Sihir Rasa dari Suryakancana
Jangan menapakkan kaki ke Jalan Suryakancana di Bogor bila tak ingin tersihir aneka kuliner di sana. Cita rasa yang sebagian terwarisi turun-temurun, terbukti sukses menarik pengunjung. Tak jarang pengunjung ketagihan.
Jangan menapakkan kaki ke Jalan Suryakancana di Bogor bila tak ingin tersihir aneka kuliner di sana. Cita rasa yang sebagian terwarisi turun-temurun, terbukti sukses menarik pengunjung. Tak jarang pengunjung ketagihan.
Ayolah, kita berfoto dulu di sini. Mumpung enggak begitu ramai. Ke depan dikit. Tongsisnya dituruni, jadi lampion dan atap gerbang masuk," kata Dian Intania, pengunjung Suryakancana, Senin (11/2/2019).
Tiga temannya cepat-cepat bergaya di jalan depan Lawang Suryakancana. Angkot hijau khas kota itu, juga masuk frame foto. Berfoto di batu dekat gerbang dan dekat patung macan, juga tidak dilupakan.
Dian mengajak temannya langsung ke Jalan Rangga Gading, salah satu anak Jalan Suryakancana. "Kita belinya satu porsi-satu porsi aja. Nanti sharing, jadi semua bisa cobain dan kenyang," kata dia menyiapkan strategi.
Ternyata di anak jalan itu, setidaknya ada enam kuliner yang patut dicoba. Bagi warga Bogor, kuliner di situ sangat terkenal karena sedikitnya sudah 30-an tahun berada di jalan itu. Sebut saja soto mi, lomie, mi ayam, ayam goreng santan, es podeng, es doger, dan es pala.
Lapak, gerobak, atau toko di sana, apapun jenis atau namanya, selalu ditambahkan kata "kesatuan." Ini karena di jalan itu ada sekolah Kesatuan.
Sebut Soto Mi Kesatuan Haji Rohmat. "Itu nama bapak kami yang mengawali dagang soto mi di Surkan (Suryakancana). Dulu pakai pikulan, dan akhirnya mangkalnya di sini," kata Jajat, yang meneruskan usaha almarhum ayahnya.
Kuah soto mi ini punya daya magis yang membuat pelanggannya rela datang lagi dan mengantre panjang demi semangkuk hangat soto. Kuah yang gurih segar sudah teramat nikmat tanpa perlu tambahan kecap atau cuka. Cukup tambahkan sambal bagi yang suka pedas.
Jajat bilang, rahasia kuah soto ada pada penggunaan gula tebu. "Harus gula tebu. Dulu pakai air tebu, namun sekarang tidak lagi karena susah menemukan tebu yang stabil kualitasnya. Jadi, pakai gula tebu saja, tidak gula lain."
Racikan khusus
Kini giliran lomie. Semangkuk lomie berisi perpaduan mi, kangkung, serta bumbu kental. Taburan remahan mi yang digoreng/disangrai dengan bawang merah, melengkapi kekuatan menu ini.
Lomie racikan Netty di kawasan ini, tidak menggunakan daging apapun. Komposisi ini merupakan warisan almarhum suaminya.
"Kuah kentangnya pun tidak pakai kaldu daging. Rahasianya, kuah kentang yang halus ini ditumbuk pakai lumpang, tidak giling atau diblender, jadi tidak perlu air, lalu pakai tepung maizena, bawang merah, dan bawang putih," katanya.
Masih soal mi. Kini mi ayam Robby layak dicoba. Meskipun belum berumur puluhan tahun, mi ayam Robby sukses menjaring pembeli. Lihat saja. Empat atau lima bangku panjang kayu selalu terisi pelanggan. Belum lagi yang berdiri menunggu pesanannya. Padahal saat itu belum masuk jam makan siang. "Wah, sudah lama banget di sini. Mi buat sendiri dan halal," kata seorang pekerjanya.
Di Jalan Rangga Gading itu kudapan legendaris berdekatan, paling jauh dari Jalan Suryakancana sekitar 100 meter.
Yang tepat berada di pertigaan Rangga Gading - Surjen adalah es podeng, es doger, dan es pala. Es palanya tidak terlalu manis dan buah palanya diserut tipis-tipis, tentu saja rasanya segar.
Harga kudapan di Jalan Rangga Gading ini, berkisar Rp 11.000 sampai Rp 15.000. Adapun minuman dan es ditawarkan Rp 4.000 sampai Rp 6.000 per botol atau gelas.
Di jalan ini juga dapat dijumpai lapak yang jual aneka bumbu dan makanan ringan untuk oleh-oleh. Sebut saja lapak milik Ci Lena, yang sudah puluhan tahun ada di sana. Salah satu yang dijualnya adalah kecimpring kencur, makanan ringan khas Bogor, yang rasanya gurih. Kecimpring ini perbungkusnya dijual Rp 13.000.
Gang Aut
Kalau ingin makanan khas Bogor lainnya, silakan melanjutkan jalan kaki ke arah Persimpangan Gang Aut.
