CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, bersama PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan meraih penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia sebagai pihak yang pertama kali menerapkan kurikulum pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove di Indonesia. Kurikulum itu tidak hanya mengajarkan siswa sekolah dasar tentang mangrove, tetapi juga turut melestarikan tanaman pencegah abrasi tersebut.
Senior Manager Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) Yusuf Ngadri menyerahkan rekor tersebut kepada Bupati Indramayu Supendi dan General Manager PT Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan Burhanuddin dalam acara Coastal Clean Up di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019). Turut hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta ratusan orang yang ikut membersihkan pesisir pelabuhan.
Sekolah mangrove di Indramayu dimulai sejak 2016 di SDN 1 Karangsong, SDN 1 Pabean Udik, dan SDN Unggulan. Pada 2017, PT Pertamina RU VI Balongan menggagas kurikulum dan bahan ajar terkait mangrove.
”Hingga kini, sudah ada 26 SD di 11 kecamatan pesisir yang menerapkan kurikulum sekolah mangrove sebagai mata pelajaran muatan lokal,” ujar Supendi.
Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu juga telah menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Indramayu tentang Penetapan SD Pelaksana Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove pada Dinas Pendidikan Indramayu. Keputusan tersebut menjadi pedoman bagi SD yang menjalankan sekolah mangrove.
Hingga kini, sudah ada 26 SD di 11 kecamatan pesisir yang menerapkan kurikulum sekolah mangrove sebagai mata pelajaran muatan lokal.
Indramayu merupakan kabupaten dengan panjang pesisir pantai 147 kilometer. Pohon mangrove pun hidup di pesisir tersebut. Namun, pembukaan lahan untuk perumahan dan tambak mengikis mangrove. Abrasi terjadi seperti di Juntinyuat dan Dadap. Meski demikian, salah satu kawasan pusat pengembangan mangrove, yakni Karangsong, tetap terjaga. Kini, Karangsong dikembangkan sebagai tempat penelitian mangrove.
”Kami tidak ingin pemahaman tentang mangrove terputus. Hari ini, banyak yang menanam mangrove. Tetapi, di sisi lain, kerusakan mangrove juga tidak terkendali. Mengapa? Karena orangtuanya menanam mangrove, tapi anaknya sama sekali tidak tahu tentang mangrove. Makanya, butuh kurikulum sekolah mangrove untuk keberlanjutannya,” tutur Hendra Gunawan, ketua tim penyusun kurikulum pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove.
Menurut dia, saat ini, terdapat 10 buku terkait kurikulum mangrove. Buku itu terdiri dari teks bacaan untuk siswa SD kelas 4, 5, dan 6; lembar kerja siswa sekaligus praktiknya; serta buku panduan bagi guru. Buku tersebut disusun atas kerja sama peneliti KLHK, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, serta PT Pertaminan RU VI Balongan.
Buku tersebut tidak hanya berisi aneka jenis mangrove, tetapi juga pemanfaatannya untuk sumber ekonomi baru, seperti makanan untuk udang dan ikan. Bahkan, fungsi sebagai pengurang dampak tsunami dan abrasi juga tertuang dalam buku tersebut.
”Sebelum pemerintah gencar membicarakan fungsi mangrove yang dapat mengurangi dampak tsunami, kami sudah mengajarkan di tingkat SD di Indramayu,” ujar Hendra.
Pembuatan kurikulum dan penulisan buku dilakukan sejak Mei 2017 hingga September 2018. Kurikulum ditujukan kepada siswa SD kelas 4, 5, dan 6 agar pengetahuan tentang mangrove tertanam sejak dini.
”Tantangannya adalah bagaimana membuat pendidikan tentang mangrove yang biasanya diajarkan di universitas dapat dimengerti siswa SD. Makanya, kami lengkapi dengan gambar dan praktik lapangan. Kami berharap, sekolah mangrove terus meluas ke pendidikan formal,” ujar dosen Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di IPB tersebut.
Ketua Kelompok Kerja Guru Mangrove Indramayu Lutfiya mengatakan, pendidikan terkait mangrove diajarkan setiap dua jam dalam sepekan. Tidak hanya secara teks, tetapi juga praktik di lapangan, seperti membuat bibit mangrove.
”Di SDN Paoman, sebanyak 200 siswa sudah dua kali menanam pohon mangrove,” ujar Kepala SDN 4 Paoman.
Tantangannya adalah bagaimana membuat pendidikan tentang mangrove yang biasanya diajarkan di universitas dapat dimengerti siswa SD.
Menurut dia, penerapan kurikulum sekolah mangrove telah berdampak positif bagi siswa. ”Sekarang, mereka mencintai lingkungannya. Kalau ada sampah plastik dari makanan ringan, mereka simpan ke dalam botol untuk membuat ecobrick,” ujarnya.
Siti Nurbaya pun mengapresiasi langkah Pemkab Indramayu dan PT Pertamina RU VI Balongan untuk melestarikan mangrove. Dia berharap, inovasi tersebut diikuti oleh kabupaten/kota lain.