Penyaluran Dana Bansos Rawan Dipolitisasi Jelang Pemilu
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran dana bantuan sosial untuk Program Keluarga Harapan rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik, terlebih ada dua tahap penyalurannya sebelum pemilu bergulir. Adapun sejumlah dugaan pelanggaran tersebut juga telah ditemukan di beberapa daerah.
Sebelumnya, pemerintah menambah alokasi dana bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dari 19 triliun pada 2018 menjadi 38 triliun pada 2019. Adapun penyaluran tersebut disalurkan sebanyak empat kali dalam setahun.
Wakil Direktur Madrasah Anti-Korupsi (MAK) Gufroni mengatakan, pada tahun politik ini, penyaluran dana bansos rawan untuk disalahgunakan demi kepentingan politik. Kerawanan tersebut utamanya dilakukan oleh para pendamping PKH yang berafiliasi dengan partai politik atau caleg tertentu.
”Ada pendamping yang mengintimidasi para penerima untuk memilih caleg tertentu. Ada yang membagikan alat peraga kampanye dan memfasilitasi pertemuan terbatas caleg,” ungkap Gufroni dalam Diskusi Bansos dan Pemilu yang diadakan oleh MAK di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Gufroni mengungkapkan, pendamping PKH tersebut memiliki basis data yang bisa dimanfaatkan oleh para caleg. Sejumlah kasus terbukti ditemukan di sejumlah daerah, misalnya di Tangerang, Makasar, Sikka, dan Purworejo.
”Di Tangerang, penyaluran bansos diselingi oleh pembagian stiker dari caleg tertentu. Itu sudah dilaporkan oleh pihak Bawaslu,” ujar Gufroni.
Pada 2018, penyaluran dana bansos dilakukan pada Februari, Mei, Agustus dan November. Adapun pada 2019 jadwalnya dimajukan, yakni mulai Januari lalu. Tahap kedua akan disalurkan pada April mendatang menjelang penyelenggaraan pemilu.
Sulit dibatasi
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, menilai, program penyaluran bansos ini sudah menjadi pembahasan oleh DPR dan disepakati semua partai politik. Oleh sebab itu, cukup sulit untuk melarang atau membatasi pelaksanaannya.
”Apakah program ini menguntungkan atau merugikan terhadap penyelenggaraan pemilu harus dibuktikan kausalitasnya,” kata Bagja.
Rahmat hanya bisa mengimbau agar dalam penyaluran tahap kedua pada April nanti tidak disalahgunakan untuk kepentingan pemilu. Menurut dia, tidak mudah untuk membuktikan unsur pelanggaran penyaluran bansos untuk kepentingan pemilu tersebut.
”Kami masih akan mengkaji untuk menyarankan penundaan, yang pasti akan kami lakukan pencegahan dengan mencari di mana pos-posnya,” ujar Bagja.
Upaya progresif
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, guna mengungkap penyelewengan dana bansos tersebut, dibutuhkan upaya yang progresif oleh Bawaslu. Pasalnya, instrumen hukum pemilu tidak cukup kuat untuk memberi keadilan.
Menurut dia, justru instrumen hukum di luar undang-undang pemilu cenderung lebih kuat untuk diterapkan guna mengkaji pelanggaran tersebut. ”Oleh karena itu, pencegahan dan pengawasan oleh Bawaslu lebih penting ketimbang menunggu sampai terjadi,” kata Titi.
Titi menambahkan, pileg kali ini berada di bawah bayang-bayang pilpres. Alhasil, kompetisi pada pileg cenderung lebih tidak terkontrol. Oleh karena itu, pemilih harus terpapar edukasi dan informasi kepemiluan yang baik. (FAJAR RAMADHAN)