Selepas pertokoan-pertokon, pertengahan Jalan Suryakancana, deretan warung, lapak, gerobak kaki lima berjajar menawarkan berbagai kudapan.
Salah satunya di kiri jalan itu, Jalan Suryakancana Nomor 193, adalah warung Sate Pak Oo yang satu lokasi dengan Nasi Goreng Pete Guan Co.
Sate Pak Oo ini satu-satunya warung sate daging sapi di jalan itu. Begitu juga nasi goreng pete-nya.
Saprudin yang mengelola warung sate itu adalah generasi ketiga atau cucu Pak Oo. Begitu juga Marko yang mengelola nasi goreng pete, adalah cucu Guan Co.
"Kakek saya merintis usaha ini tahun 1960-an. Mula-mula sate sapi pikulan keliling Surkan, lalu mangkal di Pasar Bogor. Sempat pindah beberapa kali di kawasan Surkan sampai akhirnya sewa tempat di sini," kata Saprudin.
Satu porsi sate berisi 10 tusuk, harganya Rp 30.000. Bumbu satenya saus kacang yang digiling halus bersama bumbu lain yang merupakan rahasia keluarga. Sehari, warung ini menyediakan minimal 10 kilogram daging sapi yang siap dibakar jadi sate. "Kami cuma pakai daging has dan lamur, jadi satenya empuk," tambahnya.
Nasi goreng pete juga dari dulu sampai sekarang diracik tanpa perubahan bahan dan teknik. "Petenya di potong-potong kecil dan banyak. Daging ayam dipotong dadu dan juga harus banyak. Nasi goreng juga tidak pakai terasi, tetapi bubuk ebi. Kecapnya tetap kecap Zebra Bogor. Minyak sayurnya pakai Parwa Sukabumi. Nasi goreng kami juga dari dulu sampai hari ini tidak pakai bawang goreng," katanya.
Nasinya dibuat dari berasnya yang diaroni (dimasak setengah matang), lalu dikukus dengan menggunakan kerucut bambu dalam dandang tembaga.
"Nasinya tidak dari magic jar. Jadi kalau nasinya habis, warung tutup, walau belum waktunya. Kalau warung masih buka, itu artinya selain nasi masih ada juga pete. Tidak ada cerita nasi goreng Guan Co kehabisan pete," ucap Marco.
Dari warung sate sapi dan nasgor pete ke arah Persimpangan Gang Aut, kita bisa menemui beberapa pedagang soto Bogor, bakso bening kikil, dan bir kocok. Ada juga toko yang menyediakan aneka jenis oleh-oleh yang bisa untuk dibawa pulang.
Salah satu pedagang bir kocok adalah Agus, yang meneruskan usaha almarhum ayahnya, Aceo alias Si Abah. Beda dengan bir pletok Betawi, bir kocok bogor Si Abah tidak pakai akar secang. Bir kocok bogor hanya menggunakan jahe yang diparut, bubuk kayu manis, dan gula aren. Per gelas bir kocok Rp 5.000, kalau per botol Rp 15.000.
Yang juga perlu dicoba adalah Asinan Ahauw, yang warungnya tidak jauh dari bir kocok Si Abah. Asinan ini kini ditangani Ci Dede dan My A Lan, generasi ketiga Ahauw.
Generasi pertama tahun 1960-an berdagang di Jalan Roda di belakang. Generasi berikutnya pindah ke Jalan Surkan. Asinan ini termasuk asinan Bogor pertama di jalan itu. Harga per porsi Rp 26.000.
Selain toge, asinan ini juga dilengkapi serutan ubi dan bengkuang, serta irisan halus kol. Buah-buahannya berupa kedondong, menteng, kemang, pepaya, salak, dan nanas.
"Yang selalu ada dan khas adalah daun antanan dan oncom bakar," kata Ci Dede.
Soto bogor
Ke Bogor belum afdal tanpa menyesap nikmatnya soto bogor. Sebelum persimpangan Gang Aut, kita bisa memilih satu warung soto yang ada di situ. Relatif enaknya sama, hanya jam bukanya saja yang beda. Ada yang pagi, siang, atau menjelang sore.
Soto Pak Salam yang lokasinya setelah persimpangan Gang Aut ke arah Jalan Siliwangi. Biasanya buka pukul 16.00 dan sebelum pukul 19.00 sudah habis.
Kuah sotonya sama, santan kuning. Hanya Soto Pak Salam, dagingnya bukan cuma direbus berbumbu, tetapi juga digoreng. Harganya bergantung potongan daging atau jeroan/kikil yang diminta. Kalau pakai daging, harganya Rp 12.000, sedangkan di selain daging Rp 11.000. Jangan lupa pekedel dan sate kentang sebagai pelengkap soto. Harganya Rp 2.000 per buah.
Di Jalan Suryakancana, juga banyak kue dan roti dari toko-toko baru di sana. Rasanya tetap nikmat dan layak sebagai teman minum teh atau makan gelato. Kita tinggal siapkan perut untuk wisata kuliner yang tersedia sejak pagi hingga pukul 20.00 di Suryakancana.