yang diangkat pada debat kedua, yakni energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur.
Menurut Aria Bima, Jokowi- Ma’ruf akan menciptakan Indonesia yang produktif dan berdaya saing tinggi jika terpilih sebagai presiden untuk periode kedua. Untuk itu, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf akan meningkatkan infrastruktur ekonomi di perdesaan hingga infrastruktur ekonomi untuk kebutuhan komersial.
Sementara Prabowo-Sandi, kata Dradjad Wibowo, akan fokus mewujudkan swasembada pangan, energi, dan air untuk membuat Indonesia menjadi lebih adil dan makmur. Prabowo-Sandi juga akan menjamin agar harga jual hasil tani tetap tinggi, tetapi harga tersebut tetap murah di tingkat rakyat.
Perdebatan infrastruktur
Masifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kerap diperdebatkan oleh TKN Jokowi-Ma’ruf dan BPN Prabowo-Sandiaga.
Merespons perdebatan antara TKN dan BPN yang mencoba mendekonstruksi pembangunan infrastruktur, Bhima Yudhistira meminta masyarakat agar dapat melihat korelasi dari kasus itu. Sebab, setiap pembangunan memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap berbagai sektor. Hal inilah yang harus diluruskan dan disampaikan ke publik oleh kedua capres pada debat kedua nanti.
Terlepas dari sengitnya perdebatan mengenai isu pangan dan infrastruktur, kedua kandidat juga perlu memberikan perhatian ke tema energi, SDA, dan lingkungan hidup. Jangan sampai kedua capres terjebak dalam retorika untuk menarik simpati pemilih.