Papua merupakan daerah pemilihan termiskin di Pemilu 2019. Hingga Maret 2018, angka kemiskinan di Papua mencapai 27,74 persen, jauh di atas angka nasional sebesar 9,82 persen. Padahal, daerah ini sarat dengan kekayaan alam.
Persoalan kemiskinan bukanlah hal baru di Papua. Lima tahun lalu, Papua juga mencatat angka kemiskinan tertinggi di Indonesia (30,05 persen). Meski cenderung turun setiap tahun, angka kemiskinan di Papua tetap terbilang tinggi di level kabupaten/kota. Contohnya, tahun 2017 rata-rata angka kemiskinan per kabupaten/kota di Papua masih mencapai 29,16 persen.
Problem kemiskinan berkontribusi juga pada rendahnya kualitas pembangunan manusia di Papua. Jika dirata-ratakan per kabupaten/kota, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di dapil Papua mencapai 62,73 pada tahun 2017 lalu. IPM pada dapil ini menjadi yang terendah ketiga secara nasional setelah dapil Papua Barat (61,8) dan Nusa Tenggara Timur II (62,3).
Sementara, tingginya angka kemiskinan dan rendahnya IPM berbanding terbalik dengan ekonomi Papua yang rata-rata tumbuh 7,13 persen sepanjang tahun 2013-2017. Angka tersebut itu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dalam periode yang sama (5,63 persen).
Tingginya pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari kekayaan alam yang dimiliki oleh Papua seperti emas, perak, batubara, hingga tembaga. Kekayaan alam menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi di dapil ini, menjadi modal besar perekonomian Papua namun belum mampu dimanfaatkan optimal guna pemerataan kesejahteraan.
Paradoks pertumbuhan dan pemerataan di Papua juga tecermin dari rasio gini. Angka rasio gini di Papua tercatat 0,398, berada di atas rasio nasional (0,384) per September 2018.
Tak bisa dimungkiri, problem pemerataan di dapil Papua tak lepas dari topografi dan luasnya wilayah. Papua mencakup satu kota dan 28 kabupaten dengan topografi berbukit. Kondisi ini selayaknya mampu dijawab caleg DPR RI terpilih nantinya. (DEDY AFRIANTO/LITBANG KOMPAS)