Manajemen perusahaan PT Aquafarm Nusantara mendukung penuh proses penyelidikan oleh polisi. Mereka juga telah menunjuk tim investigasi independen untuk memperjelas kasus yang masih misterius tersebut.
JAKARTA, KOMPAS— Perusahaan budidaya ikan tilapia terbesar di Indonesia, PT Aquafarm Nusantara, menunjuk tim penyelidik independen terkait dugaan pembuangan limbah bangkai ikan yang ditujukan kepada mereka di perairan Danau Toba. Tim bekerja mulai pekan depan hingga 1-2 bulan ke depan.
Tim independen itu berada di bawah mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dan Noke Kiroyan, eksekutif puncak di sejumlah perusahaan multinasional yang juga pendiri Kiroyan Partners.
”Tim akan menginvestigasi seputar kejadian dan prosedur standar operasi internal perusahaan. Kami berharap kasus ini benar-benar diselidiki tuntas,” kata Presiden Komisaris PT Aquafarm Nusantara (PTAN) Sammy Hamzah saat berkunjung ke Redaksi Kompas, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Kunjungan diikuti General Manager PTAN Juan Carlos Martinez.
Saat ini, penyidik dari Kepolisian Resor Toba Samosir telah memeriksa 23 saksi kasus pembuangan bangkai ikan di dasar danau, 1 kilometer dari lokasi keramba jaring apung (KJA) PTAN di Desa Sirungkungon, Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Namun, belum ada satu tersangka pun ditetapkan.
Sebelumnya, polisi menyatakan tim penyelidik masih akan memeriksa sejumlah saksi, termasuk dari warga (Kompas, 14/2).
Kasus bermula 21 Januari 2019 saat Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memanggil manajemen PTAN dan menunjukkan video pengambilan bangkai ikan dari dasar danau di kedalaman 30-40 meter.
Bangkai ikan disimpan di karung-karung dengan pemberat agar tenggelam, yang mengindikasikan dugaan kesengajaan.
Pihak PTAN bergegas memberi penjelasan kepada pemkab dan melaporkannya kepada polisi dua hari setelah itu. ”Jadi, kami yang melapor. Kami pun terkejut,” kata Sammy yang saat itu baru saja ditunjuk sebagai presiden komisaris.
Manajemen PTAN siap bekerja sama dengan polisi untuk mengusut kasus itu hingga tuntas. Kasus sama terjadi April 2018, tetapi tak terekspos.
Menurut Juan Carlos, perusahaan di bawah grup Regal Springs itu menerapkan prosedur ketat untuk menangani ikan-ikan mati di karamba. Setiap hari, dua kali ikan mati diambil dari KJA, yang segera dibawa ke dermaga.
Ikan yang dinilai layak konsumsi dibagikan ke masyarakat sekitar untuk diolah dan dikonsumsi, diasinkan, atau diolah menjadi makanan ternak. Adapun bangkai ikan yang tak layak konsumsi dibawa ke mesin pembuat kompos. Tidak ada yang dibuang ke lingkungan.
”Grup kami memiliki reputasi dan standar sangat ketat serta bertanggung jawab. Tidak mungkin kami melakukan tindakan bodoh (membuang bangkai ke dasar danau),” kata Juan. Di Indonesia, PTAN memiliki KJA di Danau Toba dan Wonogiri, Jawa Tengah, selain sejumlah pabrik pengolahan ikan (fillet), yang mayoritas diekspor beku ke Amerika Serikat.
Indikasi awal
Manajemen perusahaan PTAN melihat sejumlah kejanggalan dalam kasus bangkai ikan itu, termasuk jarak lokasi temuan dan kedalaman danau. Kedalaman minimal KJA perusahaan adalah 100 meter.
Dari sisi kemasan bangkai ikan, karung-karung yang diangkat dari dasar danau pun berbeda dengan milik perusahaan. ”Kami sungguh ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kami mendukung kasus ini diselidiki tuntas,” kata Sammy.
Dihubungi dari Medan, pihak Polres Toba Samosir saat ini masih memeriksa warga yang disebut-sebut rutin menerima ikan-ikan mati dari PT Aquafarm Nusantara. Penyidik berfokus mendalami sistem pembuangan limbah bangkai ikan di perusahaan itu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Toba Samosir Ajun Komisaris Nelson Sipahutar mengatakan, pihaknya terus memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti dalam kasus itu. ”Kami fokus memeriksa 40 warga desa yang disebut menerima ikan. Apakah benar mereka menerima dan berapa banyak ikan mati yang mereka terima,” katanya. (GSA/NSA)