Suara Willy Agung Adipradhana tiba-tiba mengecil saat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Titto Jaelani menanyai apakah dia menyesal atas tindakan korupsi yang dilakukannya. Sebelum menjawab, Willy menundukkan kepalanya. Kemudian, ia menjawab dengan intonasi terbata-bata.
”Saya menyesal, saya sungguh menyesal telah melakukannya karena ini baru pertama kali saya lakukan dan menjadi kasus yang besar. Saya sungguh menyesal...,” ucapnya lirih, di ruang Wirjono Projodikoro 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Willy meneruskan jawabannya dengan suara yang kian mengecil dan serak. Setelah itu, dia menghapus air matanya dan kembali mengenakan kacamata.
Saat itu, sidang beragendakan pemeriksaan Willy dan dua terdakwa lain dalam perkara kasus dugaan suap limbah sawit kepada beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah.
Dua terdakwa lain, yakni Manajer Legal PT Binasawit Abadi Pratama Teguh Dudy Syamsur Zaldy dan Direktur PT BAP/Wakil Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Edy Saputra Suradja.
Selain Willy, Jaksa Titto Jaelani juga menanyai Teguh.
”Pak Teguh, apakah menyesal telah melakukan perbuatan ini?”
Teguh pun menjawab menyesal. Ia juga mengakui tindakannya.
Teguh kian terisak tatkala menceritakan kasus yang menimpanya ternyata berdampak besar pada keluarganya.
”Setelah orangtua mengetahui kondisi saya, sebulan kemudian beliau wafat. Saya berharap dapat keadilan agar saya dapat bekerja kembali. Saya ini tulang punggung keluarga,” katanya.
Sejumlah orang yang hadir turut dibuat haru dengan pengakuan dan sikap menyesal para terdakwa.
Bukan pertama kali
Tangis haru di ruang sidang sudah sering terjadi. Pada Kamis (14/2/2019), misalnya, tangis haru juga terlihat saat hakim memvonis Rijal Sirait, anggota DPRD Sumatera Utara 2009-2014, yang terbukti korupsi.
Suasana di ruang sidang menjadi sendu setelah hakim menutup sidang. Rijal terisak saat berjalan menuju arah kursi hadirin, lalu mencium dan memeluk erat sang istri, yang sedari tadi menunggu proses persidangan.
Dulu, kini, dan di masa depan, ruang sidang sering kali menjadi saksi bisu atas penyesalan-penyesalan yang datang terlambat. Penyesalan yang tak ada gunanya karena perbuatan mereka telah menciptakan kerusakan, tak hanya untuk diri mereka sendiri dan keluarga, tetapi juga masyarakat.
Jadi, jika ada pikiran untuk berbuat jahat, tak ada salahnya mengingat kisah-kisah penyesalan di ruang sidang pengadilan. (MELATI MEWANGI)