Pemerintah Kota Depok Razia Pelajar Bolos
DEPOK, KOMPAS — Sejumlah pelajar yang membolos sekolah terjaring razia petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019). Mereka mengaku ada keperluan lain sehingga tidak masuk ke sekolah.
Salah seorang siswa SMK swasta di Kota Depok, AHF (15), terjaring razia bersama empat temannya di warung makan di Jalan Ridwan Rais, Kelurahan Beji Timur, Kecamatan Beji, Kota Depok. Saat ditanya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), AHF berdalih mengaku terlambat masuk sekolah.
”Saat kami sampai sekolah, gerbang sudah ditutup. Kalau pulang, saya takut dimarahi orangtua. Jadi, saya main ke sini sambil menunggu jam pulang sekolah,” kata AHF.
Sementara itu, pelajar lain, MFR (16) dan MJP (17), mengatakan bahwa mereka sedang menjalani praktik kerja lapangan (PKL). Namun, saat ditanya lebih lanjut oleh petugas tentang lokasi PKL-nya, kedua pelajar salah satu SMK Swasta di Depok itu terdiam.
Alasan lain diungkapkan siswa SMP negeri di Depok, S (15). S dan belasan pelajar lain ditemukan petugas Satpol PP saat berkumpul di kawasan Situ Cilodong, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Depok. Beberapa di antara mereka langsung mematikan rokok yang mereka isap saat petugas datang. Kepada petugas Satpol PP, S dan teman-temannya mengaku bahwa mereka masuk sekolah pada siang hari.
Salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan yang layak. Jika membolos seperti ini, anak-anak tidak bisa mendapatkan haknya. Mereka ini adalah aset bangsa, jadi perlu kita sadarkan kembali.
”Saya masuk sekolah siang. Sembari menunggu waktu, saya nongkrong dulu di sini,” ucap S. Petugas kemudian meminta pelajar-pelajar ini untuk pulang dan menunggu waktu masuk sekolah di rumah mereka masing-masing.
Sebelumnya, Kamis (14/2/2019), Satpol PP Kota Depok melakukan razia di warung-warung internet di kawasan Sukmajaya. Dalam razia itu, petugas mendapati AP, siswa kelas VI SD yang sedang bermain gim di warung internet pada jam sekolah.
”Saat melihat kami datang, dia langsung menangis. Anak itu meminta kami untuk tidak melapor ke sekolah ataupun ke orangtuanya. Sebab, anak itu tak ingin membuat ibunya sedang sakit bersedih,” ujar Suryanah, salah seorang petugas Satpol PP Kota Depok. Setelah ditenangkan, anak itu diminta untuk pulang dan diminta berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Dalam razia pengawasan dan penertiban pelajar, Jumat, petugas menjaring 32 pelajar yang terdiri dari 10 pelajar sekolah menengah pertama dan 22 pelajar sekolah menengah atas. Sementara itu, dari hasil razia pada Kamis, Satpol PP Kota Depok menjaring 20 pelajar yang terdiri dari 1 pelajar SD, 8 pelajar SMP, dan 11 pelajar SMA.
Kepala Bidang Penegakan dan Pengaturan Satpol PP Depok Yamrin Madina meminta pelajar mengisi Surat Pernyataan Pelanggaran Disiplin Pelajar, dinasihati, dan diminta untuk pulang. ”Kalau pelajar yang kami razia kedapatan membawa senjata tajam, kami bawa ke kantor. Biasanya orangtua atau pihak sekolah yang nanti menjemput. Sekalian kami beri imbauan juga kepada orangtua dan sekolahnya,” tutur Yamrin.
Menurut Yamrin, pada razia yang dilakukan bulan lalu, petugas menemukan belasan pelajar yang hendak tawuran. Hal itu terlihat dari barang-barang yang mereka bawa di dalam tas, seperti senjata tajam dan benda yang dianggap sebagai jimat kekebalan. Belasan pelajar ini dibawa ke kantor Satpol PP dan mendapatkan pembinaan aparat. Selanjutnya, mereka dijemput orangtua atau pun pihak sekolah.
Ditemui seusai razia, Kepala Satpol PP Kota Depok Linda Ratna Nurdiany mengatakan, razia ini rutin dilakukan sejak awal tahun. Tujuannya adalah untuk menegakkan kedisiplinan dan menunjang status Kota Depok sebagai Kota Layak Anak (KLA).
”Salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan yang layak. Jika membolos seperti ini, anak-anak tidak bisa mendapatkan haknya. Mereka ini adalah aset bangsa, jadi perlu kita sadarkan kembali,” kata Linda.
Satpol PP berencana menjalin kerja sama dengan dinas pendidikan dan pihak sekolah untuk menertibkan pelajar yang membolos. Linda juga mengusulkan pihak sekolah yang memulangkan siswanya karena terlambat untuk mempertimbangkan peraturan tersebut.
”Sebaiknya, kalau terlambat begitu, siswa tetap diperbolehkan masuk saja. Biarkan siswa yang terlambat belajar di perpustakaan saja sehingga mereka tidak berkeliaran di luar sekolah dan melakukan hal-hal yang negatif,” ucap Linda.
Libatkan orangtua
Dihubungi secara terpisah, Jumat sore, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Depok. Retno menyarankan, kegiatan penertiban seperti ini dibarengi dengan pembinaan kepada sekolah dan juga orangtua pelajar.
”Kalau orangtua tidak tahu anaknya dirazia, ya, mungkin tidak bisa memantau. Tetapi, jika orangtua tahu anaknya membolos, mereka bisa lebih ketat lagi mengawasi anaknya,” ujar Retno.
Retno juga menyarankan, komunikasi antara orangtua dan pihak sekolah harus diintensifkan. Dengan demikian, orangtua bisa ikut memantau setiap perkembangan dan kegiatan anaknya di sekolah. (KRISTI DWI UTAMI)