JAKARTA, KOMPAS--Sumbangan sektor pariwisata Indonesia semakin besar. Surplus jasa perjalanan di Neraca Pembayaran Indonesia semakin meningkat.
Pada 2016, surplus jasa perjalanan 3,639 miliar dollar AS. Jumlah ini meningkat menjadi 4,85 miliar dollar AS pada 2017 dan 5,338 miliar dollar AS pada 2018.
Surplus terjadi karena penerimaan jasa perjalanan wisatawan mancanegara ke Indonesia lebih besar dari pembayaran jasa perjalanan wisatawan domestik ke luar negeri.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), wisman yang datang ke Indonesia pada 2018 sebanyak 15,81 juta kunjungan. Jumlah itu di bawah target pemerintah, yakni 17 juta kunjungan.
Target yang belum tercapai itu mesti diimbangi dengan perolehan devisa yang lebih banyak, antara lain dengan memperpanjang masa tinggal dan memperbesar nilai belanja wisman.
Menurut Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana I Gde Pitana, setiap wisatawan memiliki kebutuhan dan ketertarikan berbeda. Untuk memperpanjang masa tinggal dan memperbesar belanja wisman, paket yang disediakan harus menarik. "Akan tetapi, kita tidak meninggalkan wisman yang hanya tinggal sebentar atau belanja sedikit. Semua ada pangsa pasar dan pangsa produknya masing-masing. Ada pengusaha yang menyediakan produk-produk itu," kata Pitana, Kamis (14/2/2019).
Kita tidak meninggalkan wisman yang hanya tinggal sebentar atau belanja sedikit.
Menurut Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia Azril Ashari, target kunjungan wisatawan yang dipatok pemerintah tidak masuk akal. Sebab, berdasarkan tren, pertumbuhan kunjungan wisman sekitar 8,9 persen per tahun. Target tahun ini sebanyak 20 juta wisman atau 26,5 persen lebih tinggi dari 15,81 juta kunjungan pada 2018.
Sementara, analis kebijakan dari Indonesia Services Dialogue, M Syarif Hidayatullah, menuturkan, kontribusi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) lebih tinggi dari industri ekstraktif dan manufaktur. Penyerapan tenaga kerja di sektor jasa sekitar 55 persen dari total pekerja Indonesia.
"Sektor jasa punya potensi menjadi daya ungkit ekonomi,” kata Syarif.
Mengutip data BPS, sumber pertumbuhan ekonomi dari sektor jasa mencapai 0,71 persen pada 2018. (ARN/KRN)