Mencegah Kebakaran Hutan Bisa Meminimalisasi Kerugian
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Wilayah Kalimantan Barat diperkirakan mulai memasuki musim panas yang berpotensi memicu kebakaran lahan gambut April mendatang. Untuk itu, kegiatan pencegahan hendaknya diutamakan agar tidak menimbulkan kerugian material dan mencegah agar bencana tersebut tidak terjadi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Asap Akibat Kebakaran Lahan, Jumat (15/2/2019) di Pontianak, mengatakan, pencegahan langkah yang penting. Pemangku kebijakan jangan menunggu terjadinya kebakaran.
“Menjelang puncak kemarau harus sudah ada surat keputusan Gubernur Kalimantan Barat mengenai status siaga darurat penanganan kebakaran lahan dan kabut asap. Dengan demikian, BNPB bisa cepat pula mengalokasikan anggaran untuk persiapan pencegahan di daerah,” papar Doni.
Pencegahan itu penting karena jika sudah terjadi bencana kebakaran lahan, kerugiannya sangat besar. Sebagai contoh, membandingkan bencana kebakaran lahan yang terjadi pada 2015 dengan tsunami Aceh pada 2004. “Saat tsunami di Aceh korbannya hampir 200.000 orang kerugian materialnya 7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 120 triliun. Bandingkan dengan kebakaran lahan 2015 kerugian material 16,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 221 triliun,” ungkap Doni.
Saat tsunami di Aceh korbannya hampir 200.000 orang kerugian materialnya 7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 120 triliun. Bandingkan dengan kebakaran lahan 2015 kerugian material 16,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 221 triliun
Jadi, kerugian material yang diakibatkan kebakaran lahan besar sekali. Belum lagi kerugian karena kesehatan. Oleh karena itu, upaya pencegahan akan lebih banyak menghebat uang negara daripada harus melakukan penanganan saat kebakaran.
Doni berharap, beberapa minggu sebelum puncak musim kemarau, diharapkan sudah ada surat keputusan dari Gubernur Kalbar untuk menetapkan status siaga darurat kebakaran lahan dan kabut asap.
Doni menuturkan lebih lanjut, penyebab kebakaran 99,99 persen adalah karena perbuatan manusia. Oleh karena itu perlu juga pendekatan sosial, kultural, dan peran dari pada tokoh agama agar bisa memberikan masukan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tegerak untuk tidak membakar lahan gambut.
Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Mayor Jenderal Achmad Supriyadi, mengatakan, sepuluh tahun terakhir selalu terjadi kebakaran lahan di wilayah Kalbar dan Kalimantan Tengah. Jumlah titik panas di kedua provinsi itu pada 2015 sebanyak 13.741 titik, pada 2016 sebanyak 3.071 titik, pada 2017 sebanyak 4.471 titik, dan pada 2018 ada 12.327 titik. Pada 2017 itu luas lahan yang terbakar 4.583,21 hektar dan pada 2018 luas lahan yang terbakar 12.615,71 hektar.
Sepuluh tahun terakhir selalu terjadi kebakaran lahan di wilayah Kalbar dan Kalimantan Tengah
Gubernur Kalbar Sutarmidji, mengatakan, ia akan mengeluarkan surat keputusan penetapan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan pada hari ini juga (Jumat siang). Setelah pertemuan pemangku kebijakan tersebut ia segera menandatangani surat keputusan itu.
Selain itu, upaya pencegahan di tingkat desa juga dilakukan, melalui konsep desa mandiri. Dengan 52 indikator desa mandiri bisa melibatkan masyarakat termasuk untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, misalnya aspek gotong royong masyarakat.
Sutarmidji juga menekankan pentingnya penegakan hukum dalam mengatasi masalah kebakaran lahan ini. Perusahaan juga ada yang membuka lahan perkebunan mereka dengan cara membakar lahan.
Catatan Kompas, tahun lalu tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel lahan korporasi yang membakar lahan. Penyegelan dilakukan pada Sabtu (25/8/2018), Minggu (26/8/2018), dan Senin (17/9/2018) di Kabupaten Kubu Raya dan Ketapang.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead, mengatakan, BRG sudah beberapa tahun ini menjalankan program restorasi gambut. Program itu dijalankan melalui pendekatan pembasahan kembali (rewetting), penanaman kembali (revegetasi), dan pemberdayaan masyarakat (revitalisasi). Program itu dilaksanakan di provinsi prioritas, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalibar, Kalteng, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Periode 2017-2018 luas lahan yang direstorasi 679.901 hektar. Kemudian, pembuatan sumur bor 4.900 unit, sekat kanal 3.868 unit, dan tribun kanal 33 unit. Kemudian, revegetasi 787 hektar, revitalisasi ekonomi 204 paket, dan embung 42 unit. Ada juga pemasangan 142 alat pemantau muka air di tujuh provinsi prioritas tersebut untuk memantau lahan gambut.