Sebagai bagian dari konsistensi Muhammadiyah dengan pandangan moderat dan sikap di tengah, syarikat ini tidak mendukung pihak mana pun di Pemilu 2019. Namun, Muhammadiyah mendorong warganya memakai hak pilih.
BENGKULU, KOMPAS - Muhammadiyah tidak memberikan dukungan kepada pihak mana pun di Pemilu 2019 dan membebaskan warganya memilih sesuai dengan hati nurani. Sikap ini diambil sebagai bagian dari konsistensi Muhammadiyah dengan pandangan moderat dan sikap di tengah.
”Muhammadiyah sudah dewasa dan matang dalam menyikapi kontestasi politik karena sudah sejak awal posisi di tengah itu yang diambil oleh Muhammadiyah,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin saat hadir sebagai pembicara kunci dalam seminar Islam Wasatiyah, di Bengkulu, Kamis (14/2/2019).
Seminar itu terkait dengan sidang tanwir Muhammadiyah yang hari ini akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Semula, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dijadwalkan membuka sidang tanwir. Namun, karena ada sejumlah perubahan agenda, Presiden akan hadir membuka sidang tanwir dan memberi sambutan dalam pembukaan acara. Sementara Wapres akan menutup acara itu pada Minggu.
Islam wasatiyah
Din juga mengimbau warga Muhammadiyah untuk aktif menyalurkan suaranya dalam Pemilu 2019. Hal itu sebagai bagian dari salah satu wajah Islam wasatiyah atau Islam jalan tengah, yaitu mengakui dan turut aktif dalam pembangunan bangsa dan negara.
Menurut Din, semuanya, ada tujuh wajah Islam wasatiyah. Enam wajah adalah adil atau menegakkan keadilan, menjaga keseimbangan, toleransi, mengutamakan musyawarah, mengutamakan perdamaian secara konstruktif, dan bersifat kepeloporan.
Indonesia yang berlandaskan Pancasila, lanjut Din, telah mewadahi sifat-sifat itu. Pancasila adalah ideologi jalan tengah yang bisa menjadi rujukan yang sangat baik di tengah-tengah ekstremitas pandangan.
Menurut Din, kini yang terjadi adalah ekstremitas dan kita terjebak di dalamnya. ”Liberalisme, misalnya, adalah bentuk dari ekstremitas. Sementara yang sebaliknya, yakni konservatisme, baik atas dasar agama, ideologi, dan sebagainya, juga bentuk ekstremitas,” tuturnya.
Dalam kondisi seperti ini, lanjut Din, peradaban dunia memerlukan jalan tengah. Pasalnya, sikap ekstrem memicu kerusakan, yang skalanya tidak hanya lokal, tetapi juga nasional, dan global. Pancasila bisa menjadi antitesis dari ekstremitas itu apabila dikaji dari sudut pandang kebangsaan. Namun, Pancasila harus dipahami sebagai ideologi terbuka yang harus terus-menerus diisi dan dijalankan secara konsekuen.
Ketua PP Muhammadiyah Syafiq A Mughni menambahkan, Islam wasatiyah berupaya dipromosikan ke dunia internasional.
Memaklumi
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, ada perubahan agenda sidang tanwir karena salah satu tokoh nasional yang diundang, yakni Prabowo Subianto, berhalangan hadir.
”Pak Prabowo berhalangan hadir,” katanya. Ia menambahkan, dirinya memaklumi alasan ketidakhadiran Prabowo yang hari ini ada acara di Semarang, Jawa Tengah.
Dalam agenda awal, Jokowi dan Prabowo diundang sebagai tokoh nasional untuk memaparkan pandangan mereka terkait tema tanwir kali ini, yakni ”Beragama yang Mencerahkan”. Mereka sedianya diagendakan berpidato di hadapan peserta tanwir. Namun, karena adanya perubahan, Jokowi akan hadir sebagai Presiden yang membuka sidang tanwir dan memberikan sambutan di pembukaan acara.
Sidang tanwir yang di Muhammadiyah merupakan permusyawaratan tertinggi di bawah muktamar, lanjut Mu’ti, akan membahas hal krusial terkait organisasi, keumatan, dan kebangsaan.