Sejauh ini, belum ada detil parameter untuk menentukan ukuran kompetensi dan kemampuan teknis kelompok masyarakat dalam mengelola dana swakelola. DKI didesak memenuhi hal ini agar anggaran tepat sasaran.
JAKARTA, KOMPAS -- Dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Nomor 8 Tahun 2018, pengalaman atau kemampuan teknis menjadi syarat organisasi maupun kelompok masyarakat pengelola dana. Namun, peraturan itu belum merinci parameter untuk mengukur pengalaman atau kemampuan teknis yang dimaksud.
Kompetensi organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun kelompok masyarakat sebagai pengelola anggaran pembangunan salah satunya dipertanyakan Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI Jakarta Bestari Barus.
“Dana swakelola ini menjadi riskan kalau masyarakat belum punya kemampuan untuk menangani, termasuk membuat laporan anggaran hingga peralatannya,” kata Bestari di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Menurut Bestari, Jakarta belum membutuhkan dana swakelola. Sebab, dinas dan organisasi perangkat daerah lainnya sudah memadai serta mempunyai kelengkapan peralatan yang dibutuhkan untuk membangun. Kondisi ini berbeda dengan desa terpencil.
Warga yang tak memiliki kemampuan pengelolaan anggaran bisa tersandung masalah hukum. Menurut Bestari, pemberdayaan ekonomi warga bisa dengan program lain yang lebih minim resiko.
Hal senada juga ditegaskan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, target dana swakelola ini banyak dana bisa dikelola masyarakat supaya APBD bisa ikut menggerakkan perekonomian warga.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, kompetensi teknis sangat penting dalam pembangunan infrastruktur pencegahan banjir. Dana swakelola untuk proyek infrastruktur di bawah Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta pun harus dipastikan dikelola kelompok masyarakat yang berkompetensi teknis.
"Harus lakukan seleksi, bisa oleh lurah, mana warga yang memang mampu melakukan. Sebab kalau ada kesalahan teknis pembangunan, turap bisa longsor,” kata Teguh.
Proyek sederhana
Blessmiyanda, Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta, menjelaskan program swakelola yang dijelaskan gubernur akan diterapkan di DKI adalah program swakelola tipe 3 (ormas) dan tipe 4 (kelompok masyarakat).
Jadi, jelas Blessmiyanda, dalam proses penyusunan anggaran, di setiap dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) ada nomenklatur dana cadangan. Pos itu ada saat penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Begitu KUAPPAS disetujui oleh dewan dan eksekutif, langkah selanjutnya adalah penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD. Saat menyusun RKA itu dinas mencadangkan kegiatan yang sifatnya sederhana dan melibatkan masyarakat saat perencanaan kegiatan anggaran.
"Saat penyusunan RKA itu SKPD mendetilkan program dari dana cadangan tergantung kebutuhan, menentukan kelompok masyarakat yang disasar. Program sudah disusun sebelumnya," kata Blessmiyanda.
Saat pelaksanaan pendetilan, kelompok masyarakat yang disasar dipanggil dan diajak diskusi, serta nantinya membuat proposal. "Jadi program ini sudah disetting dari awal, demikian juga anggarannya dan perencanaannya dan sasarannya," jelas Blessmiyanda.
Karena swakelola masuk dalam program pengadaan barang dan jasa namun non tender, maka program swakelola ini biasanya untuk program yang sederhana. Misalnya program pemberian makanan dan minuman sehat untuk siswa SD.