JAKARTA, KOMPAS – Laju penularan demam berdarah dengue di Jakarta Selatan pada Bulan Februari ini teredam menyusul rangkaian gerakan untuk memberantas sarang nyamuk. Pada Bulan Januari, tingkat penularan penyakit itu di Jakarta Selatan sekitar 11 kasus per hari. Memasuki Februari, laju penularan turun menjadi sekitar 9 kasus per hari.
Berdasar data Pemerintah Kota Jakarta Selatan, selama Januari terdapat 327 kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah itu. Sepanjang 1-14 Februari, sebanyak 116 kasus baru.
Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, teredamnya laju penularan DBD di Jakarta Selatan ini setelah gerakan masif dilakukan. Gerakan itu di antaranya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di sekolah setiap hari di luar jam belajar mengajar dan jumantik yang bergerak setiap hari untuk memantau PSN di wilayahnya. Awalnya, kegiatan itu diadakan hanya sekali sepekan.
Selain itu juga dilakukan pembuatan perangkap larva setidaknya 3.000 buah di Kelurahan Lenteng Agung. Kelurahan ini, pada Januari lalu, merupakan kelurahan dengan jumlah kasus DBD tertinggi di DKI Jakarta. “Pengasapan juga sudah dilakukan di banyak titik yang ada kasus DBD,” katanya di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Pada Januari, Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan jumlah kasus DBD tertinggi di DKI Jakarta. Sebaran tertinggi terdapat di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa. Pada Februari, angka penularan DBD di Jakarta Selatan turun di posisi ketiga, dengan jumlah terbanyak di Jakarta Barat diikuti Jakarta Timur.
Kawasan dengan jumlah kasus DBD tertinggi bergeser dari Jagakarsa ke Kelurahan Cipete Utara dan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru. “(Kasus DBD di) Jagakarsa turun drastis karena konsentrasi pemberantasan nyamuk pada bulan Januari ada di sana,” kata Arifin.
Menurut Arifin, kewaspadaan terhadap DBD ini akan dilakukan terus setidaknya hingga Maret mendatang. Sejauh ini, pemberantasan masih dilakukan sebagai gerakan masyarakat sehingga belum menggunakan anggaran tambahan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga telah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 7 Tahun 2019 tentang penanganan peningkatan kasus DBD. Instruksi ini ditujukan pada seluruh organisasi perangkat daerah hingga tingkat camat dan lurah untuk meningkatkan pengawasan dan PSN di wilayahnya masing-masing.
Para camat dan lurah diminta untuk mengembangkan inovasi dalam upaya pengendalian dam penanganan DBD, antara lain melalui gerakan menanam pohon pengusir nyamuk pada setiap rumah, penaburan ikan pemakan jentik dan pemasangan perangkap jentik nyamuk.
Dalam instruksi tersebut juga diberikan contoh tanaman pengusir nyamuk, yaitu lavender, tapak dara, rosemary, bunga kenikir, citrosa mosquito, sereh wangi, kecombrang, jeruk nipis, kemangi, daun mint, dan zodia. Adapun ikan pemakan jentik dicontohkan ikan cupang, ikan mas, cetul dan cere.
Adapun biaya untuk pelaksanaan instruksi gubernur itu dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran masing-masing perangkat daerah dan unit kerja atau biaya sumber lain yang tidak mengikat.
Cepat berkembang
Penyakit DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sebelumnya, dosen pada Departemen Parasitologi FKUI, Saleha Sungkar, mengatakan, nyamuk ini menyukai air yang jernih dan terlindung dari sinar matahari, terlebih tempat air itu ada di dalam rumah.
Nyamuk hanya membutuhkan dinding dari wadah air untuk meletakkan telur. Telur tahan kering dan bertahan hingga enam bulan. Tempat yang sering digunakan ialah bak mandi dan gentong. Mereka akan beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan terdapat keringat manusia.