Pemerintah Kembangkan Legenda Borobudur untuk Gaet Kaum Milenial
Oleh
Haris Firdaus
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, agar bisa menyamai Angkor Wat di Kamboja. Upaya itu antara lain dilakukan dengan menggali dan mengembangkan legenda atau cerita mengenai Candi Borobudur yang bisa menarik perhatian wisatawan mancanegara, terutama dari kalangan milenial.
”Saya harapkan ada satu narasi yang bagus tentang Borobudur yang lebih imajinatif, populer, dan bisa diterima oleh milenial,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya seusai Seminar Legenda Borobudur, Jumat (15/2/2019), di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saya harapkan ada satu narasi yang bagus tentang Borobudur yang lebih imajinatif, populer, dan bisa diterima oleh kalangan milenial.
Seminar Legenda Borobudur digelar atas kerja sama Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Program Studi S-2 dan S-3 Kajian Pariwisata Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain Arief, seminar itu juga dihadiri beberapa pejabat, antara lain Wakil Gubernur DIY Paku Alam X dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen serta sejumlah pembicara.
Arief menyatakan, selama ini, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Candi Borobudur masih kalah jauh dibandingkan dengan jumlah wisman di Angkor Wat yang merupakan kompleks candi di Kamboja. Menurut Arief, jumlah wisman ke Angkor Wat bisa mencapai 2,5 juta orang per tahun, sementara wisman yang datang ke Borobudur hanya sekitar 250.000 orang tiap tahun.
Arief memaparkan, dari segi atraksi wisata, Candi Borobudur sebenarnya tidak memiliki masalah. Sebab, candi tersebut sudah ditetapkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Namun, pengembangan wisata di Candi Borobudur masih menghadapi sejumlah hambatan, misalnya dalam hal akses.
Masalah akses itu muncul karena Bandara Internasional Adisutjipto di Sleman—yang merupakan bandara terdekat ke Candi Borobudur—tidak bisa didarati pesawat berbadan besar sehingga penerbangan langsung dari banyak negara tidak bisa mendarat di sana.
Kondisi itulah yang membuat pemerintah memutuskan pembangunan bandara baru di Kabupaten Kulon Progo, DIY. Bandara baru itu ditargetkan bisa beroperasi secara terbatas mulai April 2019.
Selain masalah akses, Arief menuturkan, Candi Borobudur juga dinilai masih kalah populer dibandingkan Angkor Wat. Kondisi itulah yang kemudian membuat pemerintah memutuskan mengembangkan legenda atau cerita yang bisa lebih memopulerkan Candi Borobudur di kalangan wisman, terutama mereka yang tergolong sebagai generasi milenial.
Menurut Arief, pengembangan legenda tentang Borobudur merupakan instruksi dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Arief menceritakan, pada 21 Januari 2019, Wapres Kalla—yang baru saja pulang dari mengunjungi Angkor Wat—memanggil dirinya dan memberi sejumlah instruksi terkait pengembangan pariwisata. Salah satu arahan itu adalah mengembangkan legenda tentang Candi Borobudur.
Upaya untuk mengembangkan legenda Borobudur itu dilakukan melalui sejumlah cara, misalnya seminar dan lomba. Menurut Arief, ke depan, akan digelar lomba menulis tentang legenda Borobudur dan lomba memvisualisasikan legenda Borobudur ke berbagai medium, misalnya film, foto, animasi, gim, dan seni pertunjukan. Selain itu, juga akan digelar lomba terkait legenda Borobudur khusus untuk kalangan milenial.
”Kenapa saya ngotot milenial? Karena jumlah wisatawan milenial sangat besar. Traveler (wisatawan) yang masuk dari luar negeri ke Indonesia 50 persen adalah milenial. Selain itu, secara statistik, 57 persen traveler Asia adalah milenial,” ujar Arief.
Kenapa saya ngotot milenial? Karena jumlah wisatawan milenial sangat besar. Traveler (wisatawan) yang masuk dari luar negeri ke Indonesia 50 persen adalah milenial. Selain itu, secara statistik, 57 persen traveler Asia adalah milenial.
Kisah-kisah
Guru Besar Antropologi UGM Heddy Shri Ahimsa-Putra menjelaskan, secara ilmiah, legenda bisa didefinisikan sebagai cerita rakyat yang sebagian isinya berasal dari peristiwa sejarah tentang seseorang atau sebuah peristiwa, tetapi dengan tambahan-tambahan yang cenderung mengagungkan, mengangkat, atau menekankan nilai budaya tertentu.
”Legenda itu berbasis sebuah peristiwa sejarah di masa lampau, tapi biasanya ada tambahan-tambahannya. Jadi, realitasnya betul-betul ada, tetapi kemudian sedikit atau banyak dilebih-lebihkan,” ujarnya.
Heddy menuturkan, legenda terkait Borobudur bisa digali dan dikembangkan dari sejumlah kisah, misalnya tentang kawasan di sekitar candi tersebut yang dulu merupakan danau purba. Selain itu, kisah tentang pembuat Candi Borobudur dan proses pembuatannya juga berpotensi untuk digali dan dikembangkan menjadi legenda populer.
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Budaya Taufik Rahzen mengatakan, legenda sebuah tempat biasanya berkait dengan dua hal, yakni asal-usul dan tujuan pembangunan tempat tersebut.
Berdasar sejumlah kajian, Taufik menuturkan, ada beberapa kisah yang bisa dikembangkan menjadi legenda Borobudur. Salah satunya adalah kisah Gandavyuha yang terdapat dalam relief di Candi Borobudur.
Menurut Taufik, kisah Gandavyuha bercerita tentang seorang pemuda kaya bernama Sudana yang melepaskan seluruh hartanya, lalu melakukan perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Dalam perjalanan itu, Sudana bertemu dan belajar kepada orang-orang dari beragam latar belakang suku, agama, dan kelas sosial.
Taufik menilai, proses pencarian dan perjalanan Sudana bisa diubah menjadi virtual reality (realitas virtual) dalam bentuk gim. ”Saya membayangkan, jika cerita ini masuk dalam suatu games atau kisah virtual reality, saya kira ini akan menjadi perjalanan yang sangat menarik untuk generasi milenial,” ungkapnya.