Pengukuran Kompetensi Kelompok Masyarakat Dipertanyakan
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengukuran kompetensi dan kemampuan teknis kelompok masyarakat dalam mengelola dana swakelola dipertanyakan sejumlah pihak. Sejauh ini, belum ada parameter untuk menentukan ukuran kemampuan teknis tersebut. Kemampuan teknis ini dinilai penting agar pengelolaan anggaran sesuai dengan tujuan.
Dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Nomor 8 Tahun 2018, pengalaman atau kemampuan teknis menjadi syarat bagi organisasi dan juga kelompok masyarakat pengelola dana. Namun, peraturan itu belum merinci parameter untuk mengukur pengalaman atau kemampuan teknis yang dimaksud.
Kompetensi organisasi masyarakat (ormas) dan kelompok masyarakat sebagai pengelola anggaran pembangunan salah satunya dipertanyakan Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI Jakarta Bestari Barus.
Kompetensi yang dipertanyakan mulai dari membuat laporan anggaran hingga pelaksanaan program. ”Dana swakelola ini menjadi riskan kalau masyarakat belum punya kemampuan untuk menangani, termasuk membuat laporan anggaran hingga peralatannya,” katanya di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Menurut Bestari, Jakarta belum membutuhkan dana swakelola ke masyarakat. Sebab, dinas dan organisasi perangkat daerah lainnya sudah memadai serta mempunyai kelengkapan peralatan yang dibutuhkan untuk membangun.
Kondisi ini berbeda dengan dana desa yang terpencil ataupun kurang peralatan berat. ”Di Jakarta alat-alat sudah baik dan semua terjangkau oleh dinas. Di desa itu alat berat tidak ada, lokasi terpencil, makanya swadaya masyarakat,” katanya.
Dana swakekola ini yang juga rentan masalah hukum karena menyangkut anggaran daerah. Warga yang tak memiliki kemampuan pengelolaan anggaran justru bisa tersandung masalah hukum.
Menurut Bestari, pemberdayaan ekonomi warga bisa ditempuh dengan program lain yang lebih minim risiko.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, target dari dana swakelola ini banyak dana bisa dikelola oleh masyarakat supaya APBD DKI Jakarta bisa ikut menggerakkan perekonomian masyarakat.
Maksimalkan dinas
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih baik memaksimalkan peran dinas dan organisasi perangkat daerah lainnya. Sebab, selain sudah terukur baik kompetensinya, dinas dan organisasi perangkat daerah mempunyai kemampuan mengelola anggaran.
Ia mengatakan, kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengelola anggaran daerah justru berpotensi membuat pengelola tersandung masalah hukum, misalnya dugaan korupsi.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, kompetensi teknis sangat penting dalam pembangunan infrastruktur pencegahan banjir. Untuk itu, dana swakelola untuk proyek infrastruktur di bawah Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta pun harus dipastikan dikelola kelompok masyarakat yang mempunyai kompetensi teknis.
”Harus lakukan seleksi dahulu, bisa oleh lurah, mana warga mana yang memang mampu melakukan. Sebab, kalau ada kesalahan teknis pembangunan, turap bisa longsor,” katanya.
Dari sisi kapasitas dan kemampuan, kata Teguh, sejauh ini pasukan biru masih sangat memadai untuk perbaikan atau pembangunan kecil di saluran dan kali di Jakarta. Saat ini, pasukan biru berjumlah sekitar 8.000 orang yang direkrut dari warga setempat. Mereka juga diseleksi dengan ketat, mulai dari latar belakang, pendidikan, hingga kemampuan teknisnya.
Rekam jejak
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mulai membuka keran dana swakelola tersebut. Sebab, kebijakan ini membuka peluang bagi masyarakat sipil mengelola anggaran pembangunan yang selama ini tak maksimal dalam pengelolaan pemerintah sendiri.
Namun, ia juga menekankan pentingnya mengukur kompetensi ormas ataupun kelompok masyarakat penerima. Salah satunya dengan menilai dari rekam jejak organisasi atau kelompok tersebut. Misbah juga mengusulkan adanya penguatan kompetensi warga dalam pengelolaan anggaran daerah sebelum menerima dana tersebut.
Misbah mengatakan, perlu ada tim untuk seleksi dan tim untuk mengawasi pengucuran dana swakelola itu. Hal ini penting agar anggaran daerah tepat sasaran.