Stabilitas Politik dan Keamanan Harus Tetap Dijaga
Suksesi kepemimpinan nasional melalui pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada tanggal 17 April 2019 selain perlu dijaga agar berjalan aman, damai dan tenang, stabilitas politik dan keamanan nasional juga harus menjadi perhatian.
Oleh
Samuel Oktora
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Suksesi kepemimpinan nasional melalui pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada tanggal 17 April 2019 selain perlu dijaga agar berjalan aman, damai dan tenang. Stabilitas politik dan keamanan nasional juga harus menjadi perhatian.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menekankan hal itu saat memberikan arahan dalam acara "Silaturahmi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Bersama Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mewujudkan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019 yang Aman, Damai, dan Sejuk" di lingkungan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (15/2/2019).
Pada saat kesempatan yang sama, Tito juga meresmikan Masjid Al-Amman Polda Jabar. Hadir sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Komisaris Jenderal (Komjen) Mochamad Iriawan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar Rachmat Syafei, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, dan Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto.
“Pilpres dan Pileg merupakan pesta demokrasi harus dijamin supaya berjalan aman, damai, dan tenang, Namun jauh lebih penting adalah stabilitas politik dan keamanan nasional yang juga harus dijaga. Ini merupakan kunci agar perekonomian tetap tumbuh,” kata Tito.
Pilpres dan Pileg merupakan pesta demokrasi harus dijamin supaya berjalan aman, damai, dan tenang, Namun jauh lebih penting adalah stabilitas politik dan keamanan nasional yang juga harus dijaga. Ini merupakan kunci agar perekonomian tetap tumbuh
Tito menjelaskan, stabilitas politik dan keamanan jangan diremehkan. Aspek ini sangat penting, dan akan terasa dibutuhkan ketika gangguan keamanan itu terjadi. Misalnya, ketika suatu daerah terjadi gejolak atau kerusuhan, maka kegiatan perekonomian bisa lumpuh, investor akan hengkang, kemudian terjadi krisis logistik, hingga dapat berpotensi meluasnya pengangguran dan aksi kriminalitas.
Tito mencontohkan, ketika dilanda tsunami dan likuefaksi di Palu, Sulawesi Tengah, September 2018 lalu, sempat ada penjarahan. Penjarahan terjadi di antaranya karena rusaknya sejumlah obyek vital, misal, pembangkit listrik, sarana informasi dan komunikasi, krisis logistik. Saat itu terjadi instabilitas.
Dalam menjamin stabilitas politik dan keamanan itu perlu soliditas dari TNI, Polri, dan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar massa. Soliditas itu perlu pula didukung oleh segenap komponan masyarakat yang peduli pada kedamaian dan keamanan negeri ini.
“Simpul-simpul keamanan juga harus cepat bergerak ketika terdapat indikasi atau potensi gangguan kamtibmas,” ujarnya.
Simpul-simpul keamanan juga harus cepat bergerak ketika terdapat indikasi atau potensi gangguan kamtibmas
Tito juga mengingatkan agar segenap elemen masyarakat, maupun peserta pemilu dalam pesta demokrasi ini tak melakukan tindakan yang dapat memicu perpecahan, seperti menyebarkan hoaks atau kabar bohong, atau pun kampanye hitam.
“Dalam pemilu memang ada dinamika, eskalasi politik, mobilisasi massa, atau pun promosi program para pasangan calon, tapi jangan sampai berlebihan hingga terjadi konflik, maka ibarat kendaraan perlu sistem pendingin, yakni elemen masyarakat yang tetap peduli menjaga situasi damai,” ucap Tito.
Pengamanan TPS
Tito juga menekankan, pada hari pencoblosan, tanggal 17 April juga harus dijamin keamanan, sehingga masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan nyaman dan tenang tanpa tekanan dan intimidasi.
Sementara itu Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan, adanya aturan baru pilpres 2019 dengan lima jenis surat suara, yakni untuk pemilihan presiden dan wapres, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota, pihak TNI dan Polri akan mengkaji kembali pengamanan di TPS.
“Karena perkirakan proses penghitungan suara di TPS akan lebih lama bisa sampai tengah malam karena ada lima jenis surat suara, sedangkan pada pemilu 2014 hanya empat surat suara. Pengamanan akan tetap menjadi perhatian, tentunya juga penting peran masyarakat ikut memantau,” kata Iqbal.
Kepala Polda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto mengatakan, sinergitas TNI dan Polri bersama seluruh komponen masyarakat akan terus dijaga agar situasi kondusif, aman, damai, dan sejuk.
“Peran tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting dalam mengelola kamtibmas. Dari pengalaman pilkada 2018 yang berjalan aman dan damai, jika terjadi masalah, dengan adanya silaturahmi dengan ulama dapat dicari solusi yang baik,” kata Agung.
Ridwan Kamil mengatakan Jabar mempunyai posisi yang strategis karena paling dekat dengan Ibukota Negara. “Itu sebabnya kami juga berkomitmen Jabar kondusif, sebab Jakarta juga akan tenang. Akan tetapi sebaliknya, apabila Jabar bergolak, maka ibukota negara akan terkena imbasnya,” kata Kamil.