JAKARTA, KOMPAS – Perubahan karakter siswa yang sejalan dengan kemajuan teknologi pada akhirnya menuntut guru turut merubah pola mengajar sesuai kebutuhan zaman. Hadirnya inovasi kelas maya bisa menjadi alternatif untuk menghadirkan media pembelajaran baru berbasis teknologi.
“Inovasi belajar dengan sistem kelas maya selaras dengan konsep student centered learning (SCL),” kata Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemdikbud) Gogot Suharwoto di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Konsep SCL merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada model ini, siswa diberi kesempatan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Peran guru dibatasi sebagai fasilitator atau motivator bagi siswa untuk mengembangkan proses pembelajaran secara mandiri.
“Anak sekarang dari lahir sudah makan pulsa,” kata Gogot.
Analogi itu dia gunakan untuk menggambarkan betapa dekatnya generasi milenial dengan kemajuan teknologi digital. Kolaborasi, kebebasan, dan kecepatan merupakan tiga karakteristik generasi ini.
Saat ini ada beragam platform aplikasi belajar jarak jauh yang dapat diakses dengan mudah melalui ponsel pintar. Aplikasi Ruangguru, Quipper, dan Rumah Belajar merupakan sebagian dari sekian banyak platform kelas maya yang menjanjikan pengalaman kemudahan belajar.
Melalui aplikasi kelas maya, siswa dan guru ataupun tutor bisa melaksanakan kegiatan belajar tanpa perlu bertemu langsung. Dalam hal ini, fleksibilitas ruang dan waktu menjadi nilai jual utama yang ditawarkan platform aplikasi tersebut.
“Inovasi kelas maya hadir menjawab keinginan siswa meningkatkan peran teknologi dalam proses pembelajaran,” kata Gogot.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar para guru segera beradaptasi di tengah perubahan kebutuhan pembelajaran siswa yang kini berlangsung sangat cepat pada zaman digital.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Ilham Akbar Habibie mengatakan, para guru di Indonesia masih perlu didorong meningkatkan literasi digital. “Masih ada guru yang belum sadar perubahan digital itu nyata dan perlu segera disikapi,” katanya.
Ilham mengatakan, guru harus bisa menerapkan pembelajaran berbasis proyek. Dalam model itu, guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa menggabungkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka menciptakan inovasi.
“Untuk menghasilkan inovasi kuncinya adalah kolaborasi,” kata Ilham.
Pada era digital, tidak ada lagi batas tegas antara ilmu pasti dan sosial. Teknologi dan seni sama-sama penting untuk dipelajari guna menciptakan inovasi yang bisa diterapkan dalam kehidupan nyata.
Tidak terganti
Meskipun peran teknologi semakin terasa manfaatnya di dunia pendidikan, teladan dari sosok seorang guru tetap tidak terganti. “Teknologi itu fungsinya melengkapi, bukan menggantikan guru,” kata Amelia Rahayu (18), siswi kelas 12 di SMA Muhammadiyah 12 Jakarta.
Para guru di SMA Muhammadiyah 12 sudah lama membiasakan para murid menggunakan Quipper. Amelia juga merasa terbantu dalam mengerjakan tugas atau berlatih soal melalui aplikasi kelas maya tersebut.
“Tapi kan kalau udah bingung ya tetap harus ketemu guru secara langsung,” kata Amalia. Ia berpendapat pertemuan langsung dengan guru di ruang kelas merupakan hal yang tidak bisa digantikan aplikasi secanggih apa pun.
Minarti (47), guru SD Inpres 1 APO- Jayapura, yang dipilih Kemdikbud menjadi duta aplikasi Rumah Belajar juga berpendapat teknologi kelas maya adalah penunjang proses pembelajaran. “Teknologi itu diciptakan untuk membantu guru, bukan menggantikan guru,” ujarnya. (PANDU WIYOGA